Senin, 23 April 2012

Best Friend


Best Friend.
#pop ice tiga ribu dan chatting.
Masa orientasi siswa atau yang biasa disingkat MOS kini telah usai, siswa-siswi kelas 7 baru menyambutnya dengan senang hati, pasalnya tak ada lagi rambut yang diikat dua dan kaos kaki hitam-putih selutut yang merupakan bagian terpenting dalam dandanan peserta MOS. Selesai MOS, seorang gadis kecil berbalut kaos hitam dan tas warna merah yang dipegangnya kencang- berteriak kegirangan, karena ia mendapat kelas yang menurutnya mungkin sangat asik. Di gerbang, ia masih meneriakan nama kelas itu. Lalu masi dengan rambutnya yang diikat dua gadis kecil itu menuju canteen  yang ada di seberang sekolahnya. Karena merasa penduduk baru di SMP Harapan Jakarta itu, ia membungkukkan punggungnya saat melewati kakak- kakak pengurus osis. Sangat polos, begitu komentar orang-orang yang melihatnya. Ia duduk di sebelah temannya yang sedang sibuk memakan mi tektek dengan lahap, ia memperhatikan. Tetapi sama sekali tidak ingin membeli mi tektek itu, akhirnya ia memutuskan untuk membeli pop ice rasa melon, buah kesukaannya dengan harga 3000 rupiah. Pelayan itu mulai memblender pop ice yang tadi di pesan Arra. Tidak sampai 10 menit, pop ice melon itu kini sudah ada di tangannya. Ia membawa ke tempat duduk. Matanya menyapu keseluruh canteen dilihatnya salah satu peserta MOS yang hari ini ulang tahun terpaksa kotor-kotoran akibat ulah jail teman-teman SDnya. Salah satu dari teman peserta yang berulang tahun itu, ada yang ia-ketahui-sangat aneh. Ia pikir, tubuh jangkung hanya bisa dimiliki oleh orang-orang dewasa. Tetapi tidak untuk teman orang itu. Ia menjadi objek pengelihatan Arra pada saat-dan sampai berakhirnya MOS. Menjadi-objek-pengelihatan bukan berarti Arra menyukainya. Ia hanya merasa aneh kepada orang itu.
J
Sampai pada saatnya, Arra bisa mengenal orang bertubuh kurus-jangkung itu. Saat sedang meminum pop ice, terkadang orang yang bernama Adrian itu, merebut pop ice Arra dan meminumnya secara tiba-tiba tanpa izin dan sedotan yang dibiarkan dipakai bersamaan. Sedotan berwarna ungu atau hijau itu terkadang dipakai untuk menjaili teman-teman. Adrian memasukan sedotan kedalam minuman lalu menyemburkan ke teman-teman yang sedang lewat. Tidak jarang yang merasa kesal kepada Adrian, tapi ia punya jurus jitu agar orang mau memaafkannya. Ia selalu memasang muka hopples bak Shincan yang tidak jadi dibelikan mainan oleh mamanya. Begitu juga dengan Arra, sering kali pop icenya direbut, sering kali itu juga ia merasa kesal kepada teman yang belum ia kenal akrab. Bukan hanya itu, saat ia sedang memakan  mi tektek di canteen dengan cuek Adrian berkata bahwa nama mi itu bukan mi tektek melainkan mi eek, alhasil pukulan maut mendarat dilengannya. Arra dan Adrian dapat kenal karena sesuatu yang tidak sengaja.
Beberapa bulan yang lalu, Arra memutuskan untuk berhenti melajang karena alasan yang kuat. Ia menerima seorang lelaki yang merupakan salah satu teman  Adrian. Wajahnya tidak ganteng, hanya saja ia keren dan pintar mencari alasan yang tidak masuk akal. Arra mengenalnya saat di tempat les. Saat pertama kali melihatnya mungkin down, sudah kubilang dia itu orang yang jelek dan sama sekali tidak bisa dinilai tampan. Tapi pertama mengenal, bisa dinilai orang itu bersahabat. Namanya Edgar, otaknya kental dan kerjaanya hanya main game. Itu yang Arra dengar sebelum menerima Edgar, dan itu semua ia rasakan ketika  mulai menjalani lembaran baru dengan Edgar. Semuanya terasa begitu dingin, Edgar hanya sibuk dengan main game, dan mungkin memutuskan berpacaran dengan Arra untuk status belaka. Hanya diusia sebulan mereka bisa sama-sama, sama-sama tanpa senang-senang. Arra memutuskan untuk tidak berpacaran lagi dengan Edgar, ia mencoba tersenyum meski pada akhirnya hatinya menangis seperti tersayat, apalagi saat tahu bahwa telah ada perempuan lain yang mengisi hati Edgar.
Seperti yang ia tahu, gadis itu bernama Teta, sejauh mata memandang, Teta memiliki otak yang sangat encer berbeda sekali dengan Edgar. Rambutnya panjang, seringkali dihiasi bando cantik, perawakannya tinggi dan langsing. Cocok sekali menjadi model catwalk. Arra sampai minder dibuatnya. Tiba-tiba berhembus kabar bahwa Teta itu mantan kekasih dari Adrian, cowok bertubuh kurus nan jangkung yang tidak terlalu ia kenal.
J
Kegiatan disore Arra sebelum mengikuti bimbingan belajar adalah, online. Hidup dimasa globalisasi, sepertinya kurang update jika tidak mempunyai akun facebook. Dan disinilah Arra bisa mengenal akrab Adrian. Ia mengajaknya ber-chatiing ria sambil menyelipkan kata-kata yang tidak pantas untuk sepasang kekasih, Edgar dan Teta. Setelah kurang-lebih satu jam bersenda gurau dengan Adrian, ia cukup puas, membuatnya mengurangi pikiran tentang Edgar. Sebelum offline Arra menanyakan nomer handphone Adrian yeng ternyata bernomor belakang 5-0-1. Esoknya, Arra tengah siap untuk berangkat ke sekolah menggunakan seragam identitas baru.
J
Hari ini hari Sabtu, bel usai pelajaran berbunyi jam 11.00 tidak lebih tidak kurang karena SMP Harapan sangatlah on time. Butuh waktu kedisplinan ekstra agar dapat memanfaatkan waktu. Saat bel usai pelajaran berbunyi 3 kali. Anak-anak langsung merapikan buku-buku mereka dan berlari berhamburan. Sabtu, hari yang indah untuk sekadar berjalan-tanpa berbelanja dengan teman-teman. Dulu saat sd memang Arra doyan sekali dengan ritual itu. Tapi sekarang, ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan esktrakulilkuler dan bimbingan belajar diluar. Itu bukan kemauan mamanya, melainkan kemauannya sendiri yang sadar akan susahnya pelajaran yang diujikan 3 bulan sekali di SMP Harapan. Tetapi bosan juga jika setiap hari begitu, akhirnya ia memutuskan untuk menuju canteen sekolah, untuk sekadar nongkrong dan mungkin membeli pop ice kesukaanya. Dilihatnya saat berada di seberang canteen, sahabatnya Widya sedang mengobrol asik dengan anak-anak yang mungkin ia kenal, disana juga ada Adrian. Ia pun segera menyebrang dan meminta untuk bergabung, teman-teman yang ada disitu mengangguk tanda setuju. Perlahan Arra mulai mengajak Widya berbicara.
“Kamu nanti les?”
Widya hanya mengangguk karena sedang sibuk menghabiskan sisa-sisa burgernya yang terakhir setelah ia memakan 3  buah burger. Arra geleng-geleng melihat kelakuan sahabatnya yang sangat rakus. Tiba-tiba Adrian buka mulut dan mengajak ngobrol Arra ngalor-ngidul melupakan Widya yang kini sudah memesan satu porsi mi tektek lagi. Seperti biasa, topic pembicaraan Arra-Adrian adalah tentang Edgar dan Teta yang menurut kabar sedang mesra-mesranya. Ya menurut kabar, Arra-Adrian dan Edgar-Teta bukan satu  sekolah, melainkan sekolah yang sedang bersaing mendapatkan peran SBI. Satu persatu dari teman-teman yang tadi duduk bersebelahan dengan Arra pulang kerumah masing-masing, yang tersisa hanya Arra, Adrian dan Widya yang sekarang sedang sibuk membicarakan guru-guru di SMP Harapan, Jakarta. Tiba-tiba Adrian berseru.
“Woy, Teta!”
Arra terkesiap mendengar nama itu, Teta? Apakah Teta yang selama ini menghancurkan hatinya?
Seperti bisa membaca pikiran Arra, Adrian menjelaskan bahwa orang itu benar-benar Teta. Ya, ia datang bersama Edgar. Memesan ice tea dan burger dalam 2 rangkap. Yang membuat Arra dan Adrian menilai mereka berdua itu rakus, Widya merasa tersindir.
“Dia udah masuk kelas akselerasi, dia gak bakal mau maen lagi sama gue, apalagi balik jadi pacar gue”,ucap Adrian kelu mendapati Edgar sedang memegang tangan mantan kekasihnya itu.
Arra dan Widya berbarengan menepuk pundak Adrian. Arra kanan dan Widya kiri. Mereka bicara bergantian.
“An, aku yakin pasti ada orang yang lebih baik dan cantik daripada Teta”,ucap Widya bijak.
“Dan aku juga yakin An, banyak orang yang sayang sama kamu, pepatah bilang jangan sia-siain orang yang sayang sama kamu”,ujar Arra sambil menangis di sertai senyuman yang dipaksakan.
Widya menengok ke arah Arra, mencoba memeriksa apakah keadaanya juga sama seperti Adrian yang sedang terpuruk, ternyata benar. Ia segera memberikan kalimat penyejuk untuk Arra agar sahabatnya yang manis itu tidak lagi melanjutkan tangisannya. Ia melirik kearah Adrian, seperti kode, mereka berdua harus menghibur Arra.
“Lo harus terima Ra, dan lo juga harus tau, cowo itu gak cuma satu, gak cuma Edgar, ada yang lebih baik dari dia, bahkan setelah lo tau kelakuan dia pasti lo mikir kalo dia jahat, tapi kenapa lo masi nangisin dia? air mata lo terlalu sayang buat orang yang udah nyakitin lo”,ucap Adrian kritis.
“Iya Ra, hidup ini kan gak selalu seneng, pasti ada cobaan, dan mungkin ini cobaan buat kamu, kamu harus coba buat ngelupain Edgar, mungkin kamu gak harus terikat sama itu semua, kamu bisa juga nikmatin apa yang ada sekarang, enggak ngelupain Edgar dan relain dia sama orang lain, aku yakin suatu saat dan mungkin hari ini,kamu udah bisa ngelupain Edgar”,ucap Widya yang membuat Arra tiba-tiba memeluknya. Bukan hanya Widya, dipeluknya juga tubuh Adrian yang jangkung dan kurus. Sampai air matanya itu membasahi dua baju sekaligus milik dua sahabatnya. Widya menatap iba kearah teman-temannya.
Tiba-tiba muncul ide dari otaknya, ia mengajak kedua temannya untuk bersenang-senang tanpa uang- bisa dilakukan oleh mereka yang sedang miskin karena uangnya dihabiskan untuk membeli banyak makanan. Mengajak mereka menulusuri jalan dekat sekolah.
#kami tertawa disaat hujan(arra, adrian, widya)
Awalnya Arra dan Adrian merasa senang atas usul yang disampaikan Widya, tapi ketika mereka menjalaninya. Mereka merasa lelah, sedikit-dikit duduk di tepi trotoar. Mempertontonkan mereka seperti khalayak orang yang benar-benar miskin.
Tik Tik Tik …
Tiba-tiba saja awan menangis, menangis memberikan hujan di siang yang panas ini, membuat ketiga anak kecil yang kian tumbuh menjadi remaja tersenyum bahagia. Seperti bisa membaca pikiran satu sama lain. Mereka melepaskan sepatu dan kaos kakinya lalu memasukan kedalam tas masing-masing. Menghujankan diri di tengah jalan, tentu saja dengan hati-hati. Untuk hitungan detik mereka telah berlari ke ladang yang ada di dekat sekolah mereka. Ladang yang luas, tempat orang berkebun, tapi kini menjadi lahan yang kosong, mereka bertiga tertawa puas seakan-akan tiada beban dalam hidup mereka. Satu sama lain saling mencipratkan air demi air yang menetes dari langit. Seperti pertanda suatu persahabatan yang indah akan dimulai.
Berjam-jam mereka menghabiskan waktu untuk sengaja berhujan-hujanan dengan motive menghilangkan kepenatan. Kadang orang dengan mudahnya mengucapkan janji yang tidak lazim semisal- akan mencintai sehidup semati pada usia remaja, tapi itu semua memang hanya ucapan belaka. Tidak masuk akal, mereka yang kian beranjak remaja satu sama lain yang tidak lain adalah sepasang kekasih mengucapkan janji yang tidak-tidak, membuat peraturan dan memanage sebuah hubungan agar terdengar harmonis. Itulah anak remaja sekarang, hidup mereka telah tercampur dengan hal-hal yang harusnya hanya boleh dijalani oleh orang tua. Tugas anak remaja hanyalah belajar dan bermain. Tidak ada kata pacaran dalam kamus mereka. Itu yang Arra dan Adrian tafsirkan untuk seorang Teta dan Edgar. Hidup di dalam kerumunan orang banyak, bermesraan di depan khalayak umum yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Sangat tidak asik bagi tiga sahabat ini. Menurut mereka kegiatan ‘membuat’ badan mereka sakit dengan cara berhujan-hujanan lebih asik dibanding berpacaran dan memamerkan pacar di depan teman-teman.
Menghabiskan waktu dengan tersenyum dan sesekali tertawa terbahak-bahak bersama teman memang sangat mengasyikan, melihat mata Arra yang sipit saat tertawa juga sangat menyenangkan, Adrian yang jika tertawa lebih terlihat manis sedangkan Widya, ia tertawa seperti orang dewasa. Ini mungkin salah satu moment terindah yang pernah mereka alami saat menginjak usia remaja. Bukan menghabiskan weekend dengan pacar melainkan dengan teman-teman yang berotak kekanak-kanakan.
J
Setelah jam menunjukan pukul 3 sore, mereka memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing. Sebelum berpisah, satu sama lain menanyakan letak rumah. Dan ini juga yang bisa membuat ke-dua orang itu tersenyum, ya hanya dua. Arra dan Adrian yang ternyata bertetangga. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pulang bersama dengan berjalan kaki, sedangkan Widya ia lebih memilih naik becak ketibang harus mengeluarkan tenaganya untuk berjalan ke rumahnya yang lumayan dekat.
Mereka berdua-Arra dan Adrian kini tengah berada di gerbang komplek perumahan. Keduanya tersenyum, melihat rumah mereka yang hanya berjarak 3-4 rumah lagi, hujan sudah reda. Saat sampai dirumah masing-masing. Mulut keduanya membentuk huruf  “U” pertanda satu sama lain tersenyum. Bisa dilihatnya saat itu, senyum Adrian yang tulus, dan saat menghujankan diri di kerumunan orang, Ara melihatnya tertawa, tertawa sangat lepas seakan-akan tidak ada nama Teta di otaknya. Mereka berdua memasuki rumah yang berbeda, dan siap-siap untuk di interogasi oleh orang tua mereka, apa yang dilakukan- mungkin itu kalimat pertama yang diucapkan orang tua mereka saat melihat anaknya bertampang kucel dengan rambut dan seragam identitas sekolahnya yang baru menjadi basah kuyup.
#pesta pertama di masa remaja.
Malam minggu ini, Rossa teman sekelas Arra, mengundang teman sekelasnya dan beberapa orang lagi yang tidak terikat dengan kelas Rossa tapi masih mempunyai hubungan. Seperti teman, sahabat, atau pacarnya yang duduk dikelas 9. Rossa memang cantik. Penampilannya bisa dibilang natural, tetapi bisa menggambarkan bahwa ia adalah gadis yang feminim. Ia memakai dress selutut tidak berlengan dipadu dengan slayer yang dipakai di leher. Enak dipandang. Sedangkan Arra memakai kaus tipis pendek dibalut dengan kemeja yang lengannya di linting, lalu ia memakai rok kain bermotif salur dengan sepatu pantopel berwarna biru-putih. Lumayan fashionable, tidak jauh beda dengan Rossa. Rossa mengadakan pesta dirumahnya, rumah ini sangat luas. Tidak heran, papah Rossa adalah seorang pengusaha yang karirnya sedang melonjak sedang mamanya adalah seorang dessainer ternama di Indonesia, makanya Rossa selalu terlihat fashionable.
“Arra? Kok bengong?”,tegur Rossa mendapati temannya sedang berdiri termangu di depan pintu rumahnya.
“Ah eh enggak apa apa kok Ros”, Arra sedikit kaget telah disadarkan oleh lamunannya.
“Ayo masuk Ra, tamu-tamu udah pada dateng”
Arra mengangguk-tersenyum dan memberikan hadiah yang dibalut dengan kertas kado warna soft pink kepada Rossa. Ia mengucapkan terimakasih. Senyumnya merekah.
Ternyata ini yang dinamakan pesta. Dulu, ia berpikiran bahwa pesta itu hal yang ribut, membosankan hanya ada alunan music disco. Itu yang ada dipikirannya, tapi deskripsinya itu lebih tepat menggambarkan discotik atau bar daripada pesta.
Di acara pesta Rossa, hanya dihadiri sedikit orang mungkin karena undangan yang sedikit atau mungkin orang-orang tidak berkenan untuk datang di pesta Rossa. Sebagian teman dari pacarnya yang merupakan anak kelas 9  juga diundang, sekitar 10 orang. Mereka semua anak-anak yang mengikuti eskstrakulikuler basket, Arra mengetahuinya karena dia adalah salah satu bagian dari sekian anak SMP Harapan yang mengikuti estrakulikuler basket.
Acara potong lilin pun dimulai, kami yang datang ke pesta ulang tahun Rossa segera menuju ke taman tengah yang di desain khusus untuk party. Saat Arra berjalan kesana, ia tidak sengaja menyenggol orang yang berperawakan tinggi-jangkung, ia mengenalnya. Adrian.
“Eh Arra”, sapa Adrian linglung.
Arra tersenyum, “Ngapain disini An?”
“Gue temen sd-nya Rossa, lo sendiri?”
“Aku temen sekelasnya Rossa”
“Oh, eh duluan ya Ra”, Adrian berjalan menjauh lalu membalikan badan untuk tersenyum kepada Arra.
Acara tiup lilin selesai, dilanjutkan dengan acara-acara berikutnya sampai jam 9 malam. Saat pesta selesai, Arra menunggu Abangnya menjemput, sampai setengah jam berlalu Abangnya tidak kunjung menjemput. Tiba-tiba Adrian sudah berdiri di depannya dengan sepeda monyet berwarna kuning, blazer yang tadi dipakainya dilepas, sekarang ia hanya memakai kaus tipis dan jaket yang bermotif monster. Ia tersenyum ke arah Arra, mencoba mengajak Arra untuk berbicara.
“Ra, kok belum pulang?”
“Belum dijemput An”
“Pulang bareng gue aja yuk, kasian lo nunggu disini kayak anak ilang”
“Gak usah An, Abangku bentar lagi jemput kok”
“Ah gak usah alesan, ayo naek, gratis kok”, ditariknya tubuh Arra untuk mendekat ke arahnya.
Arra terpaksa menerima bantuan dari Adrian, ia tersenyum dan sebelum menaiki tempat bonceng sepeda Adrian ia mengucapkan terimakasih. Rumah Rossa dan Arra-Adrian cukup jauh, sehingga melibatkan pembicaraan yang sangat panjang. Satu sama lain bercerita tentang hidupnya, sesekali mereka tertawa terbahak saat keduanya mencoba melontarkan kalimat lucu. Ini lebih layak dibilang seorang anak kecil dibanding remaja.  Sesampainya di depan gerbang, ia baru melihat Abangnya mengeluarkan mobil dan mungkin berkenan untuk menjemputnya. Arra langsung memasang muka bête. Mendengar bunyi rem sepeda, Abang Arra menengok ke arah luar, dilihatnya sang Adik yang manis membonceng seorang lelaki yang tidak ia kenali. Melihat itu, ia segera menghampiri Adiknya.
“Ra, sorry Abang tadi enggak jemput, Abang ketiduran, bener deh gak boong”, aku Abang yang memang saat itu tertidur pulas sehingga melupakan Adiknya yang menunggu di depan gerbang rumah Rossa.
Arra menyiritkan dahinya, mendiamkan kakanya dan masuk ke rumah setelah mengucapkan terimakasih kepada Adrian.
“Temennya Arra ya?”,tanya Abang kepada Adrian sebelum ia beranjak kerumahnya.
“Iya, tetangganya Arra juga”, Adrian tersenyum lalu menunjukan letak rumahnya.
“Oh gitu, yaudah makasi ya udah mau nganterin Arra”,ucap Abang sambil tersenyum kearah Adrian.
Adrian menanggapi dengan anggukan lalu mulai memasuki gerbang rumahnya.
#Happy Birthday Arra
“Ceplok!”
Bunyi pecahan telor terdengar di canteen sekolah mereka. Bukan telor ceplok atau telor mata sapi yang dimasak tetapi telor yang diceplokan kearah Arra karena hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 12.
Teman-temannya tidak puas hanya dengan telor, salah satu dari teman mereka ada yang menaburkan terigu dikepala Arra dan menyemburkan air yang sudah di telan. Sungguh jorok. Adrian yang sedang asik minum di canteenpun ikut meramaikan suasana, ia membasahi kulit kepala Arra dengan ice tea yang sangat dingin. Keadaan Arra saat ini benar-benar kotor. Tapi ia senang, senang sekali bisa merasakan ulang tahun yang mengasyikan ini. Ia tersenyum saat banyak kakak kelas yang mengucapkan ulang tahun kepadanya.
Setelah acara mengerjai Arra selesai dengan sukses, mereka- yang merupakan teman-teman Arra pulang kerumah masing-masing. Kecuali Adrian yang memang dari hari-kehari selalu memberi tumpangan gratis kepada Arra.
“An, kamu gak malu boncengin aku yang kotor ini?”,tanya Arra polos.
Adrian tertawa cukup lama, hampir saja ia mau mengelus rambut perempuan yang sekarang menjadi sahabatnya, tetapi ia teringat akan rambut Arra yang sudah terkontaminasi dengan makanan dan minuman. “Enggaklah, pulang sekarang yuk, gue laper”,jawab Adrian.
J
Malam ini, entah apa yang ingin dilakukan Adrian kepada Arra, ia mengajak Arra ke pekarangan rumahnya yang terletak peris di sebelah perkarangan rumah Arra. Perkarangan itu yang menghubungkan rumah Arra dengan Adrian. Mereka tidak mengenal sebelumnya karena, keduanya sangat malas keluar kamar apalagi keluar rumah, mereka keluar hanya untuk bersekolah dan les. Tapi kini berbeda, seiring bertambahnya usia mereka, mereka semakin banyak menghabiskan waktu diluar.
Sebelum menuju perkarangan, mata Arra yang bulat ditutupi dengan sapu tangan sehingga ia tidak dapat melihat. Adrian menuntun Arra sampai tiba di pekarangan, dalam hitungan ketiga sapu tangan itu dilepas dan Arra dapat mengetahui, apa yang sedang dilakukan Adrian.
1…2…3…
Arra perlahan membuka sapu tangan, ia memerjapkan matanya beberapa saat agar dapat kembali memusatkan perhatian. Arra terkejut sekaligus senang ketika mengetahui Adrian membawa boneka panda besar dibalut bungkus plastik yang di desain secara cantik. Arra memang sempat bicara kepada Adrian saat mereka berjalan-jalan ke salah satu MALL terbesar di Jakarta mengingkan boneka panda berukuran besar yang sedang memakan daun bambu, ia menunjukan kepada Adrian saat menemukan boneka itu masi tergeletak di sudut toko.  
Arra memeluk Adrian dengan tatapan lembut, bukan reflex. Tapi dia memang ingin memeluk Adrian, entah apa yang ada dipikirannya. Adrian membalasnya, membelai rambut Arra yang hitam pekat dan halus dengan jemari tangannya. Pelukan pertama yang pernah dialami oleh Arra, maupun Adrian. Mereka yang beranjak remaja, mencoba mengerti  rasanya berpelukan. Seperti teletubies. Dalam beberapa menit, mereka berdua hanyut dalam pelukan. Melepaskannya setelah mereka sadar, bahwa mereka telah lama berpelukan. Keduanya tersenyum, Arra memperlihatkan giginya yang rata sedangkan Adrian tersenyum, tampan sekali.
 “Ann, makasi banyak ya kamu udah beliin aku boneka panda yang lucuuuuuuuuu banget kaya kamu ini, semoga aku bisa bales deh, waktu ulang taun kamu”,ucap Arra tulus.
 “Bukan apa-apa kok, eh duduk yuuk”
Arra mengangguk, mereka berdua duduk menyilang. Tetapi, karena pegal mereka berdua memutuskan untuk tiduran di rerumputan sembari memandang bintang yang bertaburan seperti layaknya gula yang di langit.
Menyukai, menyanyangi, mencintai (dua SMP)
#perlahan-lahan mulai menyukai.
Setelah semalam menerima hadiah boneka panda pemberian Adrian, Arra terbangun dengan senyumnya yang manis sambil menatap boneka yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya tertidur, boneka tersebut masih dibungkus dengan rapi dan ia melihat di sudut bungkusan itu ada sepucuk surat yang amplopnya berwarna coklat kehitaman. Cepat-cepat, ia menyambar boneka tersebut dan membuka bungkusnya dengan pelan lalu mengambil sepucuk surat itu dan membacanya.
Ia membaca sambil sesekali tersenyum, tertawa, dan sesekali menampakan wajah yang menyebalkan.
Adrian-ia mentorehkan beberapa kata-kata jahil di kertas putih tersebut, ia menulisnya dengan acak-acakan.
Arra menghembuskan nafas pelan setelah selesai membaca surat itu, ia memeluk surat tersebut dan mengingat-ingat raut wajah Adrian saat memberinya boneka panda yang sekarang menjadi boneka favoritnya dengan ditaruhnya boneka tersebut disamping bantai tidurnya. Tanpa disadari pipinya memanas, wajahnya merah merona, detak jantungnya tidak beraturan. Apa ini? apa ini yang disebut jatuh cinta?
Dengan raut wajah kesal, Adrian menunggu gadis kecil tersebut didepan rumahnya sambil duduk dengan tidak nyaman dan memutar-mutar gantungan kunci sepedanya. Sudah lebih dari lima belas menit ia menunggu gadis tersebut tapi tidak kunjung datang juga, entah apa yang dilakukannya pagi ini. Baginya, sepertinya bukan baginya saja, tapi bagi rata-rata orang menunggu adalah kegiatan yang menjengahkan, apalagi menunggu dipagi yang bermatahari terik ini dengan perut kosong yang belum diisi sarapan. Tadi, mamanya sempat menawarinya makan dulu dirumah tapi Adrian menolaknya dengan tegas beralasan bahwa hari ini ia dan Arra kebagian tugas piket padahal sebenarnya ia tidak suka memakan masakan mama yang berjudul Nasi Goreng kari itu, baginya rasanya sangat aneh, lebih baik ia makan di sekolah daripada harus memanahan mual memakan nasi goreng itu yang entah dibuat dengan bumbu-bumbuan apa saja.
Dasar Mama, ia memang selalu mengarang kalau dalam urusan memasak.
“Adrian!”,suara riang tanpa dosa itu menggema di gendang telinga Adrian.
Adrian yang saat itu sedang menatap kearah pasangan ibu dan anak yang sedang bergandengan tangan kaget dan langsung menoleh ke arah Arra dengan pandangan kesal mengingat ia sudah lebih dari dua puluh menit menunggunya.
“Maaf deh, abis ngantri kamar mandi”,ucapnya sambil menepuk pelan pundak Adrian.
Adrian tidak menyahut ia hanya berdiri dan menatap Arra dengan pandangan tajam. Tapi masih terlihat jelas air mukanya yang menampakan keramahan serta ketidak marahannya pada Arra alias pura-pura marah.
“Adrian, maafin aku deh”,Arra membuka mulutnya saat sepeda sedang meluncur kearah SMP Harapan yang jaraknya tidak jauh dari rumah mereka.
Karena mendengar suara Arra yang memelas, Adrian tidak tahan lagi untuk tertawa.
Mendengar tawaan itu, Arra baru sadar bahwa sejak tadi ia sedang dikerjai oleh orang yang sekarang menjadi sahabatnya… eh tunggu apa Cuma sahabat? Ya, memang sekarang Arra dan Adrian lebih pantas dibilang sahabat tapi sejak tadi malam, sejak Adrian memberikan boneka panda tersebut, ada perasaan yang mengganjal di hati Arra, seperti perasaan yang menggebu-gebu. Apa itu pertanda bahwa ia benar-benar jatuh cinta kepada sahabatnya sendiri?
#menatap laut biru.
“Raaa, cepetan dikit dong!”,ucap Amel sembari menatap temannya tersebut sedang kesusahan menarik kopernya yang sepertinya terlau besar untuk kapasitas muat baju selama tiga hari.
Arra menghembuskan nafas jengah, “Bantuin aku dong Mel, berat nih. Rodanya putus satu”,ia mengeluh sambil menunjuk bagian roda yang terputus.
Amel menghampirinya dengan wajah ogah-ogahan dan membantunya memapah koper tersebut. “Kamu bawa apaan aja sih Ra, kayaknya berat amat?”,tanya Amel penasaran sambil menatap heran kearah koper temannya.
Arra cengir kuda, “Boneka panda”,ucapnya riang.
“Boneka panda?”
Arra mengangguk mantap, “Dari Adrian”,gumamnya.
“Apa? Dari Adrian?”,tiba-tiba raut wajah Amel yang tadinya jengah berubah menjadi wajah ingin tahu, Amel-dia memang ratu gossip, tapi gossip yang ia sebarkan bukan kabar burung melainkan kabar yang benar-benar ada faktanya.
“Iya, dia kan sahabat aku. Jangan kira aku sama dia pacaran loh”,cerca Arra yang membuat Amel cengir kuda.
“Kirain pacaran, Ra”,ungkapnya.
Pengennya sih gitu. Arra mengucapkan sesuatu itu dalam hati.
Hari ini, SMP Harapan mengadakan kegiatan piknik ke Bandung selama tiga hari dengan catatan mereka harus melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan di tempat-tempat wisata tersebut yang dijilid dengan rapi.
Tapi sepertinya kegiatan itu tidak dirisaukan oleh murid-murid SMP Harapan. Mereka senang, sangat senang bisa pergi bersama teman-teman ke tempat-tempat yang menurut mereka mengasyikan.
Mungkin, salah satu, beberapa, atau mungkin semua anak-anak yang berangsur menjadi remaja ini mengharapkan suatu moment terindah akan terjadi disalah satu tempat yang akan dikunjungi, mungkin juga ini jadi ajang untuk pendekatan oleh para siswa yang tengah mengincar pasangannya, dan mungkin beberapa anak ingin mencetak senyum-senyum manisnya lewat lensa kamera.
Tapi bagi Arra. Sepertinya ia sudah cukup bahagia dengan duduk disamping Adrian, menatap laut yang biru sambil sesekali memukul lengan Adrian saat ia memunculkan lelucon yang melibatkan dirinya.
Lalu, melihat senyum Adrian yang merekah, itu juga hal yang membuatnya cukup bahagia. Ingin mencetak senyum itu kedalam lensa kameranya tapi sepertinya itu sangat tidak mungkin.
Arra-mungkin ia hanya ingin menyembunyikan perasaannya. Ia takut, kalau-kalau Adrian tahu perasaannya, ia malah menjauh dan tidak lagi mau bersahabat dengannya. B
Arra-ia bisa melihat dengan jelas, Adrian, ia sudah mempunya sosok yang ia agung-agungkan. Ia sadar dari sorotan matanya yang tajam saat melihat perempuan lebih tua setahun darinya kemarin sore saat ia sedang pergi bersama Arra ke bioskop menonton sebuah film komedi yang sudah lama ditunggu-tunggu.
Saat itu, Adrian mengungkapkan bahwa ingin berkenalan dengan wanita tersebut. Tapi sayang, wanita itu sudah digandeng oleh laki-laki yang menurutnya bertampang biasa saja dengan model rambut yang sudah jadul.
Adrian-ia belum tahu bahwa wanita itu satu sekolah dengannya karena ia termasuk tipikal orang yang susah bergaul.
Dan Arra-ia yang sudah tahu bahwa wanita yang sedang menautkan tangannya pada sosok laki-laki itu adalah kakak kelasnya yang tidak lain bernama Karenina. Tetapi ia memilih untuk bungkam, sepertinya ia tidak rela, sepertinya ia ingin mengulur-ulur waktu agar Adrian bisa kenal dengan perempuan tersebut.
Arra- ternyata ia memang sudah benar-benar jatuh cinta kepada Adrian. Sahabatnya.
#mengenal Karenina.
Dari arah kelas, Adrian melenggangkan kakinya dengan santai sambil sesekali menoleh karah kiri dan kanan. Ia mencari sosok Arra yang tiba-tiba saja menghilang saat bel baru berbunyi, entah apa yang dilakukannya, mungkin pergi ke kamar mandi. Tiba-tiba saat banyangannya jatuh pada kelas yang dihuni oleh kelas 9, ia sedikit terkaget mengetahui perempuan yang kala itu bertemu dengannya di bioskop yang sedang menggandeng laki-laki yang tidak dikenalnya ternyata satu sekolah dengannya.
Perempuan itu-dengan agaknya yang santai, tubuhnya yang gemulai, rambut hitam-halusnya yang digerai, benar-benar membuat Adrian terkesima sampai-sampai dorongan tubuh kecil Arra juga tidak mengangetkannya. Ia hanyut dalam kecantikan seseorang yang belum ia ketahui namanya.
Arra menatapnya heran, lalu ikut menatap kearah yang sedang di tatapnya. Karenina.
Mengetahui itu, ia menghela nafas panjang dan pura-pura tidak tahu. “Adrian, ke kantin yuk”,ajaknya riang.
Adrian menoleh sekejap lalu kembali memusatkan pandangannya kepada perempuan tersebut.
“Lo sendiri dulu aja deh, gue nyusul”,ucap Adrian dengan santai sambil terus menatap Karenina.
Arra mendengus kesal lalu dengan langkah seribunya, akhirnya ia meninggalkan Adrian sendirian yang masih memaku karena Karenina.
Apa sebentar lagi Arra akan sendirian? Arra takut-takut kalau-kalau Adrian akan sibuk meninggalkannya, sibuk berkenalan dan mendekati Karenina.
Arra takut, senyum manis itu akan pudar untuknya dan dialihkan untuk Karenina.
Ia menghembuskan nafas lagi dan menatap kesuluruh penjuru sekolah, ia berjalan ke kantin tanpa nafsu. Sekarang, ia hanya ingin bertemu dengan Nina, sahabat perempuannya yang selalu siap sedia mendengar keluh kesah yang mendera. Sepertinya, ia memang harus membagi cerita ini kepada temannya tersebut.
Adrian mengambil langkah seribu saat bel pulang sekolah telah berbunyi menandakan bahwa semua siswa bebas melakukan kegiatan aktivitas apapun tanpa harus terikat.
Adrian setengah berlari menuju arah komplek kelas 9, ia mencari-cari Karenina tetapi tak kunjung ia bertemu dengan perempuan tersebut.
Akhirnya ia pulang tanpa mengingat masih ada sosok kecil yang menunggunya di kelas sendirian, menatapnya dari jendela kelas sambil menghembuskan nafas jengah dan menahan tangisnya yang sebentar lagi sepertinya akan tumpah.
Untuk siang ini, Adrian dan Arra tidak pulang bersama.
Arra berharap-cukup untuk saat ini saja.
#melupakan Adrian yang sibuk dengan dunia barunya.
“Nggak pulang bareng Adrian?”,tiba-tiba saat Arra baru sampai rumah dengan wajah yang kusut abangnya sudah ada didepan gerbang mengintrogasinya dengan pertanyaan tersebut.
Arra menaikan kedua bahunya lalu masuk tanpa nafsu kedalam rumah dan segera mengunci kamarnya.
Rasanya, siang mendung ini sangat cocok untuk siapapun yang sedang patah hati. Arra ingin melampiaskannya didalam kamarnya yang dipenuhi perbotan music ini. ia menyalakan music playernya keras-keras dan berjoget-joget ria tanpa mengganti pakaian seragamnya terlebih dahulu.
Tidak dipedulikannya abangnya yang menyuruhnya makan dari luar sana. Ia hanya berpikir. Untuk saat ini, ia benar-benar ingin melepas stress yang mendera bersama alunan music-music yang bergenre alternative-rock ini salah satu genre yang disukai Arra dalam situasi patah hati. Biasanya, saat ia sedang jatuh cinta ia senang-senang lagu-lagu pop yang mendayu-dayu, tetapi saat sedang patah hati disaat itulah music bergenre alternative-rock berguna. Ia bukan tipe perempuan yang senang menangis kalau sedang patah hati. Ia hanya cukup dengan berjoget-joget ria dan itu sudah membuatnya lebih baik daripada sebelumnya.
“Ma, Arra boleh daftar sanggat tari modern nggak?”,tanyanya saat waktu makan malam tiba.
Mamanya yang sedang melahap cumi saus tiram dengan lahap perlahan tersedak lalu menatap Arra dengan heran.
“Tari modern?”,ucapnya sambil menahan tawa.
Arra mengangguk mantap lalu memasang wajah kesal saat tawa mamanya menyeruak ke permukaan.
“Nggak salah? Kamu kan…”
“Ah mama, pokoknya besok pulang sekolah temenin aku daftar sanggar tari ya”
Mamanya mengangguk pendek, “Terus Adrian? dia kan biasa pulang bareng kamu? Besok gimana?”
Mendengar nama Adrian, Arra mulai menampakan air muka yang berbeda dari sebelumnya. Ia hanya bisa mengangkat kedua bahunya dan berkata, “Nggak tahu Ma”,jawaban yang klise dan menggantung.
Setelah Arra selesai makan, hanya tinggal Mamanya dan Abangnya. Tiba-tiba Abangnya buka suara.
“Mah, Arra kayaknya lagi patah hati deh, sama…”,ucap kakaknya menerka-nerka.
“Sama siapa?”,potong mamanya.
Abangnya tertawa sejenak, “Adrian, anak tetangga sebelah yang ganteng itu tuh, biasanya Arra kan pulang bareng dia, tadi siang dia nggak pulang bareng terus pas aku tanyain dia jawabnya nggak niat gitu”
Mamanya tertawa renyah, “Mau dia lagi patah hati atau enggak, mama seneng dia mau daftar sanggar tari modern, itu artinya dia udah jadi perempuan sungguhan, seperti yang mama idam-idamkan dari dulu”,ucap mamanya sambil mengingat potongan-potongan kejadian yang tidak mengenakan karena disebabkan sifat Arra yang boyish.
Abangnya ikut  tertawa.
Mungkin, adek gue mulai jatuh cinta dan patah hati.
#Bersama Karenina.
Siang ini, sehabis sekolah Adrian berusaha mengenal Karenina dengan cara ia berpura-pura menjadi anak SMA, menurutnya, anak SMA itu keren dan dia lebih percaya diri dengan umur yang lebih tua daripada Karenina daripada harus menampakan jati dirinya yang sebenarnya. Ia menduga, jenis wajah seperti Karenina sepertinya menyukai orang yang lebih dewasa. Jadilah siang ini, ia mulai menjalankan misinya.
Adrian meminjam seragam SMA milik Abangnya, lalu pura-pura menyenggol Karenina saat sedang berjalan. Kebetulan, buku Karenina saat itu jatuh. Adrian bergegas mengambilnya dan mengembalikan ke tangan gadis cantik itu. Tiba-tiba teman Karenina yang ada disebelahnya berkata, “Eh, kamu Adrian kan? Kok pake baju SMA?”
Adrian kelimpungan saat ditangkap basah, mengetahui dirinya yang memang masih duduk di kelas 8 sudah memakai seragam putih abu-abu. Adrian gelagapan, kebetulan Arra lewat. Dengan gugup ia membalas ucapan teman Karenina, “Oh eh, Adrian? Bukan kok, duluan ya, maaf udah gak sengaja nabrak temen lo”. setelah itu ia segera berlari ke arah Arra. Saat itu juga, Arra tertawa terbahak. “HAHAHAHAHA, ADRIAN? NGAPAIN KAMU PAKE BAJU SMA GITU? BELOM PANTES!”, Arra berbicara terlalu keras sehingga orang-orang yang di sekitarnya mendengar, termasuk Karenina dan temannya yang belum berada jauh dari tempat itu. Secepat kilat Adrian membekap mulut Arra yang kecil dan segera membawanya pulang kerumah.
J
Seiring berjalannya waktu, Adrian mulai mengenal Karenina, ia bahkan membuat rencana untuk menghancurkan hubungan Karenina dan kekasihnya yang baru. Semuanya ia ceritakan kepada Arra, tanpa tahu apa yang dirasakan Arra saat berkali-kali ia menyebut nama Karenina. Tanpa sepengetahuan pacar Karenina, Adrian, Karenina dan teman-teman dekat Karenina sering berkunjung ke tempat karoeke. Tentu saja memakai uang Adrian. Hal itu membuat Arra terlupakan oleh Adrian. Pernah waktu itu, Adrian berjanji akan menemani Arra ke toko buku selepas sekolah. Tetapi, Adrian tidak kunjung datang. Arra terus menunggunya di pinggir sekolah. Ia tahu Adrian tidak akan datang, ia tahu yang ia lakukan sangat bodoh, dan menghujani tubuhnya dengan air yang berjatuhan dari langit. Sampai terbenamnya matahari, ia baru pulang kerumah. Saat sampai didepan rumah, dilihatnya Karenina yang sedang berpamitan kepada mama Adrian. Ia marah. Marah sekali terhadap Adrian. Adrian melihatnya, melihat pemandangan yang tidak mengenakan. Melihat Arra kedinginan karna dibasahi air hujan. Mendengar bahwa ia menunggunya berjam-jam.  Hal yang sangat bodoh untuk dilakukan oleh seorang Arra. Arra bercerita panjang lebar sambil meraung-raung kepada Adrian. Saat itu, Adrian merasa bersalah. Benar-benar merasa bersalah. Arra meninggalkannya.
#pengakuan Arra.
“Kak Ina, Kak Ina, dan Kak Ina”. Topic pembicaraan mereka kali ini juga tentang Kak Ina. Adrian mengira Arra telah memaafkan sejak kejadian 3 hari yang lalu, tapi tidak untuk Arra. Rasa kesal yang bercampur cemburu masi terpendam di dalam hatinya. “Ra, lo tau ga? Hari ini gue seneng banget, bisa seharian bareng Karenina”
Arra lagi-lagi tidak menanggapi curhatan Adrian. Ia sibuk dengan novel yang baru ia beli bersama mamanya. Ia pura-pura tidak mendengar, meskipun tahu, yang sedang dibicarakan adalah Karenina.
“Ra, lo kenapa sih? Tentang kejadian kemarin gue udah minta maaf kan sama lo?”,ujar Adrian memecah kesunyian, ia tidak tahan melihat sikap Arra yang terus-terusan diam.
Arra tidak bergeming. Diam untuk beberapa saat. Sampai akhirnya ia buka mulut.
“An, aku tau kamu lagi jatuh cinta sama Kak Ina, tapi tolong ganti topic pembicaraan kita, jangan setiap hari Kak Ina, aku bosen dengernya, mungkin enggak bagi kamu. Jujur An, aku cemburu kamu terus-terusan menyebut nama Kak Ina, aku sayang sama kamu”,ujar Arra sambil berlari meninggalkan Adrian. Dibiarkannya Adrian yang berkali-kali memanggil namanya. Saat itu juga Arra merasa menyesal telah mengungkapkan isi hatinya.
Adrian menerawang, ia masih memikirkan perkataan yang semalam, dan pagi ini Arra tidak kunjung datang. Sampai bel tiba, Arra dipastikan memang tidak masuk sekolah. Entah ia sakit atau membolos, tapi membolos bukan hal yang biasa dilakukan oleh Arra. Memang benar, beberapa saat kemudian, surat yang menandakan bahwa Arra sakit diantar oleh satpam sekolah mereka.
Di sisi lain, ia senang Arra tidak masuk, karena tidak ada yang mengganggunya bertemu dengan Karenina, tapi di sisi lain Adrian merasa bersalah kepada Arra sejak kejadian tadi malam, dan ia rindu akan suara cempreng yang dimiliki Arra. Setelah bel istirahat berbunyi, Adrian segera menghampiri kelas Karenina, betapa terkejutnya dia. Saat itu, ketua osis SMP Harapan sedang menyatakan cinta kepada Karenina, ia tidak sengaja melihat dari ambang pintu. Adrian hancur, hancur-sehancur-hancurnya, ia yang telah membuat Karenina putus dengan pacar lamanya, tapi sekarang? Karenina di tembak oleh ketua osis, ia tahu. Karenina akan menerimanya. Ya, benar. Karenina mengangguk saat itu, mengangguk dengan senyumnya yang manis. Seakan-akan dunia milik berdua. Seakan-akan tiada lagi orang yang berada di kelas itu selain mereka berdua.
Sesampainya dirumah, ia segera menengok Arra. Arra kaget setengah mati mendapati, sahabatnya itu tengah berdiri di ambang pintu kamarnya. Ia menutupi wajahnya dengan selimut. Ia malu atas insiden semalam. Lalu Adrian terpaksa membuka mulut duluan.
“Lo gak perlu malu atas pengakuan lo semalem”,ujarnya sambil menuju samping tempat tidur Arra.
Arra tetap menutupi wajahnya dengan selimut, ia tidak mempedulikan perkataan Adrian.
Adrian perlahan membuka selimut yang menutupi wajah gadis kecil itu, dalam sekejap ia tertawa melihat wajah jelek temannya yang dilumuri oleh cacar air. Arra kaget, mau tidak mau ia ikut tertawa, muka Adrian waktu itu sangat konyol, muka yang biasa dilihat Arra sebelum Adrian mengenal Karenina. “Jadi lo nutupin muka pake selimut bukan gara-gara lo malu? Tapi gara-gara muka  yang kaya monster itu ya Ra?”,ucap Adrian sambil tertawa.
Arra merengut, lalu menampakan cengir kuda. “Dua-duanya si An”
Siang itu mereka bercerita tentang kejadian yang ada di sekolah, sambil terus tertawa dan memakan camilan yang disediakan oleh mama Arra. Arra senang, ia dapat melihat Adrian yang seperti biasanya. Dan mereka berdua sama-sama melupakan pengakuan Arra tadi malam. Menganggapnya seperti angin lalu.
3 SMA
#mengenal Andrian.
Dipagi yang cerah ini, Arra terbangun dengan senyum hangatnya. Hari ini adalah hari pertama ia menjadi murid kelas 3 SMA. Rasanya menyenangkan, tidak ada lagi kakak kelas yang pekerjaannya hanya melirik ke arah adik kelas dan mendiskriminasikan adik kelas. Selesai mandi, ia segera turun untuk sarapan bersama keluarga. Dilihatnya dari dalam rumah, Adrian tengah menunggu dengan setengah muka di tekuk. Arra menyadari bahwa ia telah membuat Adrian menunggu, ia mempercepat makannya dan segera berpamitan  dengan kedua orangtuanya.
“Nunggu lama ya An?”, ujar Arra dengan suara yang merasa bersalah.
Adrian mendiamkan Arra, mencoba membuat lelucon. Ya, Adrian pura-pura marah kepada Arra.
“An?”, dipanggilnya lagi Adrian yang tengah sibuk menyetir sepeda.
Adrian menahan tawanya mendengar suara Arra yang memelas.
Sesampainya diskolah, Adrian masi menunjukan sifat mogok bicara. Sampai akhirnya Arra tidak tahan lagi dan ia berkata, “An, maafin aku ya tadi aku telat, soalnya tadi aku makan banyak banget, aku rela deh beliin kamu pop ice 5 asal kamu maafin aku, ya An?”
Mendengar penuturan Arra, Adrian tidak tahan untuk menertawakannya. Ia gemas melihat kelakuan Arra yang seperti anak kecil. Ia mencubit pipi Arra berkali-kali. Membuat gadis itu menekuk mukanya. Ia memukul kecil lengan Adrian sambil tertawa.
Tanpa disadari seseorang dari kejauhan memperhatikan mereka berdua.
J
“An, pulang sekolah ada rapat osis, lo jangan balik dulu ya”, ujar Salma saat bel istirahat berbunyi.
Orang yang dipanggil ‘An’ itu mengangguk dengan malas. Ia bukan Adrian melainkan Andrian, tidak ada hubungan darah sama sekali- teman juga bukan, mereka hanya memilik nama yang mirip. Ya, Adrian dan Andrian sama-sama dipanggil ‘An’.
Beda dengan Adrian yang bertubuh jangkung-kurus, Andrian memiliki tubuh ideal, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, berat badannya juga sangat pas dengan ukuran tingginya. Wajah mereka memang sama-sama tampan, tapi mereka memiliki ciri khas masing-masing. Adrian memiliki alis yang tipis, mata bulat dan rambut yang dipotong cepak.sedangkan Andrian mempunyai alis yang tebal, mata yang agak sipit dan rambut yang dipotong segi cowok acak-acakan.
Sejak pelajaran pertama, ia tidak lepas memperhatikan seorang gadis yang menurutnya manis. Enak dipandang. Begitu pikirnya. Namanya Arra, ia tahu nama seorang gadis itu dari teman sebangkunya.
“Temen-temen yang ikut ekstrakulikuler basket nanti ada latihan jam 2 di sekolah”, ujar Arra dengan suara cempreng yang menggema diseluruh kelas. Teman sekelasnya yang merupakan anggota dari esktrakulikuler basket mangut-mangut.
Andrian memperhatikan Arra lagi. Dikelas 3 SMA ini Arra memang terlihat lebih manis dibanding tahun-tahun sebelumnya, rambut yang biasa di kuncirnya sekarang digerai dan diberi hiasan jepitan strawberry di sisi kanan dan kiri, seragam yang kegombrongan agak dipresskan sedikit mengikuti perkembangan zaman, roknya di rimpel dengan limpitan kecil-kecil. Andrian ingin sekali mengenalnya, tapi ia tidak tahu cara berkenalan yang tepat. Melihat Andrian termangu sendirian, Arra tergoda untuk mengajaknya berbicara. Bukan main Andrian kaget melihatnya. Gadis itu memutar tempat duduk yang ada di depannya sehingga ia berhadapan dengan Andrian. Ia mulai mengajak Andrian berbicara. Detak jatung Andrian semakin cepat, wajahnya sangat dekat dengan Arra.
“Kok sendirian, gak maen sama yang lain?”, tanya Arra dengan tampang yang menyerupai anak kecil.
“Gu-gue? Enggak apa-apa, lagi pengen aja”, jawab Andrian gagap.
“Oh, nama kamu siapa?”,tanya Arra sambil mencari bandagename Andrian yang tertutup dengan buku yang dipegangnya.
Andrian menjatuhkan bukunya ke meja, dan menjawab bahwa ia bernama Andrian.
“Nama kamu mirip sama temenku, tau Adrian ga? Yang jelek itu?”
“Gue ganteng, Arra”
Belum sempat Andrian membalas omongan Arra, Adrian yang berdiri dibelakang Arra keburu menjawabnya. Ia sempat kesal karena tiba-tiba Adrian datang dan merusak acara perkenalannnya. Ia berpikir, saat Adrian datang mungkin Adrian akan mengajak Arra pergi. Tapi ternyata tidak. Arra malah memperkenalkan Andrian kepada Adrian.
“Lo osis ya An?”,tanya Adrian.
Andrian mengangguk senang, diakui sebagai anggota osis.
“Gue dulu pernah daftar osis, tapi gak diterima”, aku Adrian.
“Enggak ada yang tanya, iya ga An?”, ucap Arra kepada Andrian.
Adrian dengan sigap menjitak kepalanya. “Aw”,pekik Arra.
J
Beberapa menit kemudian, bel tanda masuk jam pelajaran kedua berbunyi. Arra dan Adrian segera menempatkan diri di bangku masing-masing. Saat jam pelaran, iseng-iseng Arra menuliskan sebuah surat untuk Adrian.
“An, Andrian ganteng ya?”, begitu isinya. Ia memberikan kepada Adrian dengan sembunyi-sembunyi. Saat membaca surat tersebut, alis Adrian menyirit. Adrian tidak membalasanya, melainkan membuangnya ke depan papan tulis. Sang guru melihat dan mengambil surat itu. Arra kaget, ia ingin sekali membunuh Adrian saat ini.
Kebetulan guru itu adalah guru terkiler di SMA Bina Bangsa, ia membacakan isi surat itu di depan kelas. “An, Adrian ganteng ya?”, begitu bacanya. Anak-anak kelas 9-1 langsung menengok ke arah Andrian yang disebut-sebut sebagai orang ganteng. Guru itu tampak amat marah, ia menanyakan siapa yang menulis surat itu. Adrian spontan menunjuk Arra.
“Arra, silakan kamu duduk di depan kelas sampai pelajaran selesai”, ujar guru Sosiologi itu garang.
Mata Arra membulat, ia segera berdiri di depan kelas sambil terus menatap Adrian yang sedang tertawa-tawa dengan tatapan marah. Sedangkan Andrian terus menatap Arra dengan wajah merah merona. Bagaimana tidak? Arra menilai bahwa Andrian itu ganteng, suatu pujian menurutnya.
Tak disangka bel usai pelajaran Sosiologi berbunyi, Arra dipersilahkan duduk kembali. Setelah guru sosilogi paling menyebalkan-sedunia itu pergi, Arra segera menghantam Adrian dengan kekuatannya yang tidak seberapa. Sambil tertawa tentunya, ia melihat ekspresi Adrian yang ketakutan. Tawanya membahana diseluruh kelas, teman-teman juga ikut menertawakan mereka berdua. Tak terkecuali Andrian ia malah memberi dukungan kepada Arra untuk terus menghukum  Adrian.
J
Sesampai dirumah Andrian melepas kelelahannya di tempat tidur bersprei Manchaster United grup sepak bola kesukaannya. Hari ini cukup menyenangkan. Bisa mengenal Arra. Begitu pikirnya. Tapi tidak untuk dirumah, keadaan dirumah kali ini sangat kacau. Process perceraian ayah dan ibunya yang semakin dekat menambah suasans dingin di rumah. Andrian menggebrak pintu kamarnya ketika mulai mendengar celoteh ibu yang mendiskriminasikan ayah. Ia memebenamkan tubuhnya kedalam selimut dan tertidur untuk beberapa saat.
Sorenya Andrian terbangun, masih dengan seragam sekolahnya. Ia turun ke bawah dan menyeruput teh hangat yang selalu tersedia di meja makan. Pikirannya menerawang antara perceraian orang tuanya dan Arra gadis manis yang baru ia kenal. Ia duduk disalah satu bangku meja makannya.
J
“Adriaaaaaaaaaaaaaaaaaan! Ah sumpah aku malu berat tadi, coba kamu ngerasain jadi aku”, ujar Arra manja sambil memukul punggu Adrian cukup keras.
“Sayangnya gue gak mau ngerasain jadi lo”, ucap Adrian santai.
“Huh”
“Idih, Arra ngambek”
“Apa? Aaaaaaa Adriaan jeleeek !”
“Emang gue jelek, sapa bilang ganteng?”
 “Nggak ada tuh”
“Yaudah”
“Kok jadi kamu yang ngambek si An?”
“Sapa yang ngambek?”,ujar Adrian sambil mencubit pipi Arra.
Arra cengir kuda, reflex ia menjitak kepala Adrian yang bulat itu. untuk malam ini, lagi-lagi mereka melwati berdua lagi
                                                                     J
#Bertemu Edgar lagi
“Annnnnn aku cantik nggak?”,ujar Arra sambil memutar tubuhnya 360 derajat.
“Nggak”,jawab Adrian datar tanpa ekspresi. Jitakan maut pun mendarat di kepalanya.
“Iyadeh lo cantik”,ujar Adrian akhirnya, ia memang mengakui bahwa hari ini Arra terlihat sangat cantik.
“Asik, makasi Adrian, berangkat yuk”,ajak Arra.
Adrian tak bergeming. Matanya menatap lurus ke arah sepeda yang diparkir di depan rumah Arra.
“An, kok bengong? Ayok berangkat”
“Em, lo nggak malu kan? Berangkat naek sepeda?”
Mendengar pertanyaan Adrian, Arra tertawa terbahak-bahak.
“Ya enggak lah An, ngapain malu, sekarang kan lagi jaman kemana-mana naik sepeda, lagian aku enggak terlalu suka kalo di boncengin pake motor apalagi mobil”
Adrian tersenyum, ia segera menarik tubuh Arra keluar dan menyuruh Arra untuk naik ke tempat bonceng.
15 menit kemudian mereka sampai, gedung sekolah mereka sudah ramai dengan mobil yang berjejer dihalaman depan SMA Bina Bangsa. Arra berjalan beriringan dengan Adrian memasuki gedung sekolah itu, dari sekian banyak orang yang datang, ada salah satu gerombolan yang Arra tidak kenal siapa mereka, tapi di dalamnya ada seseorang yang pernah mengisi lubuk hatinya. Edgar.
SMA Bina Bangsa adalah salah satu SMA terkenal di Ibu Kota tercinta, tak heran jika banyak anak-anak dari sekolah lain yang datang ke acara ulang tahun SMA Bina Bangsa. Contoh saja SMU Pertiwi, SMU ini tidak jauh beda dari SMA Harapan, hanya saja SMA Harapan lebih unggul sedikit dibanding SMU Pertiwi, penampilansiwanya juga sama-sama keren.
“BRUK”
Seseorang telah menabrak Adrian yang sedang membawa novel yang barusan dipinjamnya dari Widya. Tanpa meminta maaf dan malah menatap tajam ke arah Adrian, laki-laki itu meninggalkan Adrian yang membungkuk bergegas mengambil novel. Ia biarkan orang itu pergi, ia tidak membutuhkan permintaan maaf itu, yang ia butuhkan hanya melihatnya pergi dan bahkan mati. Ya, dia Edgar.
“Woy An, ada Edgar!”,ucap Arra ketika ia menjauh dari gerombolan teman-teman perempuannya.
“Iya, lo nggak liat tadi? Gue di tabrak, sumpah deh gue pengen banget ngehajar dia!”,sahut Adrian bersemangat.
“Ngapain coba dia kesini, pede banget”
“Ah tau ah, udah yuk ngapain mikirin Edgar, makan yuk, laper gue”
Arra menangguk lalu berjalan beriningan menuju tempat prasmanan.
Sambil makan, mereka menyaksikan performance dari bintang tamu dan siswa-siswa lain yang mengisi acara pentas seni ulang tahun SMA Bina Bangsa. Lagi-lagi tanpa disadari ada yang memperhatikan mereka dari belakang, bukan Andrian. Melainkan Edgar, lagi lagi Edgar.
J
5 tahun berlalu, sejak putusnya Arra dan Edgar, keduanya tidak pernah lagi berkomunikasi. Bahkan saat bertemu di acara ulang tahun sekolah Arra kali ini, mereka seperti orang tidak kenal. Ya, pura-pura tidak kenal. Edgar masih sama seperti dulu, wajahnya yang jelek masih menyertai dan rambut cepak miliknya masih bertengger di kepalanya.
“Sayang, kok kamu liatin dua orang itu terus? Siapa mereka?”,tanya Elen pacar baru Edgar.
Edgar kaget merasa kepergok, ia menjawab dengan gugup, “Em- ah masa? Enggak, aku lagi ngeliatin bintang tamunya kok, lagian aku juga nggak kenal siapa mereka”
Elen mangut-mangut mengerti matanya ikut-ikutan sibuk menatap dua orang itu, ia merasa ada yang aneh pada Edgar.
“Len, gue ke kamar mandi dulu ya, lo tunggu sini, bentar kok”,ijin Edgar kepada Elen.
Elen hanya menangguk.
“Shit, kenapa sih gue mesti cemburu liat Arra sama Adrian deket, sadar Gar udah lima tahun sejak lo nyelingkuhin Arra, sejak lo nyakitin Arra, lo sama sekali nggak bisa ngelupain dia, sorry Ra hari itu gue nggak bisa boongin perasaan gue, kalo gue sayang sama lo dan sayang sama Tetta, gue gak abis pikir bisa jadi kaya gini, ternyata gue masih nyimpen perasaan sayang sama lo”,ujar Edgar pelan di dalam kamar mandi.
“Gue khilaf, ternyata sakit juga boongin hati, sadar Gar, udah terlalu banyak cewe yang lo sakitin, dulu Arra, sekarang Elen?”,lanjutnya.
Setelah itu, Egar terdiam tidak bergeming. Sampai acara pesta selesai, ia masih di dalam kamar mandi, dan sampai sekolah itu kosong. Edgar tidak kunjung kembali ke tempat semula, ia tertidur. Tertidur dengan pulas dan memimpikan seorang yang bernama Arra. “Arra, gue sayang lo”,igaunya.
Esoknya, Elen sibuk mencari keberadaan Edgar, handphonenya tidak aktif, ia menghubungi rumah Edgar juga tidak ada yang mengangkat, keluarga Edgar sedang pergi ke Australia. Ia juga tidak tahu nomor orang tua Edgar, ia sangat khawatir. Lebih dari khawatir, ia takut Edgar tidak kembali.
J
“Ceklek”
Adrian terhenyak saat mendapati ada seseorang yang tertidur pulas di lantai kamar mandi SMA Harapan. Memandangnya dengan sekilas, ia langsung tahu bahwa orang itu Edgar. Ia sangat heran mengapa Edgar bisa tertidur di dalam kamar mandi ini. Adrian membangunkannya, mengguncang-guncangkan tubuhnya dan mengeluarkan minyak kayu putih yang biasa ia bawa dari dalam kantong celana SMAnya. Beberapa menit kemudan, Edgar sadar. Di sampinya telah ada Adrian dan Arra yang berawajah khawatir, sehabis melihat Edgar tertidur, Adrian langsung menghubungi Arra yang merupakan pengurus PMR untuk menemuinya di kamar mandi laki-laki. Arra terpaksa masuk, untung tidak ada anak laki-laki lain selain Adrian dan Edgar.
Samar-samar Edgar berkata, “Arra, Ra gue, lo kok …”
Arra memotong pertanyaan Edgar, “Kamu kemarin ketiduran disini, liat baju kamu, itu kan yang di pake ke acara ulang tahun SMA untung aja Adrian nemuin kamu”
“Edgar tidak menggubris pernyataan Arra, ia berkata lagi, “Ra gue, gue masih sayang sama lo, ternyata gue nggak bisa hidup tanpa lo”
Arra terhenyak, bukan hanya Arra, Adrian juga. Mereka berdua saling berpandangan lalu tertawa terbahak-bahak.
“Gar, mendingan lo balik deh sekarang, nggak usah pake acara ngarang kalo lo masih sayang sama Arra”, ujar Adrian.
“Serius An, gue nggak lagi ngarang, gue masih sayang sama Arra, terlepas dari sifat gue yang kadang bosenan sama cewe, gue nggak pernah bosen sama Arra, dia beda dari cewe laen, cuma aja dia nggak bisa di ajak jalan kayak cewe cewe yang lain, tapi An, gue sayang sama dia, apa lo udah jadian sama Arra?”
Lagi-lagi Arra dan Adrian berpandangan.
“Gue nggak butuh deh penjelasan lo Gar, sekarang mending lo balik atau enggak kita berdua ninggalin lo disini”,ucap Arra tegas menggunakan bahasa betawinya.
“Gue bakal pergi dari sini asal lo cium gue dulu, dan gue nggak bakal ganggu lo lagi”,sahut Edgar.
Arra dan Adrian tertawa lebih keras dan mereka memilih untuk meninggalkan Edgar, di ambang pintu masuk kamar mandi laki-laki Adrian berkata, “Silakan lo ganggu Arra, sepuasnya juga boleh, tapi asal lo tau, selama lo gangguin Arra, urusanya ada sama gue, camkan tuh!”
Saat mendengar itu, muka Arra bersemu merah.
J
Sore ini Arra dan Edgar duduk termangu di taman rumah Arra. Ia kesal meladeni Edgar.
“Ngapain kamu ke sini? Mana Elen, nggak dibawa?”,tanya Arra sinis.
“Ra, dengerin gue dulu, gue mau ngomong to the point sama lo”,potong Edgar.
Arra hanya menangguk, tapi itu bisa menandakan bahwa sekarang, Edgar bisa memulai pembicaraannya.
“Ra, gue kesini mau ngajak lo balikan, gue yakin lo masih sayang sama gue”
Mendengar pernyataan Edgar, Arra tertawa terbahak-bahak.
“Lucu Gar, kamu lucu banget, sumpah deh kamu pede banget, eh asal kamu tau ya, aku udah sayang sama seseorang, dan yang jelas itu bukan kamu”
Mendengar itu Edgar memasang muka masam dan pergi tanpa pamit kepada Arra. Arra sama sekali tidak mempersalahkannya, ia segera masuk ke rumah dan mengunci diri di kamar. Mendengarkan lagu-lagu dari Sheilla on 7 sampai tertidur pulas.
#Andrian, selamat ulang tahun …
Hari masih pagi, sekolah masi sepi apalagi kelas Arra. Hanya ada segelintir manusia yang sudah berangkat, iseng-iseng ia melihat buku riwayat siswa yang ada di dalam lemari kelasnya. Ia membuka satu persatu sampai akhirnya ia menemukan buku riwayat Andrian. Matanya membelalak saat mengetahui bahwa hari ulang tahunnya adalah hari ini. Bergegas ia mengumumkan kepada temannya yang sudah datang yang baru datang. Rencanya, Arra akan mendiamkan Andrian sampai bel usai pelajaran dan menggebyur dengan adonan adonan yang tidak lazim saat pulang sekolah nanti. Teman-teman pun setuju, mereka sangat antusias. Apalagi Adrian, ia sangat senang jika ditugaskan untuk mengerjai orang yang sedang berulang tahun.
Saat Andrian datang, semuanya terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tidak ada lagi Arra yang biasa menyapanya saat ia datang. Wajah mereka juga terlihat marah. Andrian berusaha mengajak bicara teman sebangkunya tetapi sama sekali tidak di gubris. Teman sebangkunya malah meninggalkan Andrian saat ia sedang berbicara. Sungguh mengsalkan. Pikirnya. Andrian tidak ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya, hari harinya sudah terkontaminasi oleh masalah orang tua dan kegiatan kepengurusan OSIS.
Istirahat, Andrian mengajak Arra dan Adrian pergi ke canteen bersama, tapi keduanya langsung melengos dan berjalan berdua menuju canteen. Andrian mendengus. Ia tidak tahu maksud dari semua ini.
Akhirnya bel sekolah berbunyi, sang ketua kelas berkata dengan sinis pada Andrian bahwa anak-anak kelas 9-1 diwajibkan kumpul di lapangan basket. Andrian percaya-percaya saja. Saat ia sampai, Arra langsung menyiramnya dengan air. Adrian dengan tepung dan sebagian anak lainnya dengan telur, ada juga air got yang di ambil dari comberan, sungguh jorok. Ekspresi Andrian yang tadinya marah berubah menjadi senang saat ingat bahwa ini adalah hari ulang tahunnya. Setengah jam mereka mengerjai Andrian tanpa henti dan terakhir, anak anak kelas 9-1 mengucapkan selamat ulang tahun kepada Andrian. Satu satu menyalami. Iseng-iseng ia bertanya kepada temannya, siapa yang merencanakan ini semua, ketika jawaban atas semuanya adalah Arra. Andrian tersenyum simpul dan berlari ke arah gerbang, meninggalkan kotoran yang ada di lapangan basket. “Aku sayang kamu Ra”, ucapnya dalam hati.
Andrian pulang ke rumah dengan baju yang kotor dan kepala yang di lumuri adonan. Rumah kosong, sepi. Seandainya ada mamanya disini, ia ingin sekali pamer penampilannya dan bercerita banyak tentang Arra. Tapi kenyataanya berbeda, dirumah yang ada hanya Bik Nah yang sedang memasak dan suara burung beo dari halaman belakang. Burung beo kepunyaan ayah, yang sudah lama tidak diurus. Sehingga Andrian terpaksa untuk mengurusnya. Setelah membersihkan tubuhnya, ia berjalan ke arah kamar dan merebahkan tubuhnya ke kasur. Ia menerawang, mengingat kejadian saat ia duduk di kelas 4 sd, mamanya sering mengajak ia jalan-jalan dan mendengarkan semua keluh kesah dari Andrian. Dulu, saat Andrian berulang tahun sering kali mamanya membuakan kue tart dan mengundang teman-teman sekelas Andrian ke rumah untuk merayakan hari ulang tahun. Itu dulu, sekarang berbeda. Perlahan Andrian yang tegar, mulai menitikan air matanya. Air matanya keluar lagi sejak terakhir ia menangis saat mamanya bergegas untuk meninggalkan Andrian ke rumah orang tuanya yang ada di Bandung.
#mengingat Karenina.
4 tahun berlalu sejak Adrian mengenal Karenina, ia kembali mengingat gadis cantik itu. Kemarin sore, ia menemukan selembar foto yang merupakan foto wajah mereka berdua. Karenina tersenyum dan Adrian menunjukan muka konyolnya. Sebenarnya, sejak kejadian 4 tahun lalu. Adrian belum bisa melupakan Karenina, ia hanya pura-pura bisa melupakannya. Karenina sekarang bersekolah di Universitas Tokyo, Jepang. Ia mengambil jurusan sastra jepang. Saat SMA sekolah mereka juga berbeda.
J
“Abang enggak tau perasaan Arra gimana”,jelas Arra saat sedang berbagi cerita dengan Abangnya.
“Abang tau Ra, abang juga pernah ngerasain jadi kamu, cinta bertepuk sebelah tangan kan? Atau mungkin cinta segitiga?”
“Sama aja Bang”
“Memang Karenina ada dimana sekarang?”
“Di Tokyo, dia kuliah”
“Adrian? Masih inget sama dia? hebat”
“Iya, dia sayang banget sama Kak Ina”
“Begitu juga kamu, kamu sayang banget sama Adrian kan?”
Arra hanya mengangguk.
“Jadi, kalo kamu sayang sama Adrian, kamu juga harus nerima dong dia sayang sama Karenina, cinta itu gak harus memiliki dan cinta itu butuh pengorbanan, Abang yakin ada seseorang yang lebih baik dari Adrian atau mungkin Adrian yang nantinya jadi jodoh kamu. Abang berani jamin”
Arra tersenyum mendengar nasihat Abangnya. Setelah itu ia ngalor-ngidul bercerita tentang kejadian yang ada disekolahnya hari ini. Termasuk bercerita tentang Andrian.
J
Di dalam rumah, Andrian tengah sibuk menjalankan adobe photoshopnya. Ia sangat jago akan hal itu. Tidak heran, ia sempat mengikuti les desain grafis  saat ia duduk di kelas 1 SMA sampai 2 SMA. Selain pandai ber-photoshop, ia juga ahli dalam memotret. Dikamarnya tergeletak kamera DSLR dan lembaran foto yang ditaruh dengan cara acak-acakan. Andrian ini, ia termasuk dalam kategori lelaki tampan. Sudah banyak teman seangkatan-adik kelas ataupun kakak kelas yang mendekatinya tapi tidak ada satu pun yang menggunggahnya, sampai ia bertemu dengan seorang gadis cantik bernama Arra. Disekolah, ia merupakan pengurus osis. Jabatanya juga lumayan bergengsi, Wakil Ketua 2.
J
Karenina terpaku mendapati, sebuah e-mail yang bertuliskan. “Happy Birthday, Kak Ina” yang dikirim oleh Adrian. Ia kaget, 4 tahun berlalu sejak Adrian menembak-dan ditolak, ia masih ingat hari ulang tahun Karenina. Sangat luar biasa. Karenina sama sekali tidak membalasnya. Malas. Begitu pikirnya.
Butiran hujan membasahi jendela yang berada depat di depan wajah Karenina. Ia memperhatikan keadaan diluar,dilihatnya hujan yang semakin deras dan butiran air hujan yang semakin banyak. Mengingatkan kepada kekasih lamanya. Luqi Mahardika. 4 tahun berlalu sejak putusnya Karenina dan Luqi, mereka berdua terlihat tidak saling kenal,acuh tak acuh dan mengejek satu sama lain. Karenina, sebelum Adrian mengenalnya,sebelum Adrian mengetahui bahwa ia adalah seorang playgirl. Setiap bulan memang, pacar Karenina selalu berubah. Dan kalau di lihat,semuanya tampan. Andai mereka-semua mantan-dan pacar Karenina yang sekarang tahu bahwa mereka hanya dijadikan pelampiasan,betapa sakitnya hati mereka. Ya, Karenina masih belum bisa melupakan Luqi. Tiket bioskop terakhir yang ia tonton bersama Luqi masih tersimpan rapi di dalam arlojinya. Sebelum kecelakaan itu terjadi,sebelum semuanya terlambat. Dan sebelum Karenina menyadari bahwa ia sangat menyangi Luqi.
#Dan
Dan, dan bila esok, datang kembali
Seperti sedia kala kau bisa bercanda dan
Perlahan kau pun lupakan aku
Mimpi burukmu dimana tlah ku tancapkan duri tajam
Kau pun menangis
Menangis sedih
Maafkan aku
Dan, bukan maksudku, bukan inginku
Melukaimu, sadarkah kau disini pun ku terluka
Melupakanmu, menepikanmu, maafkan aku
Lupakanlah saja diriku, bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala
Caci maki saja diriku, bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala
Arra mendengarkan lagu itu berulang-ulang. Benar-benar bisa melukiskan hatinya. Ya, sejak kejadian Adrian-mengingat-Karenina, waktu Adrian bersama Arra jadi semakin sedikit. Adrian selalu sibuk mencari informasi tentang Karenina. Ia bahkan sedang sibuk mencari alamat rumah Karenina di Jepang. Kebetulan, Adit, sepupu Adrian yang merupakan seorang komikus yang di rekomendasikan oleh tempat lesnya sedang tinggal di Jepang. Saat liburan nanti, Adrian sudah berencana akan pergi ke tempat Adit. Kadang-kadang butiran air mata Arra yang indah jatuh ke bumi. Ia kini duduk sendirian di pekarangan, tidak ada lagi Adrian yang dulu selalu menemaninya. Tidak ada lagi Adrian yang gemar mengajaknya melihat bintang. Arra menangis, menangis tanpa suara. Mungkin ini saatnya, Adrian beranjak dewasa dan mulai melupakan sahabat kecilnya. Adrian sekarang, hanyalah Adrian yang sibuk dengan bandnya, sibuk mecari informasi tentang Karenina. Sangat membosankan.
#sesi pemotretan dan motor satria fu merah
Andrian mengambil kamera DSLRnya dan berjalan dengan gontai menuju garasi dan mengambil motor. Sangat malas baginya. Karena hari ini ada sesi pemotretan yang dilakukan di taman bunga. Berjam-jam sesi pemotretan berjalan. Sampai jam 4 sore, akhirnya sesi pemotretan berakhir dengan sukses. Andrian menerima honor. Ia melihatnya, cukup banyak. Ia segera pulang, kebetulan saat itu ia melewati sekolah. Ia memperlambat motornya kala melihat Arra sedang berjalan kaki. Arra kaget saat mendapati Adrian tengah berdiri di depannya dengan motor satria fu warna merah disampingnya.
“Lo baru pulang Ra?”,tanya Andrian.
“Iya, kamu ngapain disini An?”, sahut Arra sambil mengikat tali sepatunya yang terlepas.
“Gue kebetulan lewat, mau gue anterin pulang ga?”
“Aku gamau pulang An, dirumah sepi, nggak ada orang”
“Terus sekarang lo mau kemana?”
“Gue mau ke perpustakaan, mau pinjem novel”
Adrian melirik jam tanganya, sudah pukul setengah 6.
“Ngapain? Lo minem novel di tempat gue aja, lo boleh maen ke tempat gue, sampe besok juga boleh, dirumah gue enggak ada orang, paling Cuma pembantu gue”, tawar Adrian bersemangat.
Arra langsung menyetujui usul Andrian. Ia segera menaiki tempat bonceng motor Andrian.
Tidak sampai 15 menit, mereka berdua sudah sampai dirumah yang asri. Tidak terlalu besar, berkesan sederhana dan bersih. Arra dan Andrian turun dari motor. Andrian membuka pintu rumah ini dengan kunci yang digantung bersamaan dengan kunci motor.
“Pembantu gue enggak ada, dia pulang kalo udah jam segini, jadi gue bawa kunci sendiri”,ujar Andrian tiba-tiba.
Arra berpikir, orang tua Andrian? Kemana mereka? Arra ingin menanyakan tetapi tidak enak, barangkali orang tua Andrian sudah cerai atau mungkin meninggal?
“Heh! Kok bengong, nanti kesambet setan lho”,goda Andrian sambil tertawa.
Arra tersenyum pilon. Mereka berdua segera masuk ke dalam rumah., ketika pintu rumah sudah terbuka. Andrian menyuruh Arra duduk diruang tamu dan meletakan kamera DSLRnya di meja ruang tamu. Arra melihatnya, dari kelas 3 sd ia ingin sekali mempunyai kamera itu, ingin sekali berbakat menjadi photographer. Tapi apa daya, bakatnya bukan disitu. Beberapa menit kemudian, Andrian muncul dengan menggunakan kaos oblong dan celana pendek sedengkul.
“Kamu photographer ya An?”, tanya Arra iseng.
Andrian mengangguk, lalu tersenyum.
Suasana hening. Arra tidak suka dengan suasa ini. Hening-hening dan hening. Tiba-tiba Andrian memecah kesunyian.
“Orang tua gue lagi ngajuin proses perceraian, mereka berdua sekarang tinggal dirumah orang tua masing-masing, jadi gue tinggal sendirian disini”,jelas Andrian meskipun Arra tidak menanyainya. 
Arra mangut-mangut sambil tersenyum.              
Sumpah Ra, senyum lo manis banget, bikin gue gemes sama lo, andai aja lo tau, gue udah sayang sama lo Ra, lo yang bikin hidup gue berwarna, bukan lagi monoton kaya dulu
“Udah ngerjain PR Kimia belum? Daritadi aku berkutat di perpustakaan nyari buku Kimia yang oke tapi gak ketemu”
“Udah,mau gue ajarin ga?”
Arra tersenyum kegirangan,”Boleh An?”
Andrian mengangguk sambil tersenyum.
Lalu Arra segera mengeluarkan buku kimia yang ia taruh di dalam tas.
Beberapa menit kemudian mereka larut dalam kesenyunian,yang ada hanya suara bolpoin yang jatuh dari meja dan suara Andrian yang pelan saat mengajarkan Arra tentang PR Kimia.
Setelah PR Kimianya selesai, Arra diajak Andrian untuk melihat-lihat novel yang ada di perpustkaan keluarganya.
#pembagian rapor semester I
6 bulan berlalu sejak Adrian melupakan Arra. Waktu terasa begitu cepat, sekarang mereka sudah berada di ambang pintu semester kedua. Sehari sebelum pembagian rapor, Adrian sudah terbang ke Jepang untuk bertemu dengan Karenina,ia sudah izin kepada Adit tentang memberi tumpangan tempat tidur. Tentu saja dengan orang tuanya,ia sudah meminta izin dari jauh hari sebelum pembagian rapor.
Sedangkan Arra memilih untuk berangkat ke sekolah karena sekolah mereka sedang gencar mempersiapkan lomba mading yang akan diperlihatkan hari Minggu esok. Sekarang sudah hari Sabtu, berarti tinggal 1 hari lagi pelaksanaan lomba. Ia kini tengah sibuk memilih tema untuk mading sekolahnya.
Beda lagi dengan Andrian,ia sibuk dengan klub desain grafisnya,selain jago photoshop ia juga mahir dalam menjalankan corel draw. Sekarang klubnya sedang kebanjiran pesanan,ada yang memesan jumper,jaket,sweeter,kaos dan sebagainya. Klub desain grafis memang membuka usaha ini sejak para anggota masi duduk di kelas 2.
J
Masih dengan wajah kusut Arra membuka bungkus jajannya dengan gontai. Seseorang dari belakang yang tidak lain adalah Nina,sahabat Arra mendorong tubuh Arra kedepan sehingga membuatnya seperti mau jatuh.
“Woy, Na ngagetin aja kamu”,ujar Arra sambil mengahbiskan sisa jajanannya.
“Hahaha, sorry Ra, mana Adrian?”,tanya Nina membuat Arra kaget.
Arra sekilas tersenyum lalu menggeleng, menandakan bahwa ia tidak tahu tentang keberadaan mantan sahabat kecilnya itu.
“Dia ke Jepang ya? Aku tau kamu tau Ra,tapi kamu gak mau bilang ke aku karna nanti malah bikin kamu tambah sedih,iya kan?”
Mendengar pernyataan Nina, air mata Arra seketika jatuh. Ia tidak dapat membendungnya,ia tidak dapat membohongi perasaannya bahwa ia sangat rindu kepada sahabat masa kecilnya. Rindu dalam dekapan hangatnya. Dan sebuah kecupan yang pernah didaratkan Adrian di keningnya saat mereka kelas 7. Nina menatapnya iba,ia menyandarkan kepala Arra kebahunya. Membiarkan Arra menangis sejadi-jadinya. Dan berharap, ini hari terakhir Arra menangis karena Adrian.
Beberapa menit kemudian setelah tangis Arra mereda. Nina mengajaknya ke perpustakaan, tempat favorite mereka berdua. Ya, Nina dan Arra memang dekat, tapi kedeketannya tidak bisa melawan kedekatan Arra dengan Adrian dulu.  
J
Jam 12.00. Batas pengambilan rapor sudah selesai,tapi orang tua Andrian tidak kunjung datang. Ayah maupun ibunya tidak satu pun yang terlihat. Ia mulai gelisah,lalu ia mencoba mengajak Wali Kelasnya berkompromi agar rapor boleh diambil sendiri tanpa wali. Tapi usahnya sia-sia. Akhirnya ia pulang tanpa membawa rapor. Ia berencana meminta tentangganya untuk mengambil rapor.
Sesampainya dirumah, ia kaget setengah mati. Beberapa barang mahal seperti guci dan hiasan kaca lainnya pecah. Ya, kedua orang paruh baya itu kembali kerumah dan ribut di dalam rumah yang agak besar. Andrian panas melihatnya, ia membanting guci paling besar ke tengah ruang tamu. Ia berteriak sangat keras. “GUE TAU LO BERDUA LAGI DALEM PROSES PERCERAIAN TAPI GA GINI JUGA CARANYA, GUE UDAH MINTA DARI SALAH SATU KALIAN BUAT DATENG NGAMBIL RAPOR,TAPI APA? YANG ADA CUMA ANGIN LEWAT! GAK ADA KAN KALIAN YANG DATENG, GUE KIRA KALIAN LAGI SIBUK SAMA PEKERJAAN MASING-MASING,TAUNYA KALIAN LAGI BERANTEM?ORANG TUA MACEM APA SIH KALIAN?”
Mendengar pernyataan Andrian,orangtuanya segera menghentikan keributan. Ayah Andrian hampir saja menamparnya jika tidak di halau oleh Reza,Abangnya yang saat itu melewati ruang tamu selesai kuliah. Bebeda dengan Ibu Andrian,ia menatap iba ke arah dua lelaki yang kian beranjak dewasa. Dengan merasa bersalah Ibu Andrian segera pergi ke sekolah Andrian menggunakan motor yang terpakir tidak rapi disudut garasi.
J
#kembali untuk Arra.
“Dit,ayo dong anterin gue ke alamat ini”,ujar Adrian memelas sambil menaruh secarik kertas yang berisi alamat rumah Karenina ke meja kerja Adit. Adit melengos ke arah Adrian. “An,satu jam lagi gambar gue selesai,lo boleh deh jalan-jalan dulu,daripada berisik kaya gini,kalo lo kesasar,telepon gue aja”,ucap Adit akhirnya. Wajah Adrian merengut,ia hanya mengangguk dan menjalankan usul Adit. Tidak sampai beberapa menit ia sudah berada diluar rumah. Sambil berjalan ia memperhatikan sekelilingnya, banyak kelopak bunga sakura yang berjatuhan dari pohonnya,aih tiba-tiba ia teringat oleh Arra. Arra dulu sangat senang melihat bunga sakura,ya meski hanya lewat TV maupun majalah,ia sering memperlihatkannya kepada Adrian. Sekarang Adrian melihatnya langsung,ingin sekali ia membawa setangkai bunga sakura untuk Arra,tapi …
“BRUK”
Karena asik melamun Adrian menabrak seorang perempuan yang tengah membawa plastik belanjaan,kalau dilihat umurnya sekitar 30-40. Adrian mengucapkan maaf berulang-ulang dengan menggunakan bahasa jepang,kebetulan ia pernah mengikuti kursus bahasa jepang di bilangan Jakarta Pusat.
Wanita itu tersenyum. “Tidak apa-apa,maukah kamu ikut kerumahku?”,ujarnya ramah tentu saja menggunakan bahasa jepang.
Adrian menyiritkan dahinya,lalu melirik ke jam tangan. Masi sekitar setengah jam lagi pekerjaan Adit akan selesai,masi terlalu lama. Akhirnya ia menyanggupi usulan wanita itu. Mereka berdua jalan beriringan,tanpa sepatah kata yang keluar dari mulut masing-masing. 15 menit kemudian mereka telah sampai dirumah yang lumayan besar. Perlahan Adrian ragu untuk memasukinya,tapi melihat kebaikan wanita itu ia pun mulai menginjak lantai rumah itu.
“Non tadi saya bertemu dengan lelaki ini,sepertinya ia tersesat,wajahnya bukan seperti orang Jepang”,ujar wanita paruh-baya itu kepada majikannya. Majikan itu menyiritkan dahi dan bergegas ke ruang tamu,tempat dimana lelaki itu berada.
Sekilas saat pertama kali melihat wanita-yang-berbeda dari wanita paruh-baya itu Adrian tidak mengenalinya. Tetapi lama-lama ia mulai mengingat wajah itu. Yaaaa,diaaaaa…
“Kamu? Karenina?”,ujar Adrian setengah tidak percaya.
“Kamu siapa?”,wanita yang ternyata Karenina itu heran.
“Gue Adrian, lo inget?”
Karenina sedikit berpikir,tepatnya pura-pura berpikir karena ia memang sudah ingat dan bahkan sudah tahu dari pertama bahwa lelaki yang ada di depannya adalah Adrian. Lelaki yang mengejarnya lebih dari 4 tahun.
“Adrian? Siapa? Aku nggak kenal”
Wajah Adrian yang tadinya senang berubah menjadi muram.
“Gue Adrian,cowo yang ngejar-ngejar lo selama 4 tahun lebih,cowo yang selalu bayarin lo karokean, cowo yang selalu setia sama lo sampe sekarang”
Karenina terdiam. Ia merasa tidak enak,sepertinya ia masih tidak percaya bahwa Adrian sampai mengejarnya ke Jepang. Akhirnya ia angkat bicara.
“Aku inget kamu, Adrian”
Adrian tersenyum.
“Tapi apa maksud kedatangan kamu?”
“Gue gak dateng sendiri, ibu-ibu tadi yang nyuruh gue ikut kerumahnya,dan ternyata gue ketemu lo disini”
“Terus kamu ngapain ke Jepang?”
“Gue pengen ketemu lo Na, gue…”
Adrian tidak melanjutkan ucapannya.
“Kamu apa?”
“Sampe sekarang gue masih sayang sama lo,gue masih berharap lo bisa jadi pacar gue”
Karenina tidak membalas ucapan Adrian,keduanya larut dalam kesunyian.
“Tapi An, aku tau kamu sayang sama aku, tapi maaf aku gak bisa terima kamu, gimana pun juga kamu lebih muda satu tahun denganku”
“Emang cinta pandang umur?”
“Iya aku tau definisi cinta kamu tuh kaya gitu, tapi beda sama aku An, aku emang sayang sama kamu, tapi dari dulu aku cuma anggep kamu sebagai adik kelas, nggak lebih”
“Tapi Na, gue sayang banget sama lo, apa lo nggak tau itu semua?”
“Cukup An, aku mohon sekarang kamu nggak usah ngejar-ngejar aku lagi, apalagi sampe nemuin aku disini, aku cuma nggak pengen kamu sakit dan nggak pengen ngebuat seseorang yang sayang banget sama kamu jadi sedih gara-gara kamu ngelakuin ini semua”
“Emang siapa?”
“Arra, satu hari sebelum aku pergi ke Jepang, dia bilang kalo dia sayang banget sama kamu, dia sampe benci sama aku gara-gara setiap dia ketemu kamu yang kamu bahas selalu tentang aku, apa kamu nggak sadar yang kamu lakuin bikin hati orang sakit?”
Adrian kaget. Lututnya lemas,kepalanya pusing. Entah apa yang dirasakan, ia merasa menyesal telah pergi ke Jepang, usahanya kali ini sia-sia lagi. Ia juga merasa tidak enak hati kepada Arra. Dari dulu, ia tidak pernah menyadari semuanya.
Setelah mendengar pernyataan dari Karenina, Adrian merasa cukup jelas akhirnya ia pulang ke rumah Adit tanpa pamit kepada Karenina.
Sesampainya dirumah Adit, Adrian segera memasukan baju-bajunya kedalam koper sedang yang ia bawa dari Indonesia. Adit heran melihatnya.
“Lo mau pulang sekarang? Lo belum ketemu sapa tuh Ka Ka”
“Karenina”
“Iya, lo belum ketemu Karenina kan?”
“Gue gak perlu ketemu dia, mau gue buang jauh-jauh kenangan gue sama dia”
“Tapi lo udah jauh-jauh kesini buat nemuin orang yang lo sayang itu kan?”
“Sorry, orang yang gue sayang bukan Karenina tapi Arra”
Adit terbengong, ia kaget. Sebelum sempat ia mencegat Adrian. Adrian sudah kabur dari pandangannya.
J
 “Jadi gitu Ra, ceritanya, sumpah deh gue hopples berat kalo liat orang tua gue ribut dirumah”,ungkap Andrian kepada Arra saat mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah caffe yang terletak di bilangan Jakarta Pusat.
Arra mangut-mangut mengerti.
“Yaudah, mendingan kamu enggak usah ikut campur urusan mereka lagi, kalo kamu ikut campur nanti urusannya tambah runyam”,saran Arra.
“Gue juga udah kaya gitu dari dulu kali Ra,tapi lama-lama gue capek juga,kadang gak tahan, udah 6 bulan sejak nyokap gue ngajuin perceraian,prosesnya gak selesai-selesai”
“Yaudah, kamu sabar aja, nikmatin aja hidup ini kalo kamu lagi stress dateng kerumahku deh, pasti asik”
Andrian tersenyum,lagi-lagi ia dibuat senyum oleh gadis mungil ini.
“An, kamu mau kuliah dimana?”,tanya Arra tiba-tiba.
Andrian menjawab dengan antusias, “Gue ya? Paling gue di sini aja Ra, yang jelas gue mau ambil jurusan desain grafis, lo sendiri?”
“Wah keren ya kamu, aku mau kuliah jurusan sastra inggris”
“Oh gitu yah, eh gimana kabar si Adrian? Jarang keliatan ya dia?”
Saat mendengar nama Adrian disebut, raut wajah Arra berubah muram. Ia menggeleng, menandakan bahwa ia sama sekali tidak tahu tentang kabar Adrian.
“Oh gitu, eh lo kok tertarik sama sastra inggris sih?”,ujar Andrian mengganti topic pembicaraan saat melihat raut wajah Arra yang berubah muram.
“Kenapa ya? Aku tertarik aja, kalo bisa jago bahasa inggris kan keren, terus sekalian jalan-jalan ke luar negeri gitu, kebetulan aku juga dapet beasiswa”
“Wah, lo dapet beasiswa? Gila, keren banget lo Ra”
Arra tersenyum simpul, “Ah enggak kok An, kerenan kamu”
#Adrian, aku sayang kamu.
Sekali lagi kenangan itu teringat.
Sekali lagi kenangan itu berkelebat dipikiran Adrian.
Dan untuk pertama kali Adrian melihat seorang gadis cantik sedang berdiri mematung.
Mematung menunggu Abangnya menjemput saat gadis cantik itu datang kepesta ulang tahun temannya.
Adrian telah sampai Jakarta pada pukul 10 pagi tadi. Ia sangat lega karena sudah melakukan hal yang ingin ia lakukan saat itu. Ya, menjauh dan melupakan seorang gadis yang beranjak menjadi wanita dewasa itu, siapa lagi kalau bukan Karenina. Sekarang, ia sedang bersantai di ruang keluarganya, sibuk menggonta ganti channel sambil sesekali memperhatikan handpone yang tergeletak disebelahnya. Tiba-tiba ia teringat akan perkarangan yang dulu dijadikan tempat bersenda guraunya dengan Arra. Ia segera menuju kesana, dan ia melihat sebuah pemandangan yang tidak mengenakan. Ia melihat Arra, memang senang bisa bertemu dengan sahabat kecilnya itu. Tapi saat mengetahui ada seseorang disebelah Arra,mukanya menjadi muram.
“Raa gue … gue balik Ra”,ujar Adrian dari belakang tubuh mungil Arra. Arra menengok ke belakang,matanya membelalak,bulat seakan mau copot. Mulutnya komat-kamit seakan benar-benar tidak percaya yang dilihatnya sekarang benar-benar nyata.
“Ra, gue balik”,ulang Adrian meyakinkan Arra.
Reflex, Arra memeluk Adrian. Andrian merasa terganggu dengan kehadiran Adrian yang datang secara tiba-tiba. Dengan kasar ia menarik lengan Adrian menepiskan pelukan hangat yang sedang dilakukan oleh Arra dan Adrian.
“Gue mau ngomong sama lo”,ujar Andrian sambil menarik Adrian menjauh dari Arra.
“Mau ngomong apa lo,to the point aja”
“Arra sayang sama lo”
“Iya gue tau”
“Kalo lo tau kenapa lo tetep ngejar Karenina ke Jepang?”
“Karna dari situ gue bisa tau semuanya An”
“Bisa tau semuanya gimana?”
“Dihari gue dateng kerumah Karenina secara gak sengaja, Karenina jelasin semuanya, dan dia bilang kalo Arra sayang sama gue”
“Terus lo sekarang mau apa?”
“Gue mau minta maaf sama Arra”
“Minta maaf doang kata lo, emang bisa nyelesain semuanya? Emang bisa ngobatin luka di hatinya Arra yang udah tumbuh bertaun-taun? Lo pikirin An perasaannya Arra gimana”
“Andai gue tau An, andai Arra ngaku, gue juga nggak bakal kaya gini, gue nggak bakal terus-terusan cerita tentang Karenina, dan kalo dia nyegah gue mungkin gue nggak akan ke Jepang”
“Lo mau tau, kenapa dia nggak ngaku sama lo? nggak nyegat lo waktu lo mau ke Jepang?”
Adrian mengangguk cepat.
“Sekali lagi, alesan itu karna dia sayang sama lo, dia pengen ngeliat lo bahagia”
“Lo ngomong gitu, pasti ada alesan, lo bersikap gak terima kaya gini pasti ada alesannya, ia kan An?”
“Iya, gue sayang sama sahabat kecil lo. Waktu pertama kali gue masuk kelas, gue udah mulai sayang sama cewe ini. Tapi dia terus-terusan nyebut nama lo, dan lo terus-terusan nyebut nama Karenina”
Arra melihat pembicaraan mereka yang sedikit serius, setengah jam berlalu. Akhirnya ia menghampiri dua teman lelakinya yang berada disudut pekarangan.
“Kok lama amat sih? Kalian ngapain? Adrian, kok kamu bisa balik hari ini? Udah ketemu Kak Inna?”,tanya Arra pemasaran.
“Kita gak ngapa-ngapain kok Ra”,jawab Andrian cepat.
“Iya kita gak ngapa-ngapain, gue udah ketemu Karenina kok”
“Yaudah balik yuk, main bertiga”
Mereka berdua menyanggupi usul Arra.
J
“Akhirnya kita bisa berdua lagi kaya dulu An”,ucap Arra saat ia dan Adrian merebahkan tubuhnya ke pekarangan, Andrian sudah pulang sejak jam 3 sore.
“Iya, maafin gue ya Ra, dulu gue sibuk sama dunia sendiri sampe ngelupain sahabat kecil gue ini”,aku Adrian sambil megusap rambut Arra.
Arra tersenyum, “Eh, gimana kemarin di Jepang? Kamu liat pohon sakura nggak? Aku pengen ikut deh, tapi kamu pergi nggak pake pamit sih, jadi … aaaaaaaa Adrian nyebelin!”
“Heh Arra jelek, gue nyesel pergi ke Jepang nggak ngajak-ngajak lo abis disana lagi musim bunga sakura, sumpah deh bagus banget, gue mau nyolong punya tetangganya si Adit, tapi takut di sidang”
“Hahaha masak ngambil bunga sampe disidang segala? Nggak berlebihan tuh? ah nggak tau ah, Adrian jahat padahal kan kalo misalnya kamu ngajak aku juga pasti boleh, apalagi kalo pergi sama kamu”
“Maaf ya Ra, lain kali kalo liburan gue ajak lo kesana deh”
Arra mengangguk senang.
“An”
“Iya Ra?”
“Aku sayang kamu An”
“Ra… lo”
“Kamu udah tau semuanya kan? Nggak usah pura pura nggak tau deh”
“Iya, aku tau dari Karenina”
“Aku yang nyuruh dia buat bilang ke kamu”
Adrian terperangah.
“Nggak usah heran gitu deh, yang tadi anggep aja angin lalu aku Cuma pengen kamu tau, kalo aku sayang kamu, udah itu doang, aku nggak pengen lebih, yang aku pengen kamu tetep jadi sahabat aku, dan balik kaya dulu, kaya waktu pertama kali kenal, mau kan?”,pinta Arra.
Adrian tersenyum senang lalu mengangguk.
“Pasti gue mau Ra, gue kan sahabat lo yang paling baik, udah baik ganteng lagi”
“Pede berat kamu An”
“Emang kenyataan kok, buktinya lo naksir sama gue? Iya kan Ra?”
Muka Arra bersemu merah.
“Tuh kan mukanya meraah, Arra kalo mukanya merah tambah jelek deh”,goda Adrian lagi.
“Adriaaan! Apaan si kamu, aku lempar pake sandal lho”
“Ampuuuuuuuuun mbaaaaaa”
Aih malam itu terasa begitu menyenangkan bagi Arra dan Adrian. Mereka tidak terlihat kaku lagi, melainkan memperlihatkan seberapa kedekatan mereka sebagai seorang sahabat kecil.
#Makasi udah bikin gue senyum hari ini Ra
3 bulan kemudian…
Setengah jam berlalu sejak Andrian dan Arra sepakat untuk sekadar nongkrong bersama di café Arra tak kunjung datang. Andrian berkali-kali melirik jam tangannya. Ia gelisah, sebenarnya ia ingin menanyakan lewat sms, tapi ia tidak enak hati kepada Arra. Ia pun memilih sabar untuk menunggu, sampai akhirnya Arra baru datang pada pukul 4 sore, lewat satu jam Andrian mengunggu.
“Sorry An, sorry banget tadi gue abis nganterin adek gue beli baju, sorry banget ya”,ujar Arra ngosngosan,mukanya merah karena kepanasan,udara dil luar memang sangat panas.
Andrian tersenyum, “Ia nggak papa kok Ra, duduk deh, lo mau pesen apa?”
“Makasih, pesenin apa aja deh, yang sama kaya kamu juga boleh”,jawab Arra cepat.
Andrian segera memanggil pelayan dan memesan tutti fruit, es krim berlapis yang ditaburi dengan buah-buahan kering.
Beberapa menit kemudian, pesanan mereka berdua diantar.
“Abis ini mau kemana Ra? Nggak langsung pulang kan?”,tanya Andrian sambil melahap tutti frutinya yang hampir habis.
“Terserah kamu aja, yang jelas hari ini aku free, orang tuaku lagi pergi ke Bandung”
“Oke, abis ini lo temenin gue ke Dufan ya?”
Arra menyiritkan dahinya, “Dufan? Mau ngapain disana?”
“Ya maen lah, gue udah lama nih nggak ke dufan”
“Emm… boleh juga sih, aku juga udah lama nggak kesana, yuk sekarang keburu sore”
Andrian mengangguk senang, setelah itu mereka segera keluar café dan menaiki motor Andrian.
“Ra, lo nggak keberatan kan gue minta temenin ke Dufan?”,tanya Andrian sambil mengendalikan motornya.
“Enggaklah, aku juga bosen dirumah, enggak ada kegiatan”,jawab Arra jujur.
“Oh oke, makasih ya Ra”
“Sama-sama An”
Setelah mereka terlibat omongan yang cukup banyak di motor, akhirnya mereka sampai di Dufan. Andrian membli tiket di loket dan Arra berdiri disebelahnya. Mirip sepasang kekasih. Namun sayang, hanya mirip, kenyataannya tidak.
“Mau main apa dulu nih?”,tanya Arra.
“Apa ya? Eh tornado aja yuk, asik tuh”,jawab Andrian bersemangat.
Mata Arra membelalak, “Aku nggak brani naik itu An, pernah sekali nyoba aja abis itu langsung muntah-muntah”
“Emang kapan lo kaya gitu?”
“Waktu kelas 3 SMP”
“Udah lama kan? Kali aja sekarang beda, udah yuk coba aja, ya Ra? Please, percaya deh sama gue, lo nggak bakal kenapa-kenapa, lagian kan ada gue disini yang siap jagain lo”
Arra tersenyum, ia menangguk ragu-ragu, tapi itu cukup memberi jawaban untuk Andrian bahwa mereka sekarang akan menaiki Tornado.
Saat tiba dipuncak, Arra menjerit keras sekali. Bukan hanya dia, pengunjung yang lain pun ikut berteriak, mungkin karena takut. Beda dengan Andrian, ia malah sibuk memperhatikan wajah Arra yang sedang ketakutan, lucu sekali. Pikirnya.
Setelah mereka selesai ber-Tornado. Arra segera menarik Andrian ketempat duduk yang ada di sana. Wajah Arra terlihat sangat pucat tapi masih ada berkas kesenangan diwajahnya. “Gilak An, udah aku bilang kan aku nggak kuat deh sama yang namanya naik Tornado”,jelas Arra sekali lagi.
“Haha, dasar, ia maaf ya lain kali gue gak bakal ngajak lo naek Tornado lagi deh, lo istirahat aja dulu disini bentar yaa, gue mau beli minum”
Arra menangguk cepat.
Tidak sampai 10 menit, Andrian telah kembali dengan membawa dua botol air mineral dingin dan satu bingkus chikki berukuran besar. Mereka memakannya berdua.
“Abis ini kita naik bilanglala, halilintar, arung jeram, ke Istana Boneka  dan bla blab la … “,ucap Andrian di sela-sela kenikmatan mereka memakan chikki itu. 
Arra hanya menangguk dan menghabiskan sisa-sisa chikki tersebut.
Berjam-jam mereka bermain di Dufan, akhirnya mereka pulang pada pukul 8 malam. Sebelum pulang, di dalam mobil Andrian berkata kepada Arra. Bahwa dia…
“Gue sayang lo Ra, lebih dari seorang temen, terlepas dari gue tau bahwa lo sayang sama Adrian mungkin gue bakal nembak lo hari ini”, aku Andrian.
Arra kaget. Matanya membulat. Ia hampir tersedak saat sedang minum air mineral yang masih tersisa.
“An, kamu… sejak kapan kamu sayang sama aku? Kenapa kamu nggak bilang dari dulu?”,ujar Arra getir.
“Karna gue tau, lo nggak akan milih gue dan mau gue tunggu sampe kapanpun lo bakal tetep milih Adrian kan?”
Arra menangguk sambil tersenyum, “Maaf ya An, aku nggak bisa ngebales perasaan kamu, aku Cuma bisa nyakitin kamu, aku cerita tentang Adrian tanpa tau perasaan kamu yang sebenernya, meskipun kita nggak pacaran, tapi kita tetep bisa sahabatan kan?”
Kali ini Andrian menangguk lalu memberi senyuman hangat kepada Arra, “Nggak apa-apa Ra, cukup gue bisa deket sama lo aja itu udah bikin gue seneng, makasi ya hari ini udah ngeluangin waktu lo buat gue, mungkin besok-besok kita nggak bakal kaya gini lagi, hari Rabu besok kita udah ujian, dan mulai sibuk daftar kuliah, gue Cuma mohon sama lo ya Ra, abis ini lo jangan lupain gue, jangan pernah lepas hubungan sama gue meskipun Cuma sebates temen”
Arra mangut-mangut, “Iya An, aku janji nggak bakal lupain kamu dan selalu hubungin kamu deh, kamu juga jangan lupain aku ya kalo udah jadi photographer + ahli design”
Andrian tertawa manis sekali, “Eh udah sampe tuh, sana turun entar dicariin bunda lo lagi”
“Oh iya, makasi ya An udah ajak aku jalan-jalan dan nganterin aku sampe rumah, Bye An”,ucap Arra sambil berlari ke gerbang rumahnya. Sebelum masuk, ia melambaikan tangan dan tersenym kepada Andrian.
#akhir SMA
Setelah berganti baju selesai pergi dengan Andrian, ia segera menuju perkarangan dan merebahkan tubuhnya di rerumputan, memandang langit terbentang luas yang bertabur bintang-bintang indah. Ia mencari keberadaan Adrian, tapi nihil. Rumah Adrian juga sepertinya sangat sepi, mungkin sedang dinner diluar. Pikirnya.
Sambil merebahkan tubuhnya ia mendengarkan music kepunyaan Sheilla On 7 yang berjudul Dan, lagu kesukaannnya. Iseng-iseng ia menuliskan syair-syair itu kedalam kertas yang kebetulan ia bawa dari dalam rumah. Ada juga bagian yang menyimpang, ia menuliskan bahwa ia sangat mencintai Adrian.
Aku sayang Adrian, entah sejak kapan aku punya perasaan khusus ke kamu, kalo di inget kayaknya pas kamu ngasih aku boneka panda. Malem itu, kamu bikin aku seneng banget. Kamu bikin aku ngerti kalo cinta itu butuh pengorbanan dan cinta itu nggak harus memiliki. Itu yang aku rasain ke kamu. Cinta bertepuk sebelah tangan. Kamu lagi ngapain sekarang An? Rumah kamu kok sepi, padahal aku pengen banget bareng sama kamu male mini, sebentar lagi kita ujian kayaknya nggak ada waktu buat kita mandang bintang lagi disini. Kamu jadi ke Jepang? Ninggalin aku dan ngejar cita-cita kamu disana? Kali ini bukan buat ketemu Kak Inna lagi kan? kamu mau bikin debut komik kaya sepupu kamu kan? Aku takut kalo disana kamu jadi deket lagi sama Kak Inna, aku takut di lupain lagi sama kamu.
Kiranya itu yang di tuliskan Arra pada selembar kertas. Ia melirik jam di handphonenya, sudah lewat pukul 10. Ia bergegas kembali ke dalam rumah dan melupakan kertas yang ketinggalan di perkarangan. Berhari-hari kertas itu tertinggal, kehujanan lalu kepanasan. Tidak ada yang datang lagi ke perkarangan, baik Arra maupun Adrian. Keduanya sibuk belajar dan mengikuti bimbingan belajar demi menunjang nilai. Sampai hari terakhir mereka ujian, tidak ada lagi istilah memandang bintang di perkarangan.
J
Arra dan Adrian berlari melihat papan pengumuman yang dipasang di beranda lapangan upacara, keduanya dan bahkan siswa-siswa lain memasang muka bahagia saat melihat semua siswa SMA Bina Bangsa angkatan 2005/2006 dinyatakan LULUS dengan nilai yang memuaskan. Mereka berteriak-teriak layaknya orang gila, satu sama lain saling menyemprotkan pilok ke arah baju masing-masing, memberi tanda tangan di baju SMA mereka. Betapa bahagianya mereka. Arra dan Adrian tidak mau kalah mereka berlarian menyusuri semua koridor SMA Bina Bangsa untuk meminta tanda tangan masing-masing siswa, tidak peduli mereka kenal atau tidak, yang penting harus mendapat 192 tanda tangan. Mereka berlari bergandengan sambil menyanyikan sebuah lagu yang nadanya tidak jelas. Setelah pengumuman, kedua orang itu semakin akrab dan mereka terlihat seperti biasa lagi. Arra juga sudah lega karena ia mendapat beasiswa untuk kuliah sastra Indonesia di salah satu universitas Jakarta. Sedangkan Adrian, ia lebih memilih untuk terbang lagi ke Jepang, mengikuti jejak sepupunya, membuat debut komik. Ia sudah izin kepada Arra, dan berjanji akan membawakan setangkai bunga sakura. Melepas kepergian Adrian, Arra menangis sejadi jadinya. Mungkin untuk beberapa tahun ke depan, tiada lagi memandang bintang bersama di pekarangan. “Adrian, aku harap kamu di sana baik-baik aja”,ucap Arra saat melihat pesawat Adrian lepas landas.
J
“Mama, Edgar berangkat kuliah dulu ya, Edgar udah ganteng kan?”,ujar Edgar kepada mama saat hari pertama ia resmi menjadi mahasiswa.
“Iya deh, anak mama udah ganteng, sana pergi nanti terlambat lho”,saran mamanya.
“Oke Ma, Edgar berlari menuju garasi dan mengeluarkan mobil yaris kuningnya. Dalam hitungan detik, mobil itu tengah meluncur ke arah fakultas kesenian.
J
“Abang, sumpah adek lo keren bangeeeeeeeeeet!”,ujar Arra percaya diri kepada Abangnya.
“Iya deh norak, mentang-mentang udah jadi ‘anak kuliahan’, hahaha”
“Enak aja norak, wooo awas lo yaaa kalo aku jadi penulis, nggak bakal aku kasih royaltinya!”
“Iya deh ampun, sana berangkat, pamit dulu sama Bunda tuh, dia lagi di halaman belakang”
Arra menangguk dan tersenyum, ia segera menuju halaman belakang untuk pamit dengan Bundanya, setelah itu ia berangkat ke tempat kuliahnya dengan memakai KRL. Rumahnya dengan stasiun Jatinegara cukup dekat, tidak sampai lima menit juga sudah sampai.
J
“Adit, bangun donggggg… anterin gue”,rengek Adrian kepada sepupunya, Adit. Sekarang mereka tinggal berdua.
“Ngerepotin aja lo, iya iya gue ganti baju dulu”,jawab Adit malas.
Spontan Adrian langsung tersenyum, lalu menuju tempat rak sepatu berada dan memakai sepatu vans hitam-kuningnya. Tidak sampai 15 menit, Adit telah sampai. Mereka berdua pun segera meluncur ke Universitas Tokyo. Bukan untuk mengejar Karenina. Melainkan untuk melatih keterampilan berbahasa jepang.
J
“Ke kanan dikit deh, em rambut kamu benerin, berantakan tuh”,ujar Andrian kepada salah satu kliennya.
“Nah, kaya gitu, diem yaa, 1… 2… 3…, cissss”,lanjut Andrian.
Sekarang, Andrian tengah sibuk dengan bisnis studio photonya, pelanggannya cukup banyak. Ia memustukan untuk tidak kuliah dulu, karena belum ada biaya. Orang tuanya kini sudah cerai dan ia hidup dengan kakaknya di Tanggerang. Hidupnya lumayan cukup baik sekarang, ia juga sudah mendapat tambatan hati.
J
#Kita
Setelah 4 tahun berlalu dilihatnya seorang wanita cantik memakai kemeja berawarna merah jambu yang bermotif polkadot. Senyumnya masih seperti anak-anak. Seperti mengulang kembali saat masa SMP. Arra duduk manis di beranda Lab Fisika yang ada di lantai 2. Tempat pertama kali ia mendapatkan ciuman pertama yang manis dari seorang Adrian. Sehari sebelum Adrian pergi ke Jepang, tanpa sadar Adrian telah mengecup bibir kecil Arra. Disini, di beranda Lab Fisika. Haha lucu ya J. Dan, 4 tahun lamanya Arra terus-terusan menunggu Adrian kembali, dan sesuai janjinya. Mereka bedua, bertemu kembali saat usia mereka menginjak 22 tahun di beranda Lab Fisika.
“Arra?”,ucap Adrian ragu.
Arra tersenyum, “Iya aku Arra, kamu Adrian?”
Adrian menangguk senang. “Lo udah dari tadi di sini?”
Arra menangguk jujur, “Dari jam 9 aku udah disini”
Adrian merasa tidak enak.
“Nggak usah masang wajah gitu deh An, aku yang punya inisiatif sendiri dateng jam 9 kok, aku udah nggak sabar ketemu kamu”
“Dan akhirnya ketemu juga kan”
“Intinya kita mau ngapain disini?”
“Gue mauu… bentar”
Sebelum melanjutkan perkataannya, ia mengeluarkan setangkasi bunga mawar.
Arra tertawa, “Kamu lupa ya? Kalo aku phobia bunga?”
“Gue nggak lupa kok, gue cuma mau ngasi ini aja ke lo, satu satunya barang yang belum pernah gue kasih ke lo”
Arra tertawa, Adrian juga. Tiba-tiba Adrian menggegam tangan Arra dan mendekatkan wajah ke Arra.
Arra menyiritkan dahinya, dan…
“CUP”, lagi lagi sebuah kecupan mendarat di bibir kecilnya. Membuat wajahnya memerah dan membuat Adrian gemas.
Dan sore ini, tanggal 17 Desember 2010. Adrian memutuskan untuk mengikat janji satu sama lain dan saling mencintai.
“Ra, gue janji bakal sayang sama lo seumur hidup”
“Aku juga janji bakal sayang sama Adrian seumur hidup”
J
END :pp