Gue punya temen sebut aja dia Nono. Dia cowo. Cowo tak berbentuk. Cowo tak bernyali. Itu bisa dibuktiin waktu gue liat pas dia di labrak sama cewe-cewe yang mungkin pernah jadi daftar rejectnya dia.
Si cewe dengan galak bertanya, “Kamu
mau ngapain sekarang?”
Nono dengan polos menjawab, “Mau solat
jumat”
Terbahaklah seketika.
Proses penggelaan berjalan sukses.
Nono itu teman gue yang sangat laris.
Suatu saat dia pernah punya pacar yang
meurut gue… jujur dari lubuk hati yang paling dalam, mukanya jelek sekali kaya
cumi asin di goreng pake garem. Suaranya kaya kucing mau kawin. Gue bukan
berasa gue cantik makanya memaki dia kaya gitu. Gue sadar gue juga jelek. Tapi
gue biasa. Temen temen gue juga biasa. Kita yang jelek ga berusaha tampil
cantik dengan di pakaikannya bibir kita lipstick dan muka kita di taburin
blashon. Senormalnya gue dan temen-temen. Memakai bedak itu cukup bedak bayi,
memakai lipstick itu juga enggak penting. Jangan menjadi menor.
Dan entah apa yang di ilhami, berita si
Nono jadian sama Intan itu bikin gue dan temen-temen berasa di samber geledek.
Nono dengan mukanya yang lumayan ganteng dan isi dompet yang meyakinkan. Kenapa
harus dengan si wanita bergincu itu?!!! masih banyak temen-temen gue yang
cantik. Lupakan.
Nono jadian sama… sebut aja dia Tina.
Nono jadian sama Tina begitu menohok
hati gue beserta temen-temen gue.
Setiap kali kita liat Nono pacaran di
kantin, atau kalo enggak Nono ada gerbang satunya dan si Tina ada di gerbang
satunya mereka saling tatap-tatapan. Romantisme tak terkalahkan. Dan semuanya
lenyap saat gue dan salah satu temen gue dateng gangguin dia. wajah Nono
berubah jadi gusar melihat kedatengan gue. Gue senang. Dan sekilas gue melihat
ke bibir Tina di jauh sana. Sangat tak etis dan menyeramkan. Merah menyeruak
bagai buah naga.
Kadang-kadang Nono dan Tina juga
pacaran di tukang pulsa deket sekolah gue. Dan dengan biadapnya gue beserta
temen-temen gue yang udah biasa gangguin mereka pacaran nyanyi nyanyi ga jelas
memecah kesunyian. Mereka berdua nengok ke arah gue. Nono mendengus kesal.
Sampai klimaksnya…
“Mel? Bisa gak kamu sama temen-temen
gausah gangguin Tina? Orang dia ga ngapain-ngapain kok”
Gue membantah.
“No, emang gue ngapain? Gue gangguin
dia aja enggak! Dia aja yang liatin gue sinis makanya gue sindir”
Nono mendengus kesal, “Udahlah Mel…”
Gue ngalah gue pergi nyari temen-temen
gue yang biasa nyindir si Tina. Ketemu. Gue langsung cerita semuanya. Sekejap
pandangan musuh menerjang ke arah Nono. Nono pasrah. Nono bukan lelaki sejati.
Itu kejadian waktu kelas 7 akhir pas
udah mau kenaikan kelas.
Dan sialnya!!!!!!!!!!!!
Pas gue naik ke kelas 8, gue satu kelas
dengan wanita bergincu tebal itu yang tak lain adalah Tina…
Dunia terasa berubah menjadi kelabu.
Warna warni hari gue rusak garagara harus menerima kenyataan pahit kalo gue
harus sekelas sama Tina.
Oke.
No problem.
Pembela gue banyak.
Dan ya, belum seminggu gue di kelas
yang baru. Mereka semua udah pada sebel sama Tina. Kelakuannya yang nggak
banget dan bikin gue serta temen sekelas gue (*apalagi Tika) enek. Tingkat
kekeselan gue dateng…… saat
Hari kamis.
Hari yang cerah untuk berharap pulang
gasik.
Dan kenyataan itu terjadi.
Today, just for apel and handshake.
Yeah.
Dan saat gue kebagian salaman sama
Tina. Gue dengan ramahnya menyapa dia and than…. Dia dengan gampangnya menjepin
bibir bergincunya. Damn
Saat itu lah sebuah titik penyesalan
kenapa gue harus ngerelain senyum gue yang manis ini kepada manusia bergincu
paksa itu hadir.
Pulangnya, gue langsung nulis status
yang nggak karuan. Shitnya?! FACEBOOK GUE TERNYATA DI REMOVE SAMA DIA.
Aah ga penting gue tetep nulis status
yang menohok. Banyak yang koment. Yang ngelike apalagi. Pembela sejati gue
dateng. Ya. Temen gue. Sahabat gue. Syifa.
Dan satu cita-cita gue buat sekarang.
Yaitu.
Menyadarkan Nono dari kebutaannya akan
wanita bergincu itu.
Itu kamis.
Kamis pulang gasik.
Malemnya.
helmi sms gue. Dia cerita semua tentang
apa yang terjadi hari ini termasuk tentang DITUDUHNYA NONO DAN HELMI SAMA TINA!
Tina melaporkan cerita yang nggak bener
ke mamah Nono.
Jelas gue percaya Helmi.
Helmi bilang, “Nono sekarang sebelnya
setengah mati sama Tina…..”
Oh GOD! demi apa gue….
Gue bertos ria sama sahabat gue.
Now, jadi apa yang bakal kita lakuin.
Selasa siang hari bolong.
Kita berlima, gue syifa tantya nono dan
helmi berencana buat nyamperin dia.
Nono bertugas mancing dia ke belakang
sd deket sekolahan gue.
Pertama nono nggak berhasil.
Kedua, nono berhasil dengan datangnya
gue yang telat.
Dan waktu gue dateng.
Damn
Ternyata Tina udah teriak teriak kaya
kucing kawin. Gue nggak menyaksikan helmi waktu awal awal ngomong ke dia.
menurut cerita. Helmi begitu nyeremin.
Gue kaget shock setengah mati. Helmi ngejar. Nono stuck. Syifa Tantya Bacot.
Now, Tina kabur.
Alhasil jurus bacot yang udah mau gue
keluarin sekian lama akhirnya ga bisa di keluarin.
Kita pulang dengan tangan hampa.
Kita pulang berempat naik angkot.
Tantya udah di jemput duluan.
Puasa tak berminum.
Berjalan menyusuri lebatnya hutan tak
berpenghuni di bawah naungan sang kholid.
Kita berempat berjalan gontai sampai
akhirnya Nono ngajak kita duduk di pos kamling.
Kita nurut. Haus laper gela campur aduk.
Tapi lama-lama lupa kita saling cerita.
Syifa duduk sebelah Nono dan gue duduk sebelah Helmi.
Sampe akhirnya cerita itu lenyap tak
bertepi.
Hari berikutnya Tina baik ke gue entah
apa yang mengilhami dia.
Gincunya masih bertengger dan sekarang
ia menambahkan celak dimatanya. Nono semakin jijik.
The end