Best Friend.
#pop ice tiga
ribu dan chatting.
Masa orientasi siswa atau yang biasa disingkat MOS
kini telah usai, siswa-siswi kelas 7 baru menyambutnya dengan senang hati,
pasalnya tak ada lagi rambut yang diikat dua dan kaos kaki hitam-putih selutut
yang merupakan bagian terpenting dalam dandanan peserta MOS. Selesai MOS, seorang
gadis kecil berbalut kaos hitam dan tas warna merah yang dipegangnya kencang-
berteriak kegirangan, karena ia mendapat kelas yang menurutnya mungkin sangat
asik. Di gerbang, ia masih meneriakan nama kelas itu. Lalu masi dengan
rambutnya yang diikat dua gadis kecil itu menuju canteen yang ada di seberang
sekolahnya. Karena merasa penduduk baru di SMP Harapan Jakarta itu, ia
membungkukkan punggungnya saat melewati kakak- kakak pengurus osis. Sangat
polos, begitu komentar orang-orang yang melihatnya. Ia duduk di sebelah
temannya yang sedang sibuk memakan mi tektek dengan lahap, ia memperhatikan.
Tetapi sama sekali tidak ingin membeli mi tektek itu, akhirnya ia memutuskan
untuk membeli pop ice rasa melon, buah kesukaannya dengan harga 3000 rupiah.
Pelayan itu mulai memblender pop ice yang tadi di pesan Arra. Tidak sampai 10
menit, pop ice melon itu kini sudah ada di tangannya. Ia membawa ke tempat
duduk. Matanya menyapu keseluruh canteen
dilihatnya salah satu peserta MOS yang hari ini ulang tahun terpaksa
kotor-kotoran akibat ulah jail teman-teman SDnya. Salah satu dari teman peserta
yang berulang tahun itu, ada yang ia-ketahui-sangat aneh. Ia pikir, tubuh
jangkung hanya bisa dimiliki oleh orang-orang dewasa. Tetapi tidak untuk teman
orang itu. Ia menjadi objek pengelihatan Arra pada saat-dan sampai berakhirnya
MOS. Menjadi-objek-pengelihatan bukan berarti Arra menyukainya. Ia hanya merasa
aneh kepada orang itu.
J
Sampai pada saatnya, Arra bisa mengenal orang
bertubuh kurus-jangkung itu. Saat sedang meminum pop ice, terkadang orang yang
bernama Adrian itu, merebut pop ice Arra dan meminumnya secara tiba-tiba tanpa
izin dan sedotan yang dibiarkan dipakai bersamaan. Sedotan berwarna ungu atau
hijau itu terkadang dipakai untuk menjaili teman-teman. Adrian memasukan
sedotan kedalam minuman lalu menyemburkan ke teman-teman yang sedang lewat.
Tidak jarang yang merasa kesal kepada Adrian, tapi ia punya jurus jitu agar
orang mau memaafkannya. Ia selalu memasang muka hopples bak Shincan yang tidak jadi dibelikan mainan oleh mamanya.
Begitu juga dengan Arra, sering kali pop icenya direbut, sering kali itu juga
ia merasa kesal kepada teman yang belum ia kenal akrab. Bukan hanya itu, saat
ia sedang memakan mi tektek di canteen dengan cuek Adrian berkata bahwa
nama mi itu bukan mi tektek melainkan mi eek, alhasil pukulan maut mendarat
dilengannya. Arra dan Adrian dapat kenal karena sesuatu yang tidak sengaja.
Beberapa bulan yang lalu, Arra memutuskan untuk
berhenti melajang karena alasan yang kuat. Ia menerima seorang lelaki yang
merupakan salah satu teman Adrian.
Wajahnya tidak ganteng, hanya saja ia keren dan pintar mencari alasan yang tidak masuk akal. Arra mengenalnya saat di
tempat les. Saat pertama kali melihatnya mungkin down, sudah kubilang dia itu orang yang jelek dan sama sekali tidak
bisa dinilai tampan. Tapi pertama mengenal, bisa dinilai orang itu
bersahabat. Namanya Edgar, otaknya kental
dan kerjaanya hanya main game. Itu yang Arra dengar sebelum menerima Edgar,
dan itu semua ia rasakan ketika mulai
menjalani lembaran baru dengan Edgar. Semuanya terasa begitu dingin, Edgar hanya sibuk dengan main game, dan
mungkin memutuskan berpacaran dengan Arra untuk status belaka. Hanya diusia sebulan mereka bisa sama-sama,
sama-sama tanpa senang-senang. Arra memutuskan untuk tidak berpacaran lagi
dengan Edgar, ia mencoba tersenyum meski pada akhirnya hatinya menangis seperti
tersayat, apalagi saat tahu bahwa telah ada perempuan
lain yang mengisi hati Edgar.
Seperti yang ia tahu, gadis itu bernama Teta, sejauh
mata memandang, Teta memiliki otak yang sangat encer berbeda sekali dengan Edgar.
Rambutnya panjang, seringkali dihiasi bando cantik, perawakannya tinggi dan
langsing. Cocok sekali menjadi model catwalk.
Arra sampai minder dibuatnya. Tiba-tiba berhembus kabar bahwa Teta itu mantan kekasih dari Adrian, cowok
bertubuh kurus nan jangkung yang tidak terlalu ia kenal.
J
Kegiatan disore Arra sebelum mengikuti bimbingan
belajar adalah, online. Hidup dimasa
globalisasi, sepertinya kurang update jika tidak mempunyai akun facebook. Dan
disinilah Arra bisa mengenal akrab Adrian. Ia mengajaknya ber-chatiing ria
sambil menyelipkan kata-kata yang tidak pantas untuk sepasang kekasih, Edgar
dan Teta. Setelah kurang-lebih satu jam bersenda gurau dengan Adrian, ia cukup
puas, membuatnya mengurangi pikiran tentang Edgar. Sebelum offline Arra menanyakan nomer handphone Adrian yeng ternyata bernomor
belakang 5-0-1. Esoknya, Arra tengah siap untuk berangkat ke sekolah
menggunakan seragam identitas baru.
J
Hari ini hari Sabtu, bel usai pelajaran berbunyi jam
11.00 tidak lebih tidak kurang karena SMP Harapan sangatlah on time. Butuh waktu kedisplinan ekstra
agar dapat memanfaatkan waktu. Saat bel usai pelajaran berbunyi 3 kali.
Anak-anak langsung merapikan buku-buku mereka dan berlari berhamburan. Sabtu, hari yang indah untuk sekadar berjalan-tanpa berbelanja dengan
teman-teman. Dulu saat sd memang Arra doyan sekali dengan ritual itu. Tapi
sekarang, ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan esktrakulilkuler
dan bimbingan belajar diluar. Itu bukan kemauan mamanya, melainkan kemauannya
sendiri yang sadar akan susahnya pelajaran yang diujikan 3 bulan sekali di SMP
Harapan. Tetapi bosan juga jika setiap hari begitu, akhirnya ia memutuskan
untuk menuju canteen sekolah, untuk
sekadar nongkrong dan mungkin membeli pop ice kesukaanya. Dilihatnya saat berada
di seberang canteen, sahabatnya Widya
sedang mengobrol asik dengan anak-anak yang mungkin ia kenal, disana juga ada
Adrian. Ia pun segera menyebrang dan meminta untuk bergabung, teman-teman yang
ada disitu mengangguk tanda setuju. Perlahan Arra mulai mengajak Widya
berbicara.
“Kamu nanti les?”
Widya hanya mengangguk karena sedang sibuk
menghabiskan sisa-sisa burgernya yang terakhir setelah ia memakan 3 buah burger. Arra geleng-geleng melihat
kelakuan sahabatnya yang sangat rakus. Tiba-tiba Adrian buka mulut dan mengajak
ngobrol Arra ngalor-ngidul melupakan Widya yang kini sudah memesan satu porsi
mi tektek lagi. Seperti biasa, topic pembicaraan Arra-Adrian adalah tentang
Edgar dan Teta yang menurut kabar sedang mesra-mesranya. Ya menurut kabar, Arra-Adrian
dan Edgar-Teta bukan satu sekolah,
melainkan sekolah yang sedang bersaing mendapatkan peran SBI. Satu persatu dari
teman-teman yang tadi duduk bersebelahan dengan Arra pulang kerumah
masing-masing, yang tersisa hanya Arra, Adrian dan Widya yang sekarang sedang
sibuk membicarakan guru-guru di SMP Harapan, Jakarta. Tiba-tiba Adrian berseru.
“Woy, Teta!”
Arra terkesiap mendengar nama itu, Teta? Apakah Teta yang selama ini
menghancurkan hatinya?
Seperti bisa membaca pikiran Arra, Adrian menjelaskan
bahwa orang itu benar-benar Teta. Ya, ia datang bersama Edgar. Memesan ice tea dan burger dalam 2 rangkap. Yang
membuat Arra dan Adrian menilai mereka berdua itu rakus, Widya merasa
tersindir.
“Dia udah masuk kelas akselerasi, dia gak bakal mau
maen lagi sama gue, apalagi balik jadi pacar gue”,ucap Adrian kelu mendapati Edgar
sedang memegang tangan mantan kekasihnya itu.
Arra dan Widya berbarengan menepuk pundak Adrian.
Arra kanan dan Widya kiri. Mereka bicara bergantian.
“An, aku yakin pasti ada orang yang lebih baik dan
cantik daripada Teta”,ucap Widya bijak.
“Dan aku juga yakin An, banyak orang yang sayang
sama kamu, pepatah bilang jangan
sia-siain orang yang sayang sama kamu”,ujar Arra sambil menangis di sertai
senyuman yang dipaksakan.
Widya menengok ke arah Arra, mencoba memeriksa
apakah keadaanya juga sama seperti Adrian yang sedang terpuruk, ternyata benar.
Ia segera memberikan kalimat penyejuk untuk Arra agar sahabatnya yang manis itu
tidak lagi melanjutkan tangisannya. Ia melirik kearah Adrian, seperti kode,
mereka berdua harus menghibur Arra.
“Lo harus terima Ra, dan lo juga harus tau, cowo itu
gak cuma satu, gak cuma Edgar, ada yang lebih baik dari dia, bahkan setelah lo
tau kelakuan dia pasti lo mikir kalo dia jahat, tapi kenapa lo masi nangisin
dia? air mata lo terlalu sayang buat orang yang udah nyakitin lo”,ucap Adrian
kritis.
“Iya Ra, hidup ini kan gak selalu seneng, pasti ada
cobaan, dan mungkin ini cobaan buat kamu, kamu harus coba buat ngelupain Edgar,
mungkin kamu gak harus terikat sama itu semua, kamu bisa juga nikmatin apa yang
ada sekarang, enggak ngelupain Edgar dan relain dia sama orang lain, aku yakin
suatu saat dan mungkin hari ini,kamu udah bisa ngelupain Edgar”,ucap Widya yang
membuat Arra tiba-tiba memeluknya. Bukan hanya Widya, dipeluknya juga tubuh
Adrian yang jangkung dan kurus. Sampai air matanya itu membasahi dua baju
sekaligus milik dua sahabatnya. Widya menatap iba kearah teman-temannya.
Tiba-tiba muncul ide dari otaknya, ia mengajak kedua
temannya untuk bersenang-senang tanpa uang- bisa dilakukan oleh mereka yang
sedang miskin karena uangnya dihabiskan untuk membeli banyak makanan. Mengajak
mereka menulusuri jalan dekat sekolah.
#kami tertawa
disaat hujan(arra, adrian, widya)
Awalnya Arra dan Adrian merasa senang atas usul yang
disampaikan Widya, tapi ketika mereka menjalaninya. Mereka merasa lelah,
sedikit-dikit duduk di tepi trotoar. Mempertontonkan mereka seperti khalayak
orang yang benar-benar miskin.
Tik Tik Tik …
Tiba-tiba saja awan menangis, menangis memberikan
hujan di siang yang panas ini, membuat ketiga anak kecil yang kian tumbuh
menjadi remaja tersenyum bahagia. Seperti bisa membaca pikiran satu sama lain.
Mereka melepaskan sepatu dan kaos kakinya lalu memasukan kedalam tas masing-masing.
Menghujankan diri di tengah jalan, tentu saja dengan hati-hati. Untuk hitungan
detik mereka telah berlari ke ladang yang ada di dekat sekolah mereka. Ladang
yang luas, tempat orang berkebun, tapi kini menjadi lahan yang kosong, mereka
bertiga tertawa puas seakan-akan tiada beban dalam hidup mereka. Satu sama lain
saling mencipratkan air demi air yang menetes dari langit. Seperti pertanda
suatu persahabatan yang indah akan dimulai.
Berjam-jam mereka menghabiskan waktu untuk sengaja
berhujan-hujanan dengan motive menghilangkan kepenatan. Kadang orang dengan
mudahnya mengucapkan janji yang tidak lazim semisal- akan mencintai sehidup
semati pada usia remaja, tapi itu semua memang hanya ucapan belaka. Tidak masuk
akal, mereka yang kian beranjak remaja satu sama lain yang tidak lain adalah
sepasang kekasih mengucapkan janji yang tidak-tidak, membuat peraturan dan memanage sebuah hubungan agar terdengar
harmonis. Itulah anak remaja sekarang, hidup mereka telah tercampur dengan
hal-hal yang harusnya hanya boleh dijalani oleh orang tua. Tugas anak remaja
hanyalah belajar dan bermain. Tidak ada kata pacaran dalam kamus mereka. Itu
yang Arra dan Adrian tafsirkan untuk seorang Teta dan Edgar. Hidup di dalam
kerumunan orang banyak, bermesraan di depan khalayak umum yang seharusnya tidak
boleh dilakukan. Sangat tidak asik bagi tiga sahabat ini. Menurut mereka
kegiatan ‘membuat’ badan mereka sakit dengan cara berhujan-hujanan lebih asik dibanding
berpacaran dan memamerkan pacar di depan teman-teman.
Menghabiskan waktu dengan tersenyum dan sesekali
tertawa terbahak-bahak bersama teman memang sangat mengasyikan, melihat mata
Arra yang sipit saat tertawa juga sangat menyenangkan, Adrian yang jika tertawa
lebih terlihat manis sedangkan Widya, ia tertawa seperti orang dewasa. Ini
mungkin salah satu moment terindah yang pernah mereka alami saat menginjak usia
remaja. Bukan menghabiskan weekend dengan
pacar melainkan dengan teman-teman yang berotak kekanak-kanakan.
J
Setelah jam menunjukan pukul 3 sore, mereka
memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing. Sebelum berpisah, satu sama lain
menanyakan letak rumah. Dan ini juga yang bisa membuat ke-dua orang itu
tersenyum, ya hanya dua. Arra dan Adrian yang ternyata bertetangga. Akhirnya
mereka berdua memutuskan untuk pulang bersama dengan berjalan kaki, sedangkan
Widya ia lebih memilih naik becak ketibang harus mengeluarkan tenaganya untuk
berjalan ke rumahnya yang lumayan dekat.
Mereka berdua-Arra dan Adrian kini tengah berada di
gerbang komplek perumahan. Keduanya tersenyum, melihat rumah mereka yang hanya
berjarak 3-4 rumah lagi, hujan sudah reda. Saat sampai dirumah masing-masing.
Mulut keduanya membentuk huruf “U”
pertanda satu sama lain tersenyum. Bisa dilihatnya saat itu, senyum Adrian yang
tulus, dan saat menghujankan diri di kerumunan orang, Ara melihatnya tertawa,
tertawa sangat lepas seakan-akan tidak ada nama Teta di otaknya. Mereka berdua
memasuki rumah yang berbeda, dan siap-siap untuk di interogasi oleh orang tua
mereka, apa yang dilakukan- mungkin itu kalimat pertama yang diucapkan orang
tua mereka saat melihat anaknya bertampang kucel dengan rambut dan seragam
identitas sekolahnya yang baru menjadi basah kuyup.
#pesta pertama di
masa remaja.
Malam minggu ini, Rossa teman sekelas Arra,
mengundang teman sekelasnya dan beberapa orang lagi yang tidak terikat dengan
kelas Rossa tapi masih mempunyai hubungan. Seperti teman, sahabat, atau
pacarnya yang duduk dikelas 9. Rossa memang cantik. Penampilannya bisa dibilang
natural, tetapi bisa menggambarkan bahwa ia adalah gadis yang feminim. Ia
memakai dress selutut tidak berlengan dipadu dengan slayer yang dipakai di leher. Enak dipandang. Sedangkan Arra
memakai kaus tipis pendek dibalut dengan kemeja yang lengannya di linting, lalu
ia memakai rok kain bermotif salur dengan sepatu pantopel berwarna biru-putih. Lumayan fashionable, tidak jauh beda
dengan Rossa. Rossa mengadakan pesta dirumahnya, rumah ini sangat luas. Tidak
heran, papah Rossa adalah seorang pengusaha yang karirnya sedang melonjak
sedang mamanya adalah seorang dessainer ternama
di Indonesia, makanya Rossa selalu terlihat fashionable.
“Arra? Kok bengong?”,tegur Rossa mendapati temannya
sedang berdiri termangu di depan pintu rumahnya.
“Ah eh enggak apa apa kok Ros”, Arra sedikit kaget
telah disadarkan oleh lamunannya.
“Ayo masuk Ra, tamu-tamu udah pada dateng”
Arra mengangguk-tersenyum dan memberikan hadiah yang
dibalut dengan kertas kado warna soft pink
kepada Rossa. Ia mengucapkan terimakasih. Senyumnya merekah.
Ternyata ini yang dinamakan pesta. Dulu, ia
berpikiran bahwa pesta itu hal yang ribut, membosankan hanya ada alunan music
disco. Itu yang ada dipikirannya, tapi deskripsinya itu lebih tepat
menggambarkan discotik atau bar daripada pesta.
Di acara pesta Rossa, hanya dihadiri sedikit orang
mungkin karena undangan yang sedikit atau mungkin orang-orang tidak berkenan
untuk datang di pesta Rossa. Sebagian teman dari pacarnya yang merupakan anak
kelas 9 juga diundang, sekitar 10 orang.
Mereka semua anak-anak yang mengikuti eskstrakulikuler basket, Arra
mengetahuinya karena dia adalah salah satu bagian dari sekian anak SMP Harapan
yang mengikuti estrakulikuler basket.
Acara potong lilin pun dimulai, kami yang datang ke
pesta ulang tahun Rossa segera menuju ke taman tengah yang di desain khusus
untuk party. Saat Arra berjalan kesana, ia tidak sengaja menyenggol orang yang berperawakan
tinggi-jangkung, ia mengenalnya. Adrian.
“Eh Arra”, sapa Adrian linglung.
Arra tersenyum, “Ngapain disini An?”
“Gue temen sd-nya Rossa, lo sendiri?”
“Aku temen sekelasnya Rossa”
“Oh, eh duluan ya Ra”, Adrian berjalan menjauh lalu
membalikan badan untuk tersenyum kepada Arra.
Acara tiup lilin selesai, dilanjutkan dengan
acara-acara berikutnya sampai jam 9 malam. Saat pesta selesai, Arra menunggu
Abangnya menjemput, sampai setengah jam berlalu Abangnya tidak kunjung
menjemput. Tiba-tiba Adrian sudah berdiri di depannya dengan sepeda monyet berwarna
kuning, blazer yang tadi dipakainya dilepas, sekarang ia hanya memakai kaus
tipis dan jaket yang bermotif monster. Ia tersenyum ke arah Arra, mencoba
mengajak Arra untuk berbicara.
“Ra, kok belum pulang?”
“Belum dijemput An”
“Pulang bareng gue aja yuk, kasian lo nunggu disini
kayak anak ilang”
“Gak usah An, Abangku bentar lagi jemput kok”
“Ah gak usah alesan, ayo naek, gratis kok”,
ditariknya tubuh Arra untuk mendekat ke arahnya.
Arra terpaksa menerima bantuan dari Adrian, ia
tersenyum dan sebelum menaiki tempat bonceng sepeda Adrian ia mengucapkan
terimakasih. Rumah Rossa dan Arra-Adrian cukup jauh, sehingga melibatkan
pembicaraan yang sangat panjang. Satu sama lain bercerita tentang hidupnya,
sesekali mereka tertawa terbahak saat keduanya mencoba melontarkan kalimat
lucu. Ini lebih layak dibilang seorang anak kecil dibanding remaja. Sesampainya di depan gerbang, ia baru melihat
Abangnya mengeluarkan mobil dan mungkin berkenan untuk menjemputnya. Arra
langsung memasang muka bête. Mendengar bunyi rem sepeda, Abang Arra menengok ke
arah luar, dilihatnya sang Adik yang manis membonceng seorang lelaki yang tidak
ia kenali. Melihat itu, ia segera menghampiri Adiknya.
“Ra, sorry Abang tadi enggak jemput, Abang
ketiduran, bener deh gak boong”, aku Abang yang memang saat itu tertidur pulas
sehingga melupakan Adiknya yang menunggu di depan gerbang rumah Rossa.
Arra menyiritkan dahinya, mendiamkan kakanya dan
masuk ke rumah setelah mengucapkan terimakasih kepada Adrian.
“Temennya Arra ya?”,tanya Abang kepada Adrian
sebelum ia beranjak kerumahnya.
“Iya, tetangganya Arra juga”, Adrian tersenyum lalu
menunjukan letak rumahnya.
“Oh gitu, yaudah makasi ya udah mau nganterin
Arra”,ucap Abang sambil tersenyum kearah Adrian.
Adrian menanggapi dengan anggukan lalu mulai
memasuki gerbang rumahnya.
#Happy Birthday
Arra
“Ceplok!”
Bunyi pecahan telor terdengar di canteen sekolah mereka. Bukan telor
ceplok atau telor mata sapi yang dimasak tetapi telor yang diceplokan kearah
Arra karena hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 12.
Teman-temannya tidak puas hanya dengan telor, salah
satu dari teman mereka ada yang menaburkan terigu dikepala Arra dan
menyemburkan air yang sudah di telan. Sungguh jorok. Adrian yang sedang asik
minum di canteenpun ikut meramaikan
suasana, ia membasahi kulit kepala Arra dengan ice tea yang sangat dingin. Keadaan Arra saat ini benar-benar kotor.
Tapi ia senang, senang sekali bisa merasakan ulang tahun yang mengasyikan ini.
Ia tersenyum saat banyak kakak kelas yang mengucapkan ulang tahun kepadanya.
Setelah acara mengerjai
Arra selesai dengan sukses, mereka- yang merupakan teman-teman Arra pulang
kerumah masing-masing. Kecuali Adrian yang memang dari hari-kehari selalu
memberi tumpangan gratis kepada Arra.
“An, kamu gak malu boncengin aku yang kotor
ini?”,tanya Arra polos.
Adrian tertawa cukup lama, hampir saja ia mau
mengelus rambut perempuan yang sekarang menjadi sahabatnya, tetapi ia teringat
akan rambut Arra yang sudah terkontaminasi dengan makanan dan minuman.
“Enggaklah, pulang sekarang yuk, gue laper”,jawab Adrian.
J
Malam ini, entah apa yang ingin dilakukan Adrian
kepada Arra, ia mengajak Arra ke pekarangan rumahnya yang terletak peris di
sebelah perkarangan rumah Arra. Perkarangan itu yang menghubungkan rumah Arra
dengan Adrian. Mereka tidak mengenal sebelumnya karena, keduanya sangat malas
keluar kamar apalagi keluar rumah, mereka keluar hanya untuk bersekolah dan
les. Tapi kini berbeda, seiring bertambahnya usia mereka, mereka semakin banyak
menghabiskan waktu diluar.
Sebelum menuju perkarangan, mata Arra yang bulat
ditutupi dengan sapu tangan sehingga ia tidak dapat melihat. Adrian menuntun
Arra sampai tiba di pekarangan, dalam hitungan ketiga sapu tangan itu dilepas
dan Arra dapat mengetahui, apa yang sedang dilakukan Adrian.
1…2…3…
Arra perlahan membuka sapu tangan, ia memerjapkan
matanya beberapa saat agar dapat kembali memusatkan perhatian. Arra terkejut
sekaligus senang ketika mengetahui Adrian membawa boneka panda besar dibalut
bungkus plastik yang di desain secara cantik. Arra memang sempat bicara kepada
Adrian saat mereka berjalan-jalan ke salah satu MALL terbesar di Jakarta mengingkan
boneka panda berukuran besar yang sedang memakan daun bambu, ia menunjukan kepada
Adrian saat menemukan boneka itu masi tergeletak di sudut toko.
Arra memeluk Adrian dengan tatapan lembut, bukan
reflex. Tapi dia memang ingin memeluk Adrian, entah apa yang ada dipikirannya.
Adrian membalasnya, membelai rambut Arra yang hitam pekat dan halus dengan
jemari tangannya. Pelukan pertama yang pernah dialami oleh Arra, maupun Adrian.
Mereka yang beranjak remaja, mencoba mengerti rasanya berpelukan. Seperti teletubies. Dalam beberapa menit, mereka
berdua hanyut dalam pelukan. Melepaskannya setelah mereka sadar, bahwa mereka
telah lama berpelukan. Keduanya tersenyum, Arra memperlihatkan giginya yang
rata sedangkan Adrian tersenyum, tampan sekali.
“Ann, makasi
banyak ya kamu udah beliin aku boneka panda yang lucuuuuuuuuu banget kaya kamu
ini, semoga aku bisa bales deh, waktu ulang taun kamu”,ucap Arra tulus.
“Bukan
apa-apa kok, eh duduk yuuk”
Arra mengangguk, mereka berdua duduk menyilang.
Tetapi, karena pegal mereka berdua memutuskan untuk tiduran di rerumputan
sembari memandang bintang yang bertaburan seperti layaknya gula yang di langit.
Menyukai, menyanyangi,
mencintai (dua SMP)
#perlahan-lahan
mulai menyukai.
Setelah semalam menerima hadiah boneka panda
pemberian Adrian, Arra terbangun dengan senyumnya yang manis sambil menatap
boneka yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya tertidur, boneka tersebut
masih dibungkus dengan rapi dan ia melihat di sudut bungkusan itu ada sepucuk
surat yang amplopnya berwarna coklat kehitaman. Cepat-cepat, ia menyambar
boneka tersebut dan membuka bungkusnya dengan pelan lalu mengambil sepucuk
surat itu dan membacanya.
Ia membaca sambil sesekali tersenyum, tertawa, dan
sesekali menampakan wajah yang menyebalkan.
Adrian-ia mentorehkan beberapa kata-kata jahil di
kertas putih tersebut, ia menulisnya dengan acak-acakan.
Arra menghembuskan nafas pelan setelah selesai
membaca surat itu, ia memeluk surat tersebut dan mengingat-ingat raut wajah
Adrian saat memberinya boneka panda yang sekarang menjadi boneka favoritnya
dengan ditaruhnya boneka tersebut disamping bantai tidurnya. Tanpa disadari
pipinya memanas, wajahnya merah merona, detak jantungnya tidak beraturan. Apa
ini? apa ini yang disebut jatuh cinta?
…
Dengan raut wajah kesal, Adrian menunggu gadis kecil
tersebut didepan rumahnya sambil duduk dengan tidak nyaman dan memutar-mutar
gantungan kunci sepedanya. Sudah lebih dari lima belas menit ia menunggu gadis
tersebut tapi tidak kunjung datang juga, entah apa yang dilakukannya pagi ini.
Baginya, sepertinya bukan baginya saja, tapi bagi rata-rata orang menunggu
adalah kegiatan yang menjengahkan, apalagi menunggu dipagi yang bermatahari
terik ini dengan perut kosong yang belum diisi sarapan. Tadi, mamanya sempat
menawarinya makan dulu dirumah tapi Adrian menolaknya dengan tegas beralasan
bahwa hari ini ia dan Arra kebagian tugas piket padahal sebenarnya ia tidak
suka memakan masakan mama yang berjudul Nasi Goreng kari itu, baginya rasanya
sangat aneh, lebih baik ia makan di sekolah daripada harus memanahan mual
memakan nasi goreng itu yang entah dibuat dengan bumbu-bumbuan apa saja.
Dasar
Mama, ia memang selalu mengarang kalau dalam urusan memasak.
“Adrian!”,suara riang tanpa dosa itu menggema di
gendang telinga Adrian.
Adrian yang saat itu sedang menatap kearah pasangan
ibu dan anak yang sedang bergandengan tangan kaget dan langsung menoleh ke arah
Arra dengan pandangan kesal mengingat ia sudah lebih dari dua puluh menit
menunggunya.
“Maaf deh, abis ngantri kamar mandi”,ucapnya sambil
menepuk pelan pundak Adrian.
Adrian tidak menyahut ia hanya berdiri dan menatap
Arra dengan pandangan tajam. Tapi masih terlihat jelas air mukanya yang
menampakan keramahan serta ketidak marahannya pada Arra alias pura-pura marah.
“Adrian, maafin aku deh”,Arra membuka mulutnya saat
sepeda sedang meluncur kearah SMP Harapan yang jaraknya tidak jauh dari rumah
mereka.
Karena mendengar suara Arra yang memelas, Adrian
tidak tahan lagi untuk tertawa.
Mendengar tawaan itu, Arra baru sadar bahwa sejak
tadi ia sedang dikerjai oleh orang yang sekarang menjadi sahabatnya… eh tunggu
apa Cuma sahabat? Ya, memang sekarang Arra dan Adrian lebih pantas dibilang
sahabat tapi sejak tadi malam, sejak Adrian memberikan boneka panda tersebut,
ada perasaan yang mengganjal di hati Arra, seperti perasaan yang menggebu-gebu.
Apa itu pertanda bahwa ia benar-benar jatuh cinta kepada sahabatnya sendiri?
#menatap laut
biru.
“Raaa, cepetan dikit dong!”,ucap Amel sembari
menatap temannya tersebut sedang kesusahan menarik kopernya yang sepertinya
terlau besar untuk kapasitas muat baju selama tiga hari.
Arra menghembuskan nafas jengah, “Bantuin aku dong
Mel, berat nih. Rodanya putus satu”,ia mengeluh sambil menunjuk bagian roda
yang terputus.
Amel menghampirinya dengan wajah ogah-ogahan dan
membantunya memapah koper tersebut. “Kamu bawa apaan aja sih Ra, kayaknya berat
amat?”,tanya Amel penasaran sambil menatap heran kearah koper temannya.
Arra cengir kuda, “Boneka panda”,ucapnya riang.
“Boneka panda?”
Arra mengangguk mantap, “Dari Adrian”,gumamnya.
“Apa? Dari Adrian?”,tiba-tiba raut wajah Amel yang
tadinya jengah berubah menjadi wajah ingin tahu, Amel-dia memang ratu gossip,
tapi gossip yang ia sebarkan bukan kabar burung melainkan kabar yang
benar-benar ada faktanya.
“Iya, dia kan sahabat aku. Jangan kira aku sama dia
pacaran loh”,cerca Arra yang membuat Amel cengir kuda.
“Kirain pacaran, Ra”,ungkapnya.
Pengennya
sih gitu. Arra mengucapkan sesuatu itu dalam hati.
Hari ini, SMP Harapan mengadakan kegiatan piknik ke
Bandung selama tiga hari dengan catatan mereka harus melaporkan setiap kegiatan
yang dilakukan di tempat-tempat wisata tersebut yang dijilid dengan rapi.
Tapi sepertinya kegiatan itu tidak dirisaukan oleh
murid-murid SMP Harapan. Mereka senang, sangat senang bisa pergi bersama
teman-teman ke tempat-tempat yang menurut mereka mengasyikan.
Mungkin, salah satu, beberapa, atau mungkin semua
anak-anak yang berangsur menjadi remaja ini mengharapkan suatu moment terindah
akan terjadi disalah satu tempat yang akan dikunjungi, mungkin juga ini jadi
ajang untuk pendekatan oleh para siswa yang tengah mengincar pasangannya, dan
mungkin beberapa anak ingin mencetak senyum-senyum manisnya lewat lensa kamera.
Tapi bagi Arra. Sepertinya ia sudah cukup bahagia
dengan duduk disamping Adrian, menatap laut yang biru sambil sesekali memukul
lengan Adrian saat ia memunculkan lelucon yang melibatkan dirinya.
Lalu, melihat senyum Adrian yang merekah, itu juga
hal yang membuatnya cukup bahagia. Ingin mencetak senyum itu kedalam lensa
kameranya tapi sepertinya itu sangat tidak mungkin.
Arra-mungkin ia hanya ingin menyembunyikan perasaannya.
Ia takut, kalau-kalau Adrian tahu perasaannya, ia malah menjauh dan tidak lagi
mau bersahabat dengannya. B
Arra-ia bisa melihat dengan jelas, Adrian, ia sudah
mempunya sosok yang ia agung-agungkan. Ia sadar dari sorotan matanya yang tajam
saat melihat perempuan lebih tua setahun darinya kemarin sore saat ia sedang
pergi bersama Arra ke bioskop menonton sebuah film komedi yang sudah lama
ditunggu-tunggu.
Saat itu, Adrian mengungkapkan bahwa ingin
berkenalan dengan wanita tersebut. Tapi sayang, wanita itu sudah digandeng oleh
laki-laki yang menurutnya bertampang biasa saja dengan model rambut yang sudah
jadul.
Adrian-ia belum tahu bahwa wanita itu satu sekolah
dengannya karena ia termasuk tipikal orang yang susah bergaul.
Dan Arra-ia yang sudah tahu bahwa wanita yang sedang
menautkan tangannya pada sosok laki-laki itu adalah kakak kelasnya yang tidak
lain bernama Karenina. Tetapi ia memilih untuk bungkam, sepertinya ia tidak
rela, sepertinya ia ingin mengulur-ulur waktu agar Adrian bisa kenal dengan
perempuan tersebut.
Arra- ternyata ia memang sudah benar-benar jatuh
cinta kepada Adrian. Sahabatnya.
#mengenal Karenina.
Dari arah kelas, Adrian melenggangkan kakinya dengan
santai sambil sesekali menoleh karah kiri dan kanan. Ia mencari sosok Arra yang
tiba-tiba saja menghilang saat bel baru berbunyi, entah apa yang dilakukannya,
mungkin pergi ke kamar mandi. Tiba-tiba saat banyangannya jatuh pada kelas yang
dihuni oleh kelas 9, ia sedikit terkaget mengetahui perempuan yang kala itu
bertemu dengannya di bioskop yang sedang menggandeng laki-laki yang tidak
dikenalnya ternyata satu sekolah dengannya.
Perempuan itu-dengan agaknya yang santai, tubuhnya
yang gemulai, rambut hitam-halusnya yang digerai, benar-benar membuat Adrian
terkesima sampai-sampai dorongan tubuh kecil Arra juga tidak mengangetkannya.
Ia hanyut dalam kecantikan seseorang yang belum ia ketahui namanya.
Arra menatapnya heran, lalu ikut menatap kearah yang
sedang di tatapnya. Karenina.
Mengetahui itu, ia menghela nafas panjang dan
pura-pura tidak tahu. “Adrian, ke kantin yuk”,ajaknya riang.
Adrian menoleh sekejap lalu kembali memusatkan
pandangannya kepada perempuan tersebut.
“Lo sendiri dulu aja deh, gue nyusul”,ucap Adrian
dengan santai sambil terus menatap Karenina.
Arra mendengus kesal lalu dengan langkah seribunya,
akhirnya ia meninggalkan Adrian sendirian yang masih memaku karena Karenina.
Apa sebentar lagi Arra akan sendirian? Arra
takut-takut kalau-kalau Adrian akan sibuk meninggalkannya, sibuk berkenalan dan
mendekati Karenina.
Arra takut, senyum manis itu akan pudar untuknya dan
dialihkan untuk Karenina.
Ia menghembuskan nafas lagi dan menatap kesuluruh
penjuru sekolah, ia berjalan ke kantin tanpa nafsu. Sekarang, ia hanya ingin
bertemu dengan Nina, sahabat perempuannya yang selalu siap sedia mendengar
keluh kesah yang mendera. Sepertinya, ia memang harus membagi cerita ini kepada
temannya tersebut.
…
Adrian mengambil langkah seribu saat bel pulang
sekolah telah berbunyi menandakan bahwa semua siswa bebas melakukan kegiatan
aktivitas apapun tanpa harus terikat.
Adrian setengah berlari menuju arah komplek kelas 9,
ia mencari-cari Karenina tetapi tak kunjung ia bertemu dengan perempuan
tersebut.
Akhirnya ia pulang tanpa mengingat masih ada sosok
kecil yang menunggunya di kelas sendirian, menatapnya dari jendela kelas sambil
menghembuskan nafas jengah dan menahan tangisnya yang sebentar lagi sepertinya
akan tumpah.
Untuk siang ini, Adrian dan Arra tidak pulang
bersama.
Arra berharap-cukup untuk saat ini saja.
#melupakan Adrian
yang sibuk dengan dunia barunya.
“Nggak pulang bareng Adrian?”,tiba-tiba saat Arra
baru sampai rumah dengan wajah yang kusut abangnya sudah ada didepan gerbang
mengintrogasinya dengan pertanyaan tersebut.
Arra menaikan kedua bahunya lalu masuk tanpa nafsu
kedalam rumah dan segera mengunci kamarnya.
Rasanya, siang mendung ini sangat cocok untuk
siapapun yang sedang patah hati. Arra ingin melampiaskannya didalam kamarnya
yang dipenuhi perbotan music ini. ia menyalakan music playernya keras-keras dan
berjoget-joget ria tanpa mengganti pakaian seragamnya terlebih dahulu.
Tidak dipedulikannya abangnya yang menyuruhnya makan
dari luar sana. Ia hanya berpikir. Untuk saat ini, ia benar-benar ingin melepas
stress yang mendera bersama alunan music-music yang bergenre alternative-rock
ini salah satu genre yang disukai Arra dalam situasi patah hati. Biasanya, saat
ia sedang jatuh cinta ia senang-senang lagu-lagu pop yang mendayu-dayu, tetapi
saat sedang patah hati disaat itulah music bergenre alternative-rock berguna.
Ia bukan tipe perempuan yang senang menangis kalau sedang patah hati. Ia hanya
cukup dengan berjoget-joget ria dan itu sudah membuatnya lebih baik daripada
sebelumnya.
…
“Ma, Arra boleh daftar sanggat tari modern
nggak?”,tanyanya saat waktu makan malam tiba.
Mamanya yang sedang melahap cumi saus tiram dengan
lahap perlahan tersedak lalu menatap Arra dengan heran.
“Tari modern?”,ucapnya sambil menahan tawa.
Arra mengangguk mantap lalu memasang wajah kesal
saat tawa mamanya menyeruak ke permukaan.
“Nggak salah? Kamu kan…”
“Ah mama, pokoknya besok pulang sekolah temenin aku
daftar sanggar tari ya”
Mamanya mengangguk pendek, “Terus Adrian? dia kan
biasa pulang bareng kamu? Besok gimana?”
Mendengar nama Adrian, Arra mulai menampakan air
muka yang berbeda dari sebelumnya. Ia hanya bisa mengangkat kedua bahunya dan
berkata, “Nggak tahu Ma”,jawaban yang klise dan menggantung.
Setelah Arra selesai makan, hanya tinggal Mamanya
dan Abangnya. Tiba-tiba Abangnya buka suara.
“Mah, Arra kayaknya lagi patah hati deh, sama…”,ucap
kakaknya menerka-nerka.
“Sama siapa?”,potong mamanya.
Abangnya tertawa sejenak, “Adrian, anak tetangga
sebelah yang ganteng itu tuh, biasanya Arra kan pulang bareng dia, tadi siang
dia nggak pulang bareng terus pas aku tanyain dia jawabnya nggak niat gitu”
Mamanya tertawa renyah, “Mau dia lagi patah hati
atau enggak, mama seneng dia mau daftar sanggar tari modern, itu artinya dia
udah jadi perempuan sungguhan, seperti yang mama idam-idamkan dari dulu”,ucap
mamanya sambil mengingat potongan-potongan kejadian yang tidak mengenakan
karena disebabkan sifat Arra yang boyish.
Abangnya ikut
tertawa.
Mungkin,
adek gue mulai jatuh cinta dan patah hati.
#Bersama
Karenina.
Siang ini, sehabis sekolah Adrian berusaha mengenal
Karenina dengan cara ia berpura-pura menjadi anak SMA, menurutnya, anak SMA itu
keren dan dia lebih percaya diri dengan umur yang lebih tua daripada Karenina
daripada harus menampakan jati dirinya yang sebenarnya. Ia menduga, jenis wajah
seperti Karenina sepertinya menyukai orang yang lebih dewasa. Jadilah siang
ini, ia mulai menjalankan misinya.
Adrian meminjam seragam SMA milik Abangnya, lalu
pura-pura menyenggol Karenina saat sedang berjalan. Kebetulan, buku Karenina
saat itu jatuh. Adrian bergegas mengambilnya dan mengembalikan ke tangan gadis
cantik itu. Tiba-tiba teman Karenina yang ada disebelahnya berkata, “Eh, kamu
Adrian kan? Kok pake baju SMA?”
Adrian kelimpungan saat ditangkap basah, mengetahui
dirinya yang memang masih duduk di kelas 8 sudah memakai seragam putih abu-abu.
Adrian gelagapan, kebetulan Arra lewat. Dengan gugup ia membalas ucapan teman
Karenina, “Oh eh, Adrian? Bukan kok, duluan ya, maaf udah gak sengaja nabrak
temen lo”. setelah itu ia segera berlari ke arah Arra. Saat itu juga, Arra
tertawa terbahak. “HAHAHAHAHA, ADRIAN? NGAPAIN KAMU PAKE BAJU SMA GITU? BELOM
PANTES!”, Arra berbicara terlalu keras sehingga orang-orang yang di sekitarnya
mendengar, termasuk Karenina dan temannya yang belum berada jauh dari tempat
itu. Secepat kilat Adrian membekap mulut Arra yang kecil dan segera membawanya
pulang kerumah.
J
Seiring berjalannya waktu, Adrian mulai mengenal
Karenina, ia bahkan membuat rencana untuk menghancurkan hubungan Karenina dan
kekasihnya yang baru. Semuanya ia ceritakan kepada Arra, tanpa tahu apa yang
dirasakan Arra saat berkali-kali ia menyebut nama Karenina. Tanpa sepengetahuan
pacar Karenina, Adrian, Karenina dan teman-teman dekat Karenina sering
berkunjung ke tempat karoeke. Tentu saja memakai uang Adrian. Hal itu membuat
Arra terlupakan oleh Adrian. Pernah waktu itu, Adrian berjanji akan menemani
Arra ke toko buku selepas sekolah. Tetapi, Adrian tidak kunjung datang. Arra
terus menunggunya di pinggir sekolah. Ia tahu Adrian tidak akan datang, ia tahu
yang ia lakukan sangat bodoh, dan menghujani tubuhnya dengan air yang
berjatuhan dari langit. Sampai terbenamnya matahari, ia baru pulang kerumah.
Saat sampai didepan rumah, dilihatnya Karenina yang sedang berpamitan kepada
mama Adrian. Ia marah. Marah sekali terhadap Adrian. Adrian melihatnya, melihat
pemandangan yang tidak mengenakan. Melihat Arra kedinginan karna dibasahi air
hujan. Mendengar bahwa ia menunggunya berjam-jam. Hal yang sangat bodoh untuk dilakukan oleh
seorang Arra. Arra bercerita panjang lebar sambil meraung-raung kepada Adrian.
Saat itu, Adrian merasa bersalah. Benar-benar merasa bersalah. Arra
meninggalkannya.
#pengakuan Arra.
“Kak Ina, Kak Ina, dan Kak Ina”. Topic pembicaraan
mereka kali ini juga tentang Kak Ina. Adrian mengira Arra telah memaafkan sejak
kejadian 3 hari yang lalu, tapi tidak untuk Arra. Rasa kesal yang bercampur
cemburu masi terpendam di dalam hatinya. “Ra, lo tau ga? Hari ini gue seneng
banget, bisa seharian bareng Karenina”
Arra lagi-lagi tidak menanggapi curhatan Adrian. Ia
sibuk dengan novel yang baru ia beli bersama mamanya. Ia pura-pura tidak
mendengar, meskipun tahu, yang sedang dibicarakan adalah Karenina.
“Ra, lo kenapa sih? Tentang kejadian kemarin gue
udah minta maaf kan sama lo?”,ujar Adrian memecah kesunyian, ia tidak tahan
melihat sikap Arra yang terus-terusan diam.
Arra tidak bergeming. Diam untuk beberapa saat.
Sampai akhirnya ia buka mulut.
“An, aku tau kamu lagi jatuh cinta sama Kak Ina,
tapi tolong ganti topic pembicaraan kita, jangan setiap hari Kak Ina, aku bosen
dengernya, mungkin enggak bagi kamu. Jujur An, aku cemburu kamu terus-terusan
menyebut nama Kak Ina, aku sayang sama kamu”,ujar Arra sambil berlari
meninggalkan Adrian. Dibiarkannya Adrian yang berkali-kali memanggil namanya.
Saat itu juga Arra merasa menyesal telah mengungkapkan isi hatinya.
Adrian menerawang, ia masih memikirkan perkataan
yang semalam, dan pagi ini Arra tidak kunjung datang. Sampai bel tiba, Arra
dipastikan memang tidak masuk sekolah. Entah ia sakit atau membolos, tapi
membolos bukan hal yang biasa dilakukan oleh Arra. Memang benar, beberapa saat
kemudian, surat yang menandakan bahwa Arra sakit diantar oleh satpam sekolah
mereka.
Di sisi lain, ia senang Arra tidak masuk, karena
tidak ada yang mengganggunya bertemu dengan Karenina, tapi di sisi lain Adrian
merasa bersalah kepada Arra sejak kejadian tadi malam, dan ia rindu akan suara
cempreng yang dimiliki Arra. Setelah bel istirahat berbunyi, Adrian segera
menghampiri kelas Karenina, betapa terkejutnya dia. Saat itu, ketua osis SMP
Harapan sedang menyatakan cinta kepada Karenina, ia tidak sengaja melihat dari
ambang pintu. Adrian hancur, hancur-sehancur-hancurnya, ia yang telah membuat
Karenina putus dengan pacar lamanya, tapi sekarang? Karenina di tembak oleh
ketua osis, ia tahu. Karenina akan menerimanya. Ya, benar. Karenina mengangguk
saat itu, mengangguk dengan senyumnya yang manis. Seakan-akan dunia milik
berdua. Seakan-akan tiada lagi orang yang berada di kelas itu selain mereka
berdua.
Sesampainya dirumah, ia segera menengok Arra. Arra
kaget setengah mati mendapati, sahabatnya itu tengah berdiri di ambang pintu
kamarnya. Ia menutupi wajahnya dengan selimut. Ia malu atas insiden semalam.
Lalu Adrian terpaksa membuka mulut duluan.
“Lo gak perlu malu atas pengakuan lo
semalem”,ujarnya sambil menuju samping tempat tidur Arra.
Arra tetap menutupi wajahnya dengan selimut, ia
tidak mempedulikan perkataan Adrian.
Adrian perlahan membuka selimut yang menutupi wajah
gadis kecil itu, dalam sekejap ia tertawa melihat wajah jelek temannya yang
dilumuri oleh cacar air. Arra kaget, mau tidak mau ia ikut tertawa, muka Adrian
waktu itu sangat konyol, muka yang biasa dilihat Arra sebelum Adrian mengenal
Karenina. “Jadi lo nutupin muka pake selimut bukan gara-gara lo malu? Tapi
gara-gara muka yang kaya monster itu ya
Ra?”,ucap Adrian sambil tertawa.
Arra merengut, lalu menampakan cengir kuda.
“Dua-duanya si An”
Siang itu mereka bercerita tentang kejadian yang ada
di sekolah, sambil terus tertawa dan memakan camilan yang disediakan oleh mama
Arra. Arra senang, ia dapat melihat Adrian yang seperti biasanya. Dan mereka
berdua sama-sama melupakan pengakuan Arra tadi malam. Menganggapnya seperti angin
lalu.
3 SMA
#mengenal
Andrian.
Dipagi yang cerah ini, Arra terbangun dengan senyum
hangatnya. Hari ini adalah hari pertama ia menjadi murid kelas 3 SMA. Rasanya
menyenangkan, tidak ada lagi kakak kelas yang pekerjaannya hanya melirik ke
arah adik kelas dan mendiskriminasikan adik kelas. Selesai mandi, ia segera
turun untuk sarapan bersama keluarga. Dilihatnya dari dalam rumah, Adrian
tengah menunggu dengan setengah muka di tekuk. Arra menyadari bahwa ia telah
membuat Adrian menunggu, ia mempercepat makannya dan segera berpamitan dengan kedua orangtuanya.
“Nunggu lama ya An?”, ujar Arra dengan suara yang
merasa bersalah.
Adrian mendiamkan Arra, mencoba membuat lelucon. Ya,
Adrian pura-pura marah kepada Arra.
“An?”, dipanggilnya lagi Adrian yang tengah sibuk
menyetir sepeda.
Adrian menahan tawanya mendengar suara Arra yang
memelas.
Sesampainya diskolah, Adrian masi menunjukan sifat
mogok bicara. Sampai akhirnya Arra tidak tahan lagi dan ia berkata, “An, maafin
aku ya tadi aku telat, soalnya tadi aku makan banyak banget, aku rela deh beliin
kamu pop ice 5 asal kamu maafin aku, ya An?”
Mendengar penuturan Arra, Adrian tidak tahan untuk
menertawakannya. Ia gemas melihat kelakuan Arra yang seperti anak kecil. Ia
mencubit pipi Arra berkali-kali. Membuat gadis itu menekuk mukanya. Ia memukul kecil
lengan Adrian sambil tertawa.
Tanpa disadari seseorang dari kejauhan memperhatikan
mereka berdua.
J
“An, pulang sekolah ada rapat osis, lo jangan balik
dulu ya”, ujar Salma saat bel istirahat berbunyi.
Orang yang dipanggil ‘An’ itu mengangguk dengan
malas. Ia bukan Adrian melainkan Andrian, tidak ada hubungan darah sama sekali-
teman juga bukan, mereka hanya memilik nama yang mirip. Ya, Adrian dan Andrian
sama-sama dipanggil ‘An’.
Beda dengan Adrian yang bertubuh jangkung-kurus,
Andrian memiliki tubuh ideal, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek,
berat badannya juga sangat pas dengan ukuran tingginya. Wajah mereka memang
sama-sama tampan, tapi mereka memiliki ciri khas masing-masing. Adrian memiliki
alis yang tipis, mata bulat dan rambut yang dipotong cepak.sedangkan Andrian
mempunyai alis yang tebal, mata yang agak sipit dan rambut yang dipotong segi
cowok acak-acakan.
Sejak pelajaran pertama, ia tidak lepas
memperhatikan seorang gadis yang menurutnya manis. Enak dipandang. Begitu
pikirnya. Namanya Arra, ia tahu nama seorang gadis itu dari teman sebangkunya.
“Temen-temen yang ikut ekstrakulikuler basket nanti
ada latihan jam 2 di sekolah”, ujar Arra dengan suara cempreng yang menggema
diseluruh kelas. Teman sekelasnya yang merupakan anggota dari esktrakulikuler
basket mangut-mangut.
Andrian memperhatikan Arra lagi. Dikelas 3 SMA ini
Arra memang terlihat lebih manis dibanding tahun-tahun sebelumnya, rambut yang
biasa di kuncirnya sekarang digerai dan diberi hiasan jepitan strawberry di
sisi kanan dan kiri, seragam yang kegombrongan agak dipresskan sedikit mengikuti perkembangan zaman, roknya di rimpel
dengan limpitan kecil-kecil. Andrian ingin sekali mengenalnya, tapi ia tidak
tahu cara berkenalan yang tepat. Melihat Andrian termangu sendirian, Arra
tergoda untuk mengajaknya berbicara. Bukan main Andrian kaget melihatnya. Gadis
itu memutar tempat duduk yang ada di depannya sehingga ia berhadapan dengan
Andrian. Ia mulai mengajak Andrian berbicara. Detak jatung Andrian semakin
cepat, wajahnya sangat dekat dengan Arra.
“Kok sendirian, gak maen sama yang lain?”, tanya
Arra dengan tampang yang menyerupai anak kecil.
“Gu-gue? Enggak apa-apa, lagi pengen aja”, jawab
Andrian gagap.
“Oh, nama kamu siapa?”,tanya Arra sambil mencari bandagename Andrian yang tertutup dengan
buku yang dipegangnya.
Andrian menjatuhkan bukunya ke meja, dan menjawab
bahwa ia bernama Andrian.
“Nama kamu mirip sama temenku, tau Adrian ga? Yang
jelek itu?”
“Gue ganteng, Arra”
Belum sempat Andrian membalas omongan Arra, Adrian
yang berdiri dibelakang Arra keburu menjawabnya. Ia sempat kesal karena
tiba-tiba Adrian datang dan merusak acara perkenalannnya. Ia berpikir, saat
Adrian datang mungkin Adrian akan mengajak Arra pergi. Tapi ternyata tidak.
Arra malah memperkenalkan Andrian kepada Adrian.
“Lo osis ya An?”,tanya Adrian.
Andrian mengangguk senang, diakui sebagai anggota
osis.
“Gue dulu pernah daftar osis, tapi gak diterima”,
aku Adrian.
“Enggak ada yang tanya, iya ga An?”, ucap Arra
kepada Andrian.
Adrian dengan sigap menjitak kepalanya. “Aw”,pekik
Arra.
J
Beberapa menit kemudian, bel tanda masuk jam
pelajaran kedua berbunyi. Arra dan Adrian segera menempatkan diri di bangku
masing-masing. Saat jam pelaran, iseng-iseng Arra menuliskan sebuah surat untuk
Adrian.
“An, Andrian ganteng ya?”, begitu isinya. Ia
memberikan kepada Adrian dengan sembunyi-sembunyi. Saat membaca surat tersebut,
alis Adrian menyirit. Adrian tidak membalasanya, melainkan membuangnya ke depan
papan tulis. Sang guru melihat dan mengambil surat itu. Arra kaget, ia ingin
sekali membunuh Adrian saat ini.
Kebetulan guru itu adalah guru terkiler di SMA Bina
Bangsa, ia membacakan isi surat itu di depan kelas. “An, Adrian ganteng ya?”,
begitu bacanya. Anak-anak kelas 9-1 langsung menengok ke arah Andrian yang
disebut-sebut sebagai orang ganteng. Guru itu tampak amat marah, ia menanyakan
siapa yang menulis surat itu. Adrian spontan menunjuk Arra.
“Arra, silakan kamu duduk di depan kelas sampai
pelajaran selesai”, ujar guru Sosiologi itu garang.
Mata Arra membulat, ia segera berdiri di depan kelas
sambil terus menatap Adrian yang sedang tertawa-tawa dengan tatapan marah.
Sedangkan Andrian terus menatap Arra dengan wajah merah merona. Bagaimana
tidak? Arra menilai bahwa Andrian itu ganteng, suatu pujian menurutnya.
Tak disangka bel usai pelajaran Sosiologi berbunyi,
Arra dipersilahkan duduk kembali. Setelah guru sosilogi paling
menyebalkan-sedunia itu pergi, Arra segera menghantam Adrian dengan kekuatannya
yang tidak seberapa. Sambil tertawa tentunya, ia melihat ekspresi Adrian yang
ketakutan. Tawanya membahana diseluruh kelas, teman-teman juga ikut
menertawakan mereka berdua. Tak terkecuali Andrian ia malah memberi dukungan
kepada Arra untuk terus menghukum Adrian.
J
Sesampai dirumah Andrian melepas kelelahannya di
tempat tidur bersprei Manchaster United grup
sepak bola kesukaannya. Hari ini cukup menyenangkan. Bisa mengenal Arra. Begitu
pikirnya. Tapi tidak untuk dirumah, keadaan dirumah kali ini sangat kacau.
Process perceraian ayah dan ibunya yang semakin dekat menambah suasans dingin
di rumah. Andrian menggebrak pintu kamarnya ketika mulai mendengar celoteh ibu
yang mendiskriminasikan ayah. Ia memebenamkan tubuhnya kedalam selimut dan
tertidur untuk beberapa saat.
Sorenya Andrian terbangun, masih dengan seragam
sekolahnya. Ia turun ke bawah dan menyeruput teh hangat yang selalu tersedia di
meja makan. Pikirannya menerawang antara perceraian orang tuanya dan Arra gadis
manis yang baru ia kenal. Ia duduk disalah satu bangku meja makannya.
J
“Adriaaaaaaaaaaaaaaaaaan! Ah sumpah aku malu berat
tadi, coba kamu ngerasain jadi aku”, ujar Arra manja sambil memukul punggu
Adrian cukup keras.
“Sayangnya gue gak mau ngerasain jadi lo”, ucap
Adrian santai.
“Huh”
“Idih, Arra ngambek”
“Apa? Aaaaaaa Adriaan jeleeek !”
“Emang gue jelek, sapa bilang ganteng?”
“Nggak ada
tuh”
“Yaudah”
“Kok jadi kamu yang ngambek si An?”
“Sapa yang ngambek?”,ujar Adrian sambil mencubit
pipi Arra.
Arra cengir kuda, reflex ia menjitak kepala Adrian
yang bulat itu. untuk malam ini, lagi-lagi mereka melwati berdua lagi
J
#Bertemu Edgar
lagi
“Annnnnn aku cantik nggak?”,ujar Arra sambil memutar
tubuhnya 360 derajat.
“Nggak”,jawab Adrian datar tanpa ekspresi. Jitakan
maut pun mendarat di kepalanya.
“Iyadeh lo cantik”,ujar Adrian akhirnya, ia memang
mengakui bahwa hari ini Arra terlihat sangat cantik.
“Asik, makasi Adrian, berangkat yuk”,ajak Arra.
Adrian tak bergeming. Matanya menatap lurus ke arah
sepeda yang diparkir di depan rumah Arra.
“An, kok bengong? Ayok berangkat”
“Em, lo nggak malu kan? Berangkat naek sepeda?”
Mendengar pertanyaan Adrian, Arra tertawa
terbahak-bahak.
“Ya enggak lah An, ngapain malu, sekarang kan lagi
jaman kemana-mana naik sepeda, lagian aku enggak terlalu suka kalo di boncengin
pake motor apalagi mobil”
Adrian tersenyum, ia segera menarik tubuh Arra
keluar dan menyuruh Arra untuk naik ke tempat bonceng.
15 menit kemudian mereka sampai, gedung sekolah
mereka sudah ramai dengan mobil yang berjejer dihalaman depan SMA Bina Bangsa.
Arra berjalan beriringan dengan Adrian memasuki gedung sekolah itu, dari sekian
banyak orang yang datang, ada salah satu gerombolan yang Arra tidak kenal siapa
mereka, tapi di dalamnya ada seseorang yang pernah mengisi lubuk hatinya.
Edgar.
SMA Bina Bangsa adalah salah satu SMA terkenal di
Ibu Kota tercinta, tak heran jika banyak anak-anak dari sekolah lain yang
datang ke acara ulang tahun SMA Bina Bangsa. Contoh saja SMU Pertiwi, SMU ini
tidak jauh beda dari SMA Harapan, hanya saja SMA Harapan lebih unggul sedikit
dibanding SMU Pertiwi, penampilansiwanya juga sama-sama keren.
“BRUK”
Seseorang telah menabrak Adrian yang sedang membawa
novel yang barusan dipinjamnya dari Widya. Tanpa meminta maaf dan malah menatap
tajam ke arah Adrian, laki-laki itu meninggalkan Adrian yang membungkuk
bergegas mengambil novel. Ia biarkan orang itu pergi, ia tidak membutuhkan
permintaan maaf itu, yang ia butuhkan hanya melihatnya pergi dan bahkan mati.
Ya, dia Edgar.
“Woy An, ada Edgar!”,ucap Arra ketika ia menjauh
dari gerombolan teman-teman perempuannya.
“Iya, lo nggak liat tadi? Gue di tabrak, sumpah deh
gue pengen banget ngehajar dia!”,sahut Adrian bersemangat.
“Ngapain coba dia kesini, pede banget”
“Ah tau ah, udah yuk ngapain mikirin Edgar, makan
yuk, laper gue”
Arra menangguk lalu berjalan beriningan menuju
tempat prasmanan.
Sambil makan, mereka menyaksikan performance dari
bintang tamu dan siswa-siswa lain yang mengisi acara pentas seni ulang tahun
SMA Bina Bangsa. Lagi-lagi tanpa disadari ada yang memperhatikan mereka dari
belakang, bukan Andrian. Melainkan Edgar, lagi lagi Edgar.
J
5 tahun berlalu, sejak putusnya Arra dan Edgar,
keduanya tidak pernah lagi berkomunikasi. Bahkan saat bertemu di acara ulang
tahun sekolah Arra kali ini, mereka seperti orang tidak kenal. Ya, pura-pura
tidak kenal. Edgar masih sama seperti dulu, wajahnya yang jelek masih menyertai
dan rambut cepak miliknya masih bertengger di kepalanya.
“Sayang, kok kamu liatin dua orang itu terus? Siapa
mereka?”,tanya Elen pacar baru Edgar.
Edgar kaget merasa kepergok, ia menjawab dengan
gugup, “Em- ah masa? Enggak, aku lagi ngeliatin bintang tamunya kok, lagian aku
juga nggak kenal siapa mereka”
Elen mangut-mangut mengerti matanya ikut-ikutan
sibuk menatap dua orang itu, ia merasa ada yang aneh pada Edgar.
“Len, gue ke kamar mandi dulu ya, lo tunggu sini,
bentar kok”,ijin Edgar kepada Elen.
Elen hanya menangguk.
“Shit, kenapa sih gue mesti cemburu liat Arra sama
Adrian deket, sadar Gar udah lima tahun sejak lo nyelingkuhin Arra, sejak lo
nyakitin Arra, lo sama sekali nggak bisa ngelupain dia, sorry Ra hari itu gue
nggak bisa boongin perasaan gue, kalo gue sayang sama lo dan sayang sama Tetta,
gue gak abis pikir bisa jadi kaya gini, ternyata gue masih nyimpen perasaan
sayang sama lo”,ujar Edgar pelan di dalam kamar mandi.
“Gue khilaf, ternyata sakit juga boongin hati, sadar
Gar, udah terlalu banyak cewe yang lo sakitin, dulu Arra, sekarang
Elen?”,lanjutnya.
Setelah itu, Egar terdiam tidak bergeming. Sampai
acara pesta selesai, ia masih di dalam kamar mandi, dan sampai sekolah itu
kosong. Edgar tidak kunjung kembali ke tempat semula, ia tertidur. Tertidur
dengan pulas dan memimpikan seorang yang bernama Arra. “Arra, gue sayang
lo”,igaunya.
Esoknya, Elen sibuk mencari keberadaan Edgar,
handphonenya tidak aktif, ia menghubungi rumah Edgar juga tidak ada yang
mengangkat, keluarga Edgar sedang pergi ke Australia. Ia juga tidak tahu nomor
orang tua Edgar, ia sangat khawatir. Lebih dari khawatir, ia takut Edgar tidak
kembali.
J
“Ceklek”
Adrian terhenyak saat mendapati ada seseorang yang
tertidur pulas di lantai kamar mandi SMA Harapan. Memandangnya dengan sekilas,
ia langsung tahu bahwa orang itu Edgar. Ia sangat heran mengapa Edgar bisa
tertidur di dalam kamar mandi ini. Adrian membangunkannya,
mengguncang-guncangkan tubuhnya dan mengeluarkan minyak kayu putih yang biasa
ia bawa dari dalam kantong celana SMAnya. Beberapa menit kemudan, Edgar sadar.
Di sampinya telah ada Adrian dan Arra yang berawajah khawatir, sehabis melihat
Edgar tertidur, Adrian langsung menghubungi Arra yang merupakan pengurus PMR
untuk menemuinya di kamar mandi laki-laki. Arra terpaksa masuk, untung tidak
ada anak laki-laki lain selain Adrian dan Edgar.
Samar-samar Edgar berkata, “Arra, Ra gue, lo kok …”
Arra memotong pertanyaan Edgar, “Kamu kemarin
ketiduran disini, liat baju kamu, itu kan yang di pake ke acara ulang tahun SMA
untung aja Adrian nemuin kamu”
“Edgar tidak menggubris pernyataan Arra, ia berkata
lagi, “Ra gue, gue masih sayang sama lo, ternyata gue nggak bisa hidup tanpa
lo”
Arra terhenyak, bukan hanya Arra, Adrian juga.
Mereka berdua saling berpandangan lalu tertawa terbahak-bahak.
“Gar, mendingan lo balik deh sekarang, nggak usah
pake acara ngarang kalo lo masih sayang sama Arra”, ujar Adrian.
“Serius An, gue nggak lagi ngarang, gue masih sayang
sama Arra, terlepas dari sifat gue yang kadang bosenan sama cewe, gue nggak
pernah bosen sama Arra, dia beda dari cewe laen, cuma aja dia nggak bisa di
ajak jalan kayak cewe cewe yang lain, tapi An, gue sayang sama dia, apa lo udah
jadian sama Arra?”
Lagi-lagi Arra dan Adrian berpandangan.
“Gue nggak butuh deh penjelasan lo Gar, sekarang
mending lo balik atau enggak kita berdua ninggalin lo disini”,ucap Arra tegas
menggunakan bahasa betawinya.
“Gue bakal pergi dari sini asal lo cium gue dulu,
dan gue nggak bakal ganggu lo lagi”,sahut Edgar.
Arra dan Adrian tertawa lebih keras dan mereka
memilih untuk meninggalkan Edgar, di ambang pintu masuk kamar mandi laki-laki
Adrian berkata, “Silakan lo ganggu Arra, sepuasnya juga boleh, tapi asal lo
tau, selama lo gangguin Arra, urusanya ada sama gue, camkan tuh!”
Saat mendengar itu, muka Arra bersemu merah.
J
Sore ini Arra dan Edgar duduk termangu di taman
rumah Arra. Ia kesal meladeni Edgar.
“Ngapain kamu ke sini? Mana Elen, nggak
dibawa?”,tanya Arra sinis.
“Ra, dengerin gue dulu, gue mau ngomong to the point
sama lo”,potong Edgar.
Arra hanya menangguk, tapi itu bisa menandakan bahwa
sekarang, Edgar bisa memulai pembicaraannya.
“Ra, gue kesini mau ngajak lo balikan, gue yakin lo
masih sayang sama gue”
Mendengar pernyataan Edgar, Arra tertawa
terbahak-bahak.
“Lucu Gar, kamu lucu banget, sumpah deh kamu pede
banget, eh asal kamu tau ya, aku udah sayang sama seseorang, dan yang jelas itu
bukan kamu”
Mendengar itu Edgar memasang muka masam dan pergi
tanpa pamit kepada Arra. Arra sama sekali tidak mempersalahkannya, ia segera
masuk ke rumah dan mengunci diri di kamar. Mendengarkan lagu-lagu dari Sheilla
on 7 sampai tertidur pulas.
#Andrian, selamat
ulang tahun …
Hari masih pagi, sekolah masi sepi apalagi kelas
Arra. Hanya ada segelintir manusia yang sudah berangkat, iseng-iseng ia melihat
buku riwayat siswa yang ada di dalam lemari kelasnya. Ia membuka satu persatu
sampai akhirnya ia menemukan buku riwayat Andrian. Matanya membelalak saat
mengetahui bahwa hari ulang tahunnya adalah hari ini. Bergegas ia mengumumkan
kepada temannya yang sudah datang yang baru datang. Rencanya, Arra akan
mendiamkan Andrian sampai bel usai pelajaran dan menggebyur dengan adonan
adonan yang tidak lazim saat pulang sekolah nanti. Teman-teman pun setuju,
mereka sangat antusias. Apalagi Adrian, ia sangat senang jika ditugaskan untuk
mengerjai orang yang sedang berulang tahun.
Saat Andrian datang, semuanya terlihat sibuk dengan
kegiatan masing-masing. Tidak ada lagi Arra yang biasa menyapanya saat ia
datang. Wajah mereka juga terlihat marah. Andrian berusaha mengajak bicara
teman sebangkunya tetapi sama sekali tidak di gubris. Teman sebangkunya malah
meninggalkan Andrian saat ia sedang berbicara. Sungguh mengsalkan. Pikirnya.
Andrian tidak ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya, hari harinya
sudah terkontaminasi oleh masalah orang tua dan kegiatan kepengurusan OSIS.
Istirahat, Andrian mengajak Arra dan Adrian pergi ke
canteen bersama, tapi keduanya
langsung melengos dan berjalan berdua menuju canteen. Andrian mendengus. Ia tidak tahu maksud dari semua ini.
Akhirnya bel sekolah berbunyi, sang ketua kelas
berkata dengan sinis pada Andrian bahwa anak-anak kelas 9-1 diwajibkan kumpul
di lapangan basket. Andrian percaya-percaya saja. Saat ia sampai, Arra langsung
menyiramnya dengan air. Adrian dengan tepung dan sebagian anak lainnya dengan
telur, ada juga air got yang di ambil dari comberan, sungguh jorok. Ekspresi
Andrian yang tadinya marah berubah menjadi senang saat ingat bahwa ini adalah
hari ulang tahunnya. Setengah jam mereka mengerjai Andrian tanpa henti dan
terakhir, anak anak kelas 9-1 mengucapkan selamat ulang tahun kepada Andrian.
Satu satu menyalami. Iseng-iseng ia bertanya kepada temannya, siapa yang
merencanakan ini semua, ketika jawaban atas semuanya adalah Arra. Andrian
tersenyum simpul dan berlari ke arah gerbang, meninggalkan kotoran yang ada di
lapangan basket. “Aku sayang kamu Ra”, ucapnya dalam hati.
Andrian pulang ke rumah dengan baju yang kotor dan
kepala yang di lumuri adonan. Rumah kosong, sepi. Seandainya ada mamanya
disini, ia ingin sekali pamer penampilannya dan bercerita banyak tentang Arra.
Tapi kenyataanya berbeda, dirumah yang ada hanya Bik Nah yang sedang memasak
dan suara burung beo dari halaman belakang. Burung beo kepunyaan ayah, yang
sudah lama tidak diurus. Sehingga Andrian terpaksa untuk mengurusnya. Setelah
membersihkan tubuhnya, ia berjalan ke arah kamar dan merebahkan tubuhnya ke
kasur. Ia menerawang, mengingat kejadian saat ia duduk di kelas 4 sd, mamanya
sering mengajak ia jalan-jalan dan mendengarkan semua keluh kesah dari Andrian.
Dulu, saat Andrian berulang tahun sering kali mamanya membuakan kue tart dan
mengundang teman-teman sekelas Andrian ke rumah untuk merayakan hari ulang
tahun. Itu dulu, sekarang berbeda. Perlahan Andrian yang tegar, mulai menitikan
air matanya. Air matanya keluar lagi sejak terakhir ia menangis saat mamanya
bergegas untuk meninggalkan Andrian ke rumah orang tuanya yang ada di Bandung.
#mengingat
Karenina.
4 tahun berlalu sejak Adrian mengenal Karenina, ia
kembali mengingat gadis cantik itu. Kemarin sore, ia menemukan selembar foto
yang merupakan foto wajah mereka berdua. Karenina tersenyum dan Adrian
menunjukan muka konyolnya. Sebenarnya, sejak kejadian 4 tahun lalu. Adrian
belum bisa melupakan Karenina, ia hanya pura-pura bisa melupakannya. Karenina
sekarang bersekolah di Universitas Tokyo, Jepang. Ia mengambil jurusan sastra
jepang. Saat SMA sekolah mereka juga berbeda.
J
“Abang enggak tau perasaan Arra gimana”,jelas Arra
saat sedang berbagi cerita dengan Abangnya.
“Abang tau Ra, abang juga pernah ngerasain jadi
kamu, cinta bertepuk sebelah tangan kan? Atau mungkin cinta segitiga?”
“Sama aja Bang”
“Memang Karenina ada dimana sekarang?”
“Di Tokyo, dia kuliah”
“Adrian? Masih inget sama dia? hebat”
“Iya, dia sayang banget sama Kak Ina”
“Begitu juga kamu, kamu sayang banget sama Adrian
kan?”
Arra hanya mengangguk.
“Jadi, kalo kamu sayang sama Adrian, kamu juga harus
nerima dong dia sayang sama Karenina, cinta itu gak harus memiliki dan cinta
itu butuh pengorbanan, Abang yakin ada seseorang yang lebih baik dari Adrian
atau mungkin Adrian yang nantinya jadi jodoh kamu. Abang berani jamin”
Arra tersenyum mendengar nasihat Abangnya. Setelah
itu ia ngalor-ngidul bercerita tentang kejadian yang ada disekolahnya hari ini.
Termasuk bercerita tentang Andrian.
J
Di dalam rumah, Andrian tengah sibuk menjalankan
adobe photoshopnya. Ia sangat jago akan hal itu. Tidak heran, ia sempat
mengikuti les desain grafis saat ia duduk di kelas 1 SMA sampai 2 SMA.
Selain pandai ber-photoshop, ia juga ahli dalam memotret. Dikamarnya tergeletak
kamera DSLR dan lembaran foto yang ditaruh dengan cara acak-acakan. Andrian
ini, ia termasuk dalam kategori lelaki tampan. Sudah banyak teman
seangkatan-adik kelas ataupun kakak kelas yang mendekatinya tapi tidak ada satu
pun yang menggunggahnya, sampai ia bertemu dengan seorang gadis cantik bernama
Arra. Disekolah, ia merupakan pengurus osis. Jabatanya juga lumayan bergengsi,
Wakil Ketua 2.
J
Karenina terpaku mendapati, sebuah e-mail yang
bertuliskan. “Happy Birthday, Kak Ina” yang dikirim oleh Adrian. Ia kaget, 4
tahun berlalu sejak Adrian menembak-dan ditolak, ia masih ingat hari ulang
tahun Karenina. Sangat luar biasa. Karenina sama sekali tidak membalasnya.
Malas. Begitu pikirnya.
Butiran hujan membasahi jendela yang berada depat di
depan wajah Karenina. Ia memperhatikan keadaan diluar,dilihatnya hujan yang
semakin deras dan butiran air hujan yang semakin banyak. Mengingatkan kepada
kekasih lamanya. Luqi Mahardika. 4 tahun berlalu sejak putusnya Karenina dan
Luqi, mereka berdua terlihat tidak saling kenal,acuh tak acuh dan mengejek satu
sama lain. Karenina, sebelum Adrian mengenalnya,sebelum Adrian mengetahui bahwa
ia adalah seorang playgirl. Setiap
bulan memang, pacar Karenina selalu berubah. Dan kalau di lihat,semuanya
tampan. Andai mereka-semua mantan-dan pacar Karenina yang sekarang tahu bahwa
mereka hanya dijadikan pelampiasan,betapa sakitnya hati mereka. Ya, Karenina
masih belum bisa melupakan Luqi. Tiket bioskop terakhir yang ia tonton bersama
Luqi masih tersimpan rapi di dalam arlojinya. Sebelum kecelakaan itu
terjadi,sebelum semuanya terlambat. Dan sebelum Karenina menyadari bahwa ia
sangat menyangi Luqi.
#Dan
Dan, dan bila esok, datang kembali
Seperti sedia kala kau bisa bercanda dan
Perlahan kau pun lupakan aku
Mimpi burukmu dimana tlah ku tancapkan duri tajam
Kau pun menangis
Menangis sedih
Maafkan aku
Dan, bukan maksudku, bukan inginku
Melukaimu, sadarkah kau disini pun ku terluka
Melupakanmu, menepikanmu, maafkan aku
Lupakanlah saja diriku, bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala
Caci maki saja diriku, bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala
Arra mendengarkan lagu itu berulang-ulang.
Benar-benar bisa melukiskan hatinya. Ya, sejak kejadian
Adrian-mengingat-Karenina, waktu Adrian bersama Arra jadi semakin sedikit.
Adrian selalu sibuk mencari informasi tentang Karenina. Ia bahkan sedang sibuk
mencari alamat rumah Karenina di Jepang. Kebetulan, Adit, sepupu Adrian yang
merupakan seorang komikus yang di rekomendasikan oleh tempat lesnya sedang tinggal
di Jepang. Saat liburan nanti, Adrian sudah berencana akan pergi ke tempat
Adit. Kadang-kadang butiran air mata Arra yang indah jatuh ke bumi. Ia kini
duduk sendirian di pekarangan, tidak ada lagi Adrian yang dulu selalu
menemaninya. Tidak ada lagi Adrian yang gemar mengajaknya melihat bintang. Arra
menangis, menangis tanpa suara. Mungkin ini saatnya, Adrian beranjak dewasa dan
mulai melupakan sahabat kecilnya. Adrian sekarang, hanyalah Adrian yang sibuk
dengan bandnya, sibuk mecari informasi tentang Karenina. Sangat membosankan.
#sesi pemotretan
dan motor satria fu merah
Andrian mengambil kamera DSLRnya dan berjalan dengan
gontai menuju garasi dan mengambil motor. Sangat malas baginya. Karena hari ini
ada sesi pemotretan yang dilakukan di taman bunga. Berjam-jam sesi pemotretan
berjalan. Sampai jam 4 sore, akhirnya sesi pemotretan berakhir dengan sukses. Andrian
menerima honor. Ia melihatnya, cukup banyak. Ia segera pulang, kebetulan saat
itu ia melewati sekolah. Ia memperlambat motornya kala melihat Arra sedang
berjalan kaki. Arra kaget saat mendapati Adrian tengah berdiri di depannya
dengan motor satria fu warna merah disampingnya.
“Lo baru pulang Ra?”,tanya Andrian.
“Iya, kamu ngapain disini An?”, sahut Arra sambil
mengikat tali sepatunya yang terlepas.
“Gue kebetulan lewat, mau gue anterin pulang ga?”
“Aku gamau pulang An, dirumah sepi, nggak ada orang”
“Terus sekarang lo mau kemana?”
“Gue mau ke perpustakaan, mau pinjem novel”
Adrian melirik jam tanganya, sudah pukul setengah 6.
“Ngapain? Lo minem novel di tempat gue aja, lo boleh
maen ke tempat gue, sampe besok juga boleh, dirumah gue enggak ada orang,
paling Cuma pembantu gue”, tawar Adrian bersemangat.
Arra langsung menyetujui usul Andrian. Ia segera
menaiki tempat bonceng motor Andrian.
Tidak sampai 15 menit, mereka berdua sudah sampai
dirumah yang asri. Tidak terlalu besar, berkesan sederhana dan bersih. Arra dan
Andrian turun dari motor. Andrian membuka pintu rumah ini dengan kunci yang
digantung bersamaan dengan kunci motor.
“Pembantu gue enggak ada, dia pulang kalo udah jam
segini, jadi gue bawa kunci sendiri”,ujar Andrian tiba-tiba.
Arra berpikir, orang tua Andrian? Kemana mereka?
Arra ingin menanyakan tetapi tidak enak, barangkali orang tua Andrian sudah
cerai atau mungkin meninggal?
“Heh! Kok bengong, nanti kesambet setan lho”,goda
Andrian sambil tertawa.
Arra tersenyum pilon. Mereka berdua segera masuk ke
dalam rumah., ketika pintu rumah sudah terbuka. Andrian menyuruh Arra duduk
diruang tamu dan meletakan kamera DSLRnya di meja ruang tamu. Arra melihatnya,
dari kelas 3 sd ia ingin sekali mempunyai kamera itu, ingin sekali berbakat
menjadi photographer. Tapi apa daya, bakatnya bukan disitu. Beberapa menit
kemudian, Andrian muncul dengan menggunakan kaos oblong dan celana pendek
sedengkul.
“Kamu photographer ya An?”, tanya Arra iseng.
Andrian mengangguk, lalu tersenyum.
Suasana hening. Arra tidak suka dengan suasa ini.
Hening-hening dan hening. Tiba-tiba Andrian memecah kesunyian.
“Orang tua gue lagi ngajuin proses perceraian,
mereka berdua sekarang tinggal dirumah orang tua masing-masing, jadi gue
tinggal sendirian disini”,jelas Andrian meskipun Arra tidak menanyainya.
Arra mangut-mangut
sambil tersenyum.
Sumpah
Ra, senyum lo manis banget, bikin gue gemes sama lo, andai aja lo tau, gue udah
sayang sama lo Ra, lo yang bikin hidup gue berwarna, bukan lagi monoton kaya
dulu
“Udah ngerjain PR Kimia belum? Daritadi aku berkutat
di perpustakaan nyari buku Kimia yang oke tapi gak ketemu”
“Udah,mau gue ajarin ga?”
Arra tersenyum kegirangan,”Boleh An?”
Andrian mengangguk sambil tersenyum.
Lalu Arra segera mengeluarkan buku kimia yang ia
taruh di dalam tas.
Beberapa menit kemudian mereka larut dalam
kesenyunian,yang ada hanya suara bolpoin yang jatuh dari meja dan suara Andrian
yang pelan saat mengajarkan Arra tentang PR Kimia.
Setelah PR Kimianya selesai, Arra diajak Andrian
untuk melihat-lihat novel yang ada di perpustkaan keluarganya.
#pembagian rapor
semester I
6 bulan berlalu sejak Adrian melupakan Arra. Waktu
terasa begitu cepat, sekarang mereka sudah berada di ambang pintu semester
kedua. Sehari sebelum pembagian rapor, Adrian sudah terbang ke Jepang untuk
bertemu dengan Karenina,ia sudah izin kepada Adit tentang memberi tumpangan
tempat tidur. Tentu saja dengan orang tuanya,ia sudah meminta izin dari jauh
hari sebelum pembagian rapor.
Sedangkan Arra memilih untuk berangkat ke sekolah
karena sekolah mereka sedang gencar mempersiapkan lomba mading yang akan
diperlihatkan hari Minggu esok. Sekarang sudah hari Sabtu, berarti tinggal 1
hari lagi pelaksanaan lomba. Ia kini tengah sibuk memilih tema untuk mading
sekolahnya.
Beda lagi dengan Andrian,ia sibuk dengan klub desain
grafisnya,selain jago photoshop ia juga mahir dalam menjalankan corel draw.
Sekarang klubnya sedang kebanjiran pesanan,ada yang memesan
jumper,jaket,sweeter,kaos dan sebagainya. Klub desain grafis memang membuka
usaha ini sejak para anggota masi duduk di kelas 2.
J
Masih dengan wajah kusut Arra membuka bungkus
jajannya dengan gontai. Seseorang dari belakang yang tidak lain adalah
Nina,sahabat Arra mendorong tubuh Arra kedepan sehingga membuatnya seperti mau
jatuh.
“Woy, Na ngagetin aja kamu”,ujar Arra sambil
mengahbiskan sisa jajanannya.
“Hahaha, sorry Ra, mana Adrian?”,tanya Nina membuat
Arra kaget.
Arra sekilas tersenyum lalu menggeleng, menandakan
bahwa ia tidak tahu tentang keberadaan mantan
sahabat kecilnya itu.
“Dia ke Jepang ya? Aku tau kamu tau Ra,tapi kamu gak
mau bilang ke aku karna nanti malah bikin kamu tambah sedih,iya kan?”
Mendengar pernyataan Nina, air mata Arra seketika
jatuh. Ia tidak dapat membendungnya,ia tidak dapat membohongi perasaannya bahwa
ia sangat rindu kepada sahabat masa kecilnya. Rindu dalam dekapan hangatnya.
Dan sebuah kecupan yang pernah didaratkan Adrian di keningnya saat mereka kelas
7. Nina menatapnya iba,ia menyandarkan kepala Arra kebahunya. Membiarkan Arra
menangis sejadi-jadinya. Dan berharap, ini hari terakhir Arra menangis karena
Adrian.
Beberapa menit kemudian setelah tangis Arra mereda.
Nina mengajaknya ke perpustakaan, tempat favorite mereka berdua. Ya, Nina dan
Arra memang dekat, tapi kedeketannya tidak bisa melawan kedekatan Arra dengan
Adrian dulu.
J
Jam 12.00. Batas pengambilan rapor sudah
selesai,tapi orang tua Andrian tidak kunjung datang. Ayah maupun ibunya tidak
satu pun yang terlihat. Ia mulai gelisah,lalu ia mencoba mengajak Wali Kelasnya
berkompromi agar rapor boleh diambil sendiri tanpa wali. Tapi usahnya sia-sia.
Akhirnya ia pulang tanpa membawa rapor. Ia berencana meminta tentangganya untuk
mengambil rapor.
Sesampainya dirumah, ia kaget setengah mati.
Beberapa barang mahal seperti guci dan hiasan kaca lainnya pecah. Ya, kedua
orang paruh baya itu kembali kerumah dan ribut di dalam rumah yang agak besar.
Andrian panas melihatnya, ia membanting guci paling besar ke tengah ruang tamu.
Ia berteriak sangat keras. “GUE TAU LO BERDUA LAGI DALEM PROSES PERCERAIAN TAPI
GA GINI JUGA CARANYA, GUE UDAH MINTA DARI SALAH SATU KALIAN BUAT DATENG NGAMBIL
RAPOR,TAPI APA? YANG ADA CUMA ANGIN LEWAT! GAK ADA KAN KALIAN YANG DATENG, GUE
KIRA KALIAN LAGI SIBUK SAMA PEKERJAAN MASING-MASING,TAUNYA KALIAN LAGI
BERANTEM?ORANG TUA MACEM APA SIH KALIAN?”
Mendengar pernyataan Andrian,orangtuanya segera
menghentikan keributan. Ayah Andrian hampir saja menamparnya jika tidak di
halau oleh Reza,Abangnya yang saat itu melewati ruang tamu selesai kuliah.
Bebeda dengan Ibu Andrian,ia menatap iba ke arah dua lelaki yang kian beranjak
dewasa. Dengan merasa bersalah Ibu Andrian segera pergi ke sekolah Andrian
menggunakan motor yang terpakir tidak rapi disudut garasi.
J
#kembali untuk
Arra.
“Dit,ayo dong anterin gue ke alamat ini”,ujar Adrian
memelas sambil menaruh secarik kertas yang berisi alamat rumah Karenina ke meja
kerja Adit. Adit melengos ke arah Adrian. “An,satu jam lagi gambar gue
selesai,lo boleh deh jalan-jalan dulu,daripada berisik kaya gini,kalo lo
kesasar,telepon gue aja”,ucap Adit akhirnya. Wajah Adrian merengut,ia hanya
mengangguk dan menjalankan usul Adit. Tidak sampai beberapa menit ia sudah
berada diluar rumah. Sambil berjalan ia memperhatikan sekelilingnya, banyak
kelopak bunga sakura yang berjatuhan dari pohonnya,aih tiba-tiba ia teringat
oleh Arra. Arra dulu sangat senang melihat bunga sakura,ya meski hanya lewat TV
maupun majalah,ia sering memperlihatkannya kepada Adrian. Sekarang Adrian
melihatnya langsung,ingin sekali ia membawa setangkai bunga sakura untuk Arra,tapi
…
“BRUK”
Karena asik melamun Adrian menabrak seorang
perempuan yang tengah membawa plastik belanjaan,kalau dilihat umurnya sekitar
30-40. Adrian mengucapkan maaf berulang-ulang dengan menggunakan bahasa jepang,kebetulan
ia pernah mengikuti kursus bahasa jepang di bilangan Jakarta Pusat.
Wanita itu tersenyum. “Tidak apa-apa,maukah kamu
ikut kerumahku?”,ujarnya ramah tentu saja menggunakan bahasa jepang.
Adrian menyiritkan dahinya,lalu melirik ke jam
tangan. Masi sekitar setengah jam lagi pekerjaan Adit akan selesai,masi terlalu
lama. Akhirnya ia menyanggupi usulan wanita itu. Mereka berdua jalan
beriringan,tanpa sepatah kata yang keluar dari mulut masing-masing. 15 menit
kemudian mereka telah sampai dirumah yang lumayan besar. Perlahan Adrian ragu
untuk memasukinya,tapi melihat kebaikan wanita itu ia pun mulai menginjak
lantai rumah itu.
“Non tadi saya bertemu dengan lelaki ini,sepertinya
ia tersesat,wajahnya bukan seperti orang Jepang”,ujar wanita paruh-baya itu
kepada majikannya. Majikan itu menyiritkan dahi dan bergegas ke ruang
tamu,tempat dimana lelaki itu berada.
Sekilas saat pertama kali melihat
wanita-yang-berbeda dari wanita paruh-baya itu Adrian tidak mengenalinya.
Tetapi lama-lama ia mulai mengingat wajah itu. Yaaaa,diaaaaa…
“Kamu? Karenina?”,ujar Adrian setengah tidak
percaya.
“Kamu siapa?”,wanita yang ternyata Karenina itu
heran.
“Gue Adrian, lo inget?”
Karenina sedikit berpikir,tepatnya pura-pura
berpikir karena ia memang sudah ingat dan bahkan sudah tahu dari pertama bahwa
lelaki yang ada di depannya adalah Adrian. Lelaki yang mengejarnya lebih dari 4
tahun.
“Adrian? Siapa? Aku nggak kenal”
Wajah Adrian yang tadinya senang berubah menjadi
muram.
“Gue Adrian,cowo yang ngejar-ngejar lo selama 4
tahun lebih,cowo yang selalu bayarin lo karokean, cowo yang selalu setia sama
lo sampe sekarang”
Karenina terdiam. Ia merasa tidak enak,sepertinya ia
masih tidak percaya bahwa Adrian sampai mengejarnya ke Jepang. Akhirnya ia
angkat bicara.
“Aku inget kamu, Adrian”
Adrian tersenyum.
“Tapi apa maksud kedatangan kamu?”
“Gue gak dateng sendiri, ibu-ibu tadi yang nyuruh
gue ikut kerumahnya,dan ternyata gue ketemu lo disini”
“Terus kamu ngapain ke Jepang?”
“Gue pengen ketemu lo Na, gue…”
Adrian tidak melanjutkan ucapannya.
“Kamu apa?”
“Sampe sekarang gue masih sayang sama lo,gue masih
berharap lo bisa jadi pacar gue”
Karenina tidak membalas ucapan Adrian,keduanya larut
dalam kesunyian.
“Tapi An, aku tau kamu sayang sama aku, tapi maaf
aku gak bisa terima kamu, gimana pun juga kamu lebih muda satu tahun denganku”
“Emang cinta pandang umur?”
“Iya aku tau definisi cinta kamu tuh kaya gitu, tapi
beda sama aku An, aku emang sayang sama kamu, tapi dari dulu aku cuma anggep
kamu sebagai adik kelas, nggak lebih”
“Tapi Na, gue sayang banget sama lo, apa lo nggak
tau itu semua?”
“Cukup An, aku mohon sekarang kamu nggak usah
ngejar-ngejar aku lagi, apalagi sampe nemuin aku disini, aku cuma nggak pengen
kamu sakit dan nggak pengen ngebuat seseorang yang sayang banget sama kamu jadi
sedih gara-gara kamu ngelakuin ini semua”
“Emang siapa?”
“Arra, satu hari sebelum aku pergi ke Jepang, dia
bilang kalo dia sayang banget sama kamu, dia sampe benci sama aku gara-gara
setiap dia ketemu kamu yang kamu bahas selalu tentang aku, apa kamu nggak sadar
yang kamu lakuin bikin hati orang sakit?”
Adrian kaget. Lututnya lemas,kepalanya pusing. Entah
apa yang dirasakan, ia merasa menyesal telah pergi ke Jepang, usahanya kali ini
sia-sia lagi. Ia juga merasa tidak enak hati kepada Arra. Dari dulu, ia tidak
pernah menyadari semuanya.
Setelah mendengar pernyataan dari Karenina, Adrian
merasa cukup jelas akhirnya ia pulang ke rumah Adit tanpa pamit kepada
Karenina.
Sesampainya dirumah Adit, Adrian segera memasukan
baju-bajunya kedalam koper sedang yang ia bawa dari Indonesia. Adit heran
melihatnya.
“Lo mau pulang sekarang? Lo belum ketemu sapa tuh Ka
Ka”
“Karenina”
“Iya, lo belum ketemu Karenina kan?”
“Gue gak perlu ketemu dia, mau gue buang jauh-jauh
kenangan gue sama dia”
“Tapi lo udah jauh-jauh kesini buat nemuin orang
yang lo sayang itu kan?”
“Sorry, orang yang gue sayang bukan Karenina tapi Arra”
Adit terbengong, ia kaget. Sebelum sempat ia mencegat
Adrian. Adrian sudah kabur dari pandangannya.
J
“Jadi gitu
Ra, ceritanya, sumpah deh gue hopples berat
kalo liat orang tua gue ribut dirumah”,ungkap Andrian kepada Arra saat mereka
memutuskan untuk bertemu di sebuah caffe yang
terletak di bilangan Jakarta Pusat.
Arra mangut-mangut mengerti.
“Yaudah, mendingan kamu enggak usah ikut campur
urusan mereka lagi, kalo kamu ikut campur nanti urusannya tambah runyam”,saran
Arra.
“Gue juga udah kaya gitu dari dulu kali Ra,tapi lama-lama
gue capek juga,kadang gak tahan, udah 6 bulan sejak nyokap gue ngajuin
perceraian,prosesnya gak selesai-selesai”
“Yaudah, kamu sabar aja, nikmatin aja hidup ini kalo
kamu lagi stress dateng kerumahku deh, pasti asik”
Andrian tersenyum,lagi-lagi ia dibuat senyum oleh
gadis mungil ini.
“An, kamu mau kuliah dimana?”,tanya Arra tiba-tiba.
Andrian menjawab dengan antusias, “Gue ya? Paling
gue di sini aja Ra, yang jelas gue mau ambil jurusan desain grafis, lo
sendiri?”
“Wah keren ya kamu, aku mau kuliah jurusan sastra
inggris”
“Oh gitu yah, eh gimana kabar si Adrian? Jarang
keliatan ya dia?”
Saat mendengar nama Adrian disebut, raut wajah Arra
berubah muram. Ia menggeleng, menandakan bahwa ia sama sekali tidak tahu
tentang kabar Adrian.
“Oh gitu, eh lo kok tertarik sama sastra inggris
sih?”,ujar Andrian mengganti topic pembicaraan saat melihat raut wajah Arra
yang berubah muram.
“Kenapa ya? Aku tertarik aja, kalo bisa jago bahasa
inggris kan keren, terus sekalian jalan-jalan ke luar negeri gitu, kebetulan
aku juga dapet beasiswa”
“Wah, lo dapet beasiswa? Gila, keren banget lo Ra”
Arra tersenyum simpul, “Ah enggak kok An, kerenan
kamu”
#Adrian, aku
sayang kamu.
Sekali lagi kenangan itu teringat.
Sekali lagi kenangan itu berkelebat dipikiran
Adrian.
Dan untuk pertama kali Adrian melihat seorang gadis
cantik sedang berdiri mematung.
Mematung menunggu Abangnya menjemput saat gadis
cantik itu datang kepesta ulang tahun temannya.
Adrian telah sampai Jakarta pada pukul 10 pagi tadi.
Ia sangat lega karena sudah melakukan hal yang ingin ia lakukan saat itu. Ya,
menjauh dan melupakan seorang gadis yang beranjak menjadi wanita dewasa itu,
siapa lagi kalau bukan Karenina. Sekarang, ia sedang bersantai di ruang
keluarganya, sibuk menggonta ganti channel sambil sesekali memperhatikan
handpone yang tergeletak disebelahnya. Tiba-tiba ia teringat akan perkarangan
yang dulu dijadikan tempat bersenda guraunya dengan Arra. Ia segera menuju
kesana, dan ia melihat sebuah pemandangan yang tidak mengenakan. Ia melihat
Arra, memang senang bisa bertemu dengan sahabat kecilnya itu. Tapi saat
mengetahui ada seseorang disebelah Arra,mukanya menjadi muram.
“Raa gue … gue balik Ra”,ujar Adrian dari belakang
tubuh mungil Arra. Arra menengok ke belakang,matanya membelalak,bulat seakan
mau copot. Mulutnya komat-kamit seakan benar-benar tidak percaya yang
dilihatnya sekarang benar-benar nyata.
“Ra, gue balik”,ulang Adrian meyakinkan Arra.
Reflex, Arra memeluk Adrian. Andrian merasa
terganggu dengan kehadiran Adrian yang datang secara tiba-tiba. Dengan kasar ia
menarik lengan Adrian menepiskan pelukan hangat yang sedang dilakukan oleh Arra
dan Adrian.
“Gue mau ngomong sama lo”,ujar Andrian sambil
menarik Adrian menjauh dari Arra.
“Mau ngomong apa lo,to the point aja”
“Arra sayang sama lo”
“Iya gue tau”
“Kalo lo tau kenapa lo tetep ngejar Karenina ke
Jepang?”
“Karna dari situ gue bisa tau semuanya An”
“Bisa tau semuanya gimana?”
“Dihari gue dateng kerumah Karenina secara gak
sengaja, Karenina jelasin semuanya, dan dia bilang kalo Arra sayang sama gue”
“Terus lo sekarang mau apa?”
“Gue mau minta maaf sama Arra”
“Minta maaf doang kata lo, emang bisa nyelesain
semuanya? Emang bisa ngobatin luka di hatinya Arra yang udah tumbuh
bertaun-taun? Lo pikirin An perasaannya Arra gimana”
“Andai gue tau An, andai Arra ngaku, gue juga nggak
bakal kaya gini, gue nggak bakal terus-terusan cerita tentang Karenina, dan
kalo dia nyegah gue mungkin gue nggak akan ke Jepang”
“Lo mau tau, kenapa dia nggak ngaku sama lo? nggak
nyegat lo waktu lo mau ke Jepang?”
Adrian mengangguk cepat.
“Sekali lagi, alesan itu karna dia sayang sama lo,
dia pengen ngeliat lo bahagia”
“Lo ngomong gitu, pasti ada alesan, lo bersikap gak
terima kaya gini pasti ada alesannya, ia kan An?”
“Iya, gue sayang sama sahabat kecil lo. Waktu
pertama kali gue masuk kelas, gue udah mulai sayang sama cewe ini. Tapi dia
terus-terusan nyebut nama lo, dan lo terus-terusan nyebut nama Karenina”
Arra melihat pembicaraan mereka yang sedikit serius,
setengah jam berlalu. Akhirnya ia menghampiri dua teman lelakinya yang berada
disudut pekarangan.
“Kok lama amat sih? Kalian ngapain? Adrian, kok kamu
bisa balik hari ini? Udah ketemu Kak Inna?”,tanya Arra pemasaran.
“Kita gak ngapa-ngapain kok Ra”,jawab Andrian cepat.
“Iya kita gak ngapa-ngapain, gue udah ketemu
Karenina kok”
“Yaudah balik yuk, main bertiga”
Mereka berdua menyanggupi usul Arra.
J
“Akhirnya kita bisa berdua lagi kaya dulu An”,ucap
Arra saat ia dan Adrian merebahkan tubuhnya ke pekarangan, Andrian sudah pulang
sejak jam 3 sore.
“Iya, maafin gue ya Ra, dulu gue sibuk sama dunia
sendiri sampe ngelupain sahabat kecil gue ini”,aku Adrian sambil megusap rambut
Arra.
Arra tersenyum, “Eh, gimana kemarin di Jepang? Kamu
liat pohon sakura nggak? Aku pengen ikut deh, tapi kamu pergi nggak pake pamit
sih, jadi … aaaaaaaa Adrian nyebelin!”
“Heh Arra jelek, gue nyesel pergi ke Jepang nggak
ngajak-ngajak lo abis disana lagi musim bunga sakura, sumpah deh bagus banget,
gue mau nyolong punya tetangganya si Adit, tapi takut di sidang”
“Hahaha masak ngambil bunga sampe disidang segala?
Nggak berlebihan tuh? ah nggak tau ah, Adrian jahat padahal kan kalo misalnya
kamu ngajak aku juga pasti boleh, apalagi kalo pergi sama kamu”
“Maaf ya Ra, lain kali kalo liburan gue ajak lo
kesana deh”
Arra mengangguk senang.
“An”
“Iya Ra?”
“Aku sayang kamu An”
“Ra… lo”
“Kamu udah tau semuanya kan? Nggak usah pura pura
nggak tau deh”
“Iya, aku tau dari Karenina”
“Aku yang nyuruh dia buat bilang ke kamu”
Adrian terperangah.
“Nggak usah heran gitu deh, yang tadi anggep aja
angin lalu aku Cuma pengen kamu tau, kalo aku sayang kamu, udah itu doang, aku
nggak pengen lebih, yang aku pengen kamu tetep jadi sahabat aku, dan balik kaya
dulu, kaya waktu pertama kali kenal, mau kan?”,pinta Arra.
Adrian tersenyum senang lalu mengangguk.
“Pasti gue mau Ra, gue kan sahabat lo yang paling
baik, udah baik ganteng lagi”
“Pede berat kamu An”
“Emang kenyataan kok, buktinya lo naksir sama gue?
Iya kan Ra?”
Muka Arra bersemu merah.
“Tuh kan mukanya meraah, Arra kalo mukanya merah
tambah jelek deh”,goda Adrian lagi.
“Adriaaan! Apaan si kamu, aku lempar pake sandal
lho”
“Ampuuuuuuuuun mbaaaaaa”
Aih malam itu terasa begitu menyenangkan bagi Arra
dan Adrian. Mereka tidak terlihat kaku lagi, melainkan memperlihatkan seberapa
kedekatan mereka sebagai seorang sahabat kecil.
#Makasi udah
bikin gue senyum hari ini Ra
3 bulan kemudian…
Setengah jam berlalu sejak Andrian dan Arra sepakat
untuk sekadar nongkrong bersama di café Arra tak kunjung datang. Andrian
berkali-kali melirik jam tangannya. Ia gelisah, sebenarnya ia ingin menanyakan
lewat sms, tapi ia tidak enak hati kepada Arra. Ia pun memilih sabar untuk
menunggu, sampai akhirnya Arra baru datang pada pukul 4 sore, lewat satu jam
Andrian mengunggu.
“Sorry An, sorry banget tadi gue abis nganterin adek
gue beli baju, sorry banget ya”,ujar Arra ngosngosan,mukanya merah karena
kepanasan,udara dil luar memang sangat panas.
Andrian tersenyum, “Ia nggak papa kok Ra, duduk deh,
lo mau pesen apa?”
“Makasih, pesenin apa aja deh, yang sama kaya kamu
juga boleh”,jawab Arra cepat.
Andrian segera memanggil pelayan dan memesan tutti fruit, es krim berlapis yang
ditaburi dengan buah-buahan kering.
Beberapa menit kemudian, pesanan mereka berdua
diantar.
“Abis ini mau kemana Ra? Nggak langsung pulang
kan?”,tanya Andrian sambil melahap tutti
frutinya yang hampir habis.
“Terserah kamu aja, yang jelas hari ini aku free, orang tuaku lagi pergi ke Bandung”
“Oke, abis ini lo temenin gue ke Dufan ya?”
Arra menyiritkan dahinya, “Dufan? Mau ngapain
disana?”
“Ya maen lah, gue udah lama nih nggak ke dufan”
“Emm… boleh juga sih, aku juga udah lama nggak kesana,
yuk sekarang keburu sore”
Andrian mengangguk senang, setelah itu mereka segera
keluar café dan menaiki motor Andrian.
“Ra, lo nggak keberatan kan gue minta temenin ke
Dufan?”,tanya Andrian sambil mengendalikan motornya.
“Enggaklah, aku juga bosen dirumah, enggak ada
kegiatan”,jawab Arra jujur.
“Oh oke, makasih ya Ra”
“Sama-sama An”
Setelah mereka terlibat omongan yang cukup banyak di
motor, akhirnya mereka sampai di Dufan. Andrian membli tiket di loket dan Arra
berdiri disebelahnya. Mirip sepasang kekasih. Namun sayang, hanya mirip,
kenyataannya tidak.
“Mau main apa dulu nih?”,tanya Arra.
“Apa ya? Eh tornado aja yuk, asik tuh”,jawab Andrian
bersemangat.
Mata Arra membelalak, “Aku nggak brani naik itu An,
pernah sekali nyoba aja abis itu langsung muntah-muntah”
“Emang kapan lo kaya gitu?”
“Waktu kelas 3 SMP”
“Udah lama kan? Kali aja sekarang beda, udah yuk
coba aja, ya Ra? Please, percaya deh sama gue, lo nggak bakal kenapa-kenapa,
lagian kan ada gue disini yang siap jagain lo”
Arra tersenyum, ia menangguk ragu-ragu, tapi itu
cukup memberi jawaban untuk Andrian bahwa mereka sekarang akan menaiki Tornado.
Saat tiba dipuncak, Arra menjerit keras sekali.
Bukan hanya dia, pengunjung yang lain pun ikut berteriak, mungkin karena takut.
Beda dengan Andrian, ia malah sibuk memperhatikan wajah Arra yang sedang
ketakutan, lucu sekali. Pikirnya.
Setelah mereka selesai ber-Tornado. Arra segera
menarik Andrian ketempat duduk yang ada di sana. Wajah Arra terlihat sangat
pucat tapi masih ada berkas kesenangan diwajahnya. “Gilak An, udah aku bilang
kan aku nggak kuat deh sama yang namanya naik Tornado”,jelas Arra sekali lagi.
“Haha, dasar, ia maaf ya lain kali gue gak bakal
ngajak lo naek Tornado lagi deh, lo istirahat aja dulu disini bentar yaa, gue
mau beli minum”
Arra menangguk cepat.
Tidak sampai 10 menit, Andrian telah kembali dengan
membawa dua botol air mineral dingin dan satu bingkus chikki berukuran besar.
Mereka memakannya berdua.
“Abis ini kita naik bilanglala, halilintar, arung
jeram, ke Istana Boneka dan bla blab la
… “,ucap Andrian di sela-sela kenikmatan mereka memakan chikki itu.
Arra hanya menangguk dan menghabiskan sisa-sisa
chikki tersebut.
Berjam-jam mereka bermain di Dufan, akhirnya mereka
pulang pada pukul 8 malam. Sebelum pulang, di dalam mobil Andrian berkata
kepada Arra. Bahwa dia…
“Gue sayang lo Ra, lebih dari seorang temen,
terlepas dari gue tau bahwa lo sayang sama Adrian mungkin gue bakal nembak lo
hari ini”, aku Andrian.
Arra kaget. Matanya membulat. Ia hampir tersedak
saat sedang minum air mineral yang masih tersisa.
“An, kamu… sejak kapan kamu sayang sama aku? Kenapa
kamu nggak bilang dari dulu?”,ujar Arra getir.
“Karna gue tau, lo nggak akan milih gue dan mau gue
tunggu sampe kapanpun lo bakal tetep milih Adrian kan?”
Arra menangguk sambil tersenyum, “Maaf ya An, aku
nggak bisa ngebales perasaan kamu, aku Cuma bisa nyakitin kamu, aku cerita
tentang Adrian tanpa tau perasaan kamu yang sebenernya, meskipun kita nggak
pacaran, tapi kita tetep bisa sahabatan kan?”
Kali ini Andrian menangguk lalu memberi senyuman
hangat kepada Arra, “Nggak apa-apa Ra, cukup gue bisa deket sama lo aja itu
udah bikin gue seneng, makasi ya hari ini udah ngeluangin waktu lo buat gue,
mungkin besok-besok kita nggak bakal kaya gini lagi, hari Rabu besok kita udah
ujian, dan mulai sibuk daftar kuliah, gue Cuma mohon sama lo ya Ra, abis ini lo
jangan lupain gue, jangan pernah lepas hubungan sama gue meskipun Cuma sebates
temen”
Arra mangut-mangut, “Iya An, aku janji nggak bakal
lupain kamu dan selalu hubungin kamu deh, kamu juga jangan lupain aku ya kalo
udah jadi photographer + ahli design”
Andrian tertawa manis sekali, “Eh udah sampe tuh,
sana turun entar dicariin bunda lo lagi”
“Oh iya, makasi ya An udah ajak aku jalan-jalan dan
nganterin aku sampe rumah, Bye An”,ucap Arra sambil berlari ke gerbang
rumahnya. Sebelum masuk, ia melambaikan tangan dan tersenym kepada Andrian.
#akhir SMA
Setelah berganti baju selesai pergi dengan Andrian,
ia segera menuju perkarangan dan merebahkan tubuhnya di rerumputan, memandang
langit terbentang luas yang bertabur bintang-bintang indah. Ia mencari
keberadaan Adrian, tapi nihil. Rumah Adrian juga sepertinya sangat sepi,
mungkin sedang dinner diluar. Pikirnya.
Sambil merebahkan tubuhnya ia mendengarkan music
kepunyaan Sheilla On 7 yang berjudul Dan, lagu kesukaannnya. Iseng-iseng ia
menuliskan syair-syair itu kedalam kertas yang kebetulan ia bawa dari dalam
rumah. Ada juga bagian yang menyimpang, ia menuliskan bahwa ia sangat mencintai
Adrian.
Aku sayang Adrian, entah sejak kapan aku punya
perasaan khusus ke kamu, kalo di inget kayaknya pas kamu ngasih aku boneka
panda. Malem itu, kamu bikin aku seneng banget. Kamu bikin aku ngerti kalo
cinta itu butuh pengorbanan dan cinta itu nggak harus memiliki. Itu yang aku
rasain ke kamu. Cinta bertepuk sebelah tangan. Kamu lagi ngapain sekarang An?
Rumah kamu kok sepi, padahal aku pengen banget bareng sama kamu male mini,
sebentar lagi kita ujian kayaknya nggak ada waktu buat kita mandang bintang
lagi disini. Kamu jadi ke Jepang? Ninggalin aku dan ngejar cita-cita kamu
disana? Kali ini bukan buat ketemu Kak Inna lagi kan? kamu mau bikin debut
komik kaya sepupu kamu kan? Aku takut kalo disana kamu jadi deket lagi sama Kak
Inna, aku takut di lupain lagi sama kamu.
Kiranya itu yang di tuliskan Arra pada selembar
kertas. Ia melirik jam di handphonenya, sudah lewat pukul 10. Ia bergegas
kembali ke dalam rumah dan melupakan kertas yang ketinggalan di perkarangan.
Berhari-hari kertas itu tertinggal, kehujanan lalu kepanasan. Tidak ada yang
datang lagi ke perkarangan, baik Arra maupun Adrian. Keduanya sibuk belajar dan
mengikuti bimbingan belajar demi menunjang nilai. Sampai hari terakhir mereka
ujian, tidak ada lagi istilah memandang bintang di perkarangan.
J
Arra dan Adrian berlari melihat papan pengumuman
yang dipasang di beranda lapangan upacara, keduanya dan bahkan siswa-siswa lain
memasang muka bahagia saat melihat semua siswa SMA Bina Bangsa angkatan
2005/2006 dinyatakan LULUS dengan nilai yang memuaskan. Mereka berteriak-teriak
layaknya orang gila, satu sama lain saling menyemprotkan pilok ke arah baju
masing-masing, memberi tanda tangan di baju SMA mereka. Betapa bahagianya
mereka. Arra dan Adrian tidak mau kalah mereka berlarian menyusuri semua koridor
SMA Bina Bangsa untuk meminta tanda tangan masing-masing siswa, tidak peduli
mereka kenal atau tidak, yang penting harus mendapat 192 tanda tangan. Mereka
berlari bergandengan sambil menyanyikan sebuah lagu yang nadanya tidak jelas.
Setelah pengumuman, kedua orang itu semakin akrab dan mereka terlihat seperti
biasa lagi. Arra juga sudah lega karena ia mendapat beasiswa untuk kuliah
sastra Indonesia di salah satu universitas Jakarta. Sedangkan Adrian, ia lebih
memilih untuk terbang lagi ke Jepang, mengikuti jejak sepupunya, membuat debut
komik. Ia sudah izin kepada Arra, dan berjanji akan membawakan setangkai bunga
sakura. Melepas kepergian Adrian, Arra menangis sejadi jadinya. Mungkin untuk
beberapa tahun ke depan, tiada lagi memandang bintang bersama di pekarangan.
“Adrian, aku harap kamu di sana baik-baik aja”,ucap Arra saat melihat pesawat
Adrian lepas landas.
J
“Mama, Edgar berangkat kuliah dulu ya, Edgar udah
ganteng kan?”,ujar Edgar kepada mama saat hari pertama ia resmi menjadi
mahasiswa.
“Iya deh, anak mama udah ganteng, sana pergi nanti
terlambat lho”,saran mamanya.
“Oke Ma, Edgar berlari menuju garasi dan
mengeluarkan mobil yaris kuningnya. Dalam hitungan detik, mobil itu tengah
meluncur ke arah fakultas kesenian.
J
“Abang, sumpah adek lo keren bangeeeeeeeeeet!”,ujar
Arra percaya diri kepada Abangnya.
“Iya deh norak, mentang-mentang udah jadi ‘anak
kuliahan’, hahaha”
“Enak aja norak, wooo awas lo yaaa kalo aku jadi penulis,
nggak bakal aku kasih royaltinya!”
“Iya deh ampun, sana berangkat, pamit dulu sama
Bunda tuh, dia lagi di halaman belakang”
Arra menangguk dan tersenyum, ia segera menuju
halaman belakang untuk pamit dengan Bundanya, setelah itu ia berangkat ke
tempat kuliahnya dengan memakai KRL. Rumahnya dengan stasiun Jatinegara cukup
dekat, tidak sampai lima menit juga sudah sampai.
J
“Adit, bangun donggggg… anterin gue”,rengek Adrian
kepada sepupunya, Adit. Sekarang mereka tinggal berdua.
“Ngerepotin aja lo, iya iya gue ganti baju
dulu”,jawab Adit malas.
Spontan Adrian langsung tersenyum, lalu menuju
tempat rak sepatu berada dan memakai sepatu vans hitam-kuningnya. Tidak sampai
15 menit, Adit telah sampai. Mereka berdua pun segera meluncur ke Universitas
Tokyo. Bukan untuk mengejar Karenina. Melainkan untuk melatih keterampilan
berbahasa jepang.
J
“Ke kanan dikit deh, em rambut kamu benerin,
berantakan tuh”,ujar Andrian kepada salah satu kliennya.
“Nah, kaya gitu, diem yaa, 1… 2… 3…, cissss”,lanjut
Andrian.
Sekarang, Andrian tengah sibuk dengan bisnis studio
photonya, pelanggannya cukup banyak. Ia memustukan untuk tidak kuliah dulu,
karena belum ada biaya. Orang tuanya kini sudah cerai dan ia hidup dengan
kakaknya di Tanggerang. Hidupnya lumayan cukup baik sekarang, ia juga sudah
mendapat tambatan hati.
J
#Kita
Setelah 4 tahun berlalu dilihatnya seorang wanita
cantik memakai kemeja berawarna merah jambu yang bermotif polkadot. Senyumnya
masih seperti anak-anak. Seperti mengulang kembali saat masa SMP. Arra duduk
manis di beranda Lab Fisika yang ada di lantai 2. Tempat pertama kali ia
mendapatkan ciuman pertama yang manis dari seorang Adrian. Sehari sebelum
Adrian pergi ke Jepang, tanpa sadar Adrian telah mengecup bibir kecil Arra.
Disini, di beranda Lab Fisika. Haha lucu ya J. Dan, 4 tahun
lamanya Arra terus-terusan menunggu Adrian kembali, dan sesuai janjinya. Mereka
bedua, bertemu kembali saat usia mereka menginjak 22 tahun di beranda Lab
Fisika.
“Arra?”,ucap Adrian ragu.
Arra tersenyum, “Iya aku Arra, kamu Adrian?”
Adrian menangguk senang. “Lo udah dari tadi di
sini?”
Arra menangguk jujur, “Dari jam 9 aku udah disini”
Adrian merasa tidak enak.
“Nggak usah masang wajah gitu deh An, aku yang punya
inisiatif sendiri dateng jam 9 kok, aku udah nggak sabar ketemu kamu”
“Dan akhirnya ketemu juga kan”
“Intinya kita mau ngapain disini?”
“Gue mauu… bentar”
Sebelum melanjutkan perkataannya, ia mengeluarkan
setangkasi bunga mawar.
Arra tertawa, “Kamu lupa ya? Kalo aku phobia bunga?”
“Gue nggak lupa kok, gue cuma mau ngasi ini aja ke
lo, satu satunya barang yang belum pernah gue kasih ke lo”
Arra tertawa, Adrian juga. Tiba-tiba Adrian
menggegam tangan Arra dan mendekatkan wajah ke Arra.
Arra menyiritkan dahinya, dan…
“CUP”, lagi lagi sebuah kecupan mendarat di bibir
kecilnya. Membuat wajahnya memerah dan membuat Adrian gemas.
Dan sore ini, tanggal 17 Desember 2010. Adrian
memutuskan untuk mengikat janji satu sama lain dan saling mencintai.
“Ra, gue janji bakal sayang sama lo seumur hidup”
“Aku juga janji bakal sayang sama Adrian seumur
hidup”
J
END
:pp